Author's song request
Fake Love - BTS
Hari ini adalah hari pertama Vega menginjakan kakinya di Galaxy University. Hari ini pula ia akan memulai jejaknya sebagai mahasiswa. Gadis itu melangkah santai menuju lapangan ditemani dengan tatapan kagum dari setiap orang yang dilewatinya.
Senyuman mengejek tiba – tiba menghiasi wajahnya saat melihat Arkan dan Niko yang tengah sibuk memarahi mahasiswa baru yang terlambat menghadiri acara OSPEK. Ya, Vega termasuk ke dalam salah satu siswa yang terlambat, tapi gadis itu malah berjalan santai dengan senyuman mengejeknya.
“Heh, Lo! Udah terlambat, malah ketawa – ketawa kayak gitu, baris!”
Cukup sudah, Vega benar – benar tertawa akibat teguran dari Arkan. “Iya, Kak! Santai, napa? Gue bongkar kartu, mampus, Lo!” ejeknya sambil mengambil barisan depan yang langsung berhadapan dengan kedua pemuda itu.
Ingin rasanya Arkan dan Niko menjitak kepala gadis yang saat ini tengah memasang wajah menyebalkan di hadapan mereka. Sementara itu, mahasiswa baru lain yang melihat tingkah berani Vega lantas berbisik – bisik heran. Siapa yang berani melawan Senior Galak tapi Tampan seperti Arkan dan Niko? Tentu hanya Vega seorang.
“Baru masuk udah telat, mau jadi apa lo?” tanya Niko sambil menatap tajam Vega yang justru dibalas kekehan gadis itu. “Ah, Kakak, kayak yang gak pernah nakal aja. Terus yang dulu tawuran sampe diceramahin emak siapa?” sahutnya yang seketika membuat Niko tak mampu untuk tidak memukul kepala gadis itu.
Buk…
“Bacot lo, Ve!”
Vega mengelus kepalanya. “Sakit, Niko Asu!” makinya.
Arkan langsung memijit pelipisnya saat mendapati seluruh mahasiswa baru mulai berbisik – bisik. “Ck. Kagak usah ikutan beginian deh lo, Ve. Bisa – bisa pala gue pecah!”
“Lah kenapa? Kakak gitu, ish! Saya aduin ke Pres. BEM, lho!” Vega memasang wajah sepolos pantat bayi.
“Kenapa, Ar, Nik?” tiba – tiba Gilang datang bersama Satya dan Daffa.
Niko memasang wajah memelas. “Ngeluarin siswa yang baru masuk, boleh gak sih, Bang?”
Gilang dan Satya langsung mengernyit lalu menatap ke barisan siswa. Mereka lantas menatap malas Vega yang tengah menjulurkan lidahnya. “Yah… Rasain aja ngurus bocah kayak dia!” ujar Satya dengan tawa yang menggelegar.
Daffa meenggeleng lalu mencubit pelan pipi Vega yang masih menjulurkan lidahnya. “Adek Kecil tapi tua, bisa diem bentar? Kalo gak diem, Kak Daffa potong lidahnya.” seketika semua orang yang mendengar itu tertawa. Daffa memang dikenal paling ramah, ia bahkan sering memakai cara ramah seperti itu jika sedang mengancam pada mahasiswa yang tidak menaati aturan.
Namun, balasan Vega sukses membuat tawa itu berubah menjadi pekikan iri. “Kak Daffa yang ganteng, lepasin cubitannya. Kalo nggak, adek cium.”
Arkan, Gilang, Niko, dan Satya lantas menatap jengah dua orang yang malah terlihat mesra itu. Hingga tiba – tiba Gio datang. “Kenapa acaranya belum dimulai?” tanyanya heran.
Gilang hanya menunjuk malas ke arah Vega dan Daffa yang sama sekali tak menyadari kehadiran Gio. “Urusin adek lo, tuh.”
“Ve, jangan buat masalah.” tegurnya sambil memandang Vega sedikit kesal.
Vega yang baru menyadari kehadiran Gio lantas melepaskan diri dari Daffa lalu dengan tak tahu malunya mengalungkan lengannya di leher Gio. “Vega gak buat masalah, kok. Si Daffa aja yang nyebelin.” rajuknya manja.
Gio menghela napasnya, tangannya bergerak mengelus lembut rambut Vega. “Kamu mendingan tunggu di ruangan Bang Gio.” ucapnya.
“What? Beneran adeknya Kak Gio?”
“Cih. Pantes aja berani.”
“Mentang – mentang adiknya, bisa seenaknya gitu?”
“Manja!”
“Ck. urusin tuh bawahan kalian.” Vega berdecak sebal saat mendengar bisikan dari beberapa mahasiswa di belakangnya. Gadis itu lantas segera pergi menuruti perintah Gio.
Gio menggeleng takjub dengan tingkah Vega. Ia menatap Gilang. “Temenin Vega, sana! Dia adek lo juga. Biar yang di sini gue urus.”
Dan dengan senang hati Gilang mengangguk lalu segera menyusul Vega. Tentu saja ia senang, akhirnya ia bisa sedikit beristirahat dan tidak perlu berurusan dengan junior yang selalu bermasalah.
“Sejak kapan lo pake panggilan lembut sejenis aku - kamu sama Vega, Bang?” tanya Daffa penasaran.
Gio hanya melirik seklias Daffa. “Sejak negara api menyerang.”
…
Kini, sudah memasuki jam istirahat OSPEK. Seperti biasa, kedelapan remaja incaran semua mahasiswi tengah berkumpul di Kantin, tentunya dengan tambahan seorang gadis yang sudah menggemparkan seisi kampus karena diduga sebagai adik dari sang Pres. BEM.
Vega memandangi seisi Kantin yang tengah berbisik – bisik sambil memandanginya. Gadis itu menghela napasnya. “Emang gak ada yang pernah sekolah di SMA Galaksi, ya? Kok kayak aneh banget liat gue.” gerutunya.
“Justru hampir sebagian besar mahasiswa di sini itu lulusan SMA Galaksi. Makanya, mereka aneh liat lo soalnya lo udah mati lima tahun yang lalu. Terus, lo pikir semua anak SMA Galaksi kenal lo? Apa kabar sama adek kelas yang masuk disaat lo udah mati?” sarkas Niko yang pada nyatanya masih tidak bisa menerima perbuatan Vega yang hampir saja membuatnya g*la karena menyangka gadis itu benar – benar telah pergi.
Vega mengerucutkan bibirnya. “Gue yang dulu emang udah mati. Yang sekarangkan Kim Ara, bukan Adara Vega Aquila.”
“Tapi tetep aja lo nengok waktu dipanggil Vega.” ujar Nauval sebelum memasukan makanan ke dalam mulutnya.
“Y-ya, abisnya kalian masih manggil gue Vega.” bela Vega dengan sedikit terbata – bata.
“Heh! Anak Baru, mending lo cari bangku yang lain, deh! Ini tempat kita.”
Semua orang yang mengisi meja itu lantas menoleh saat mendengar suara lain diantara mereka. Vega memasang wajah angkuh saat mendapati beberapa gadis yang menggunakan baju kekurangan bahan.”Gue duluan yang duduk di sini. Siapa lo? Yang punya kampus? Bukan, kan?”
“Lo gak ada sopan santun sama senior, ya?!” bentak salah satu gadis yang Vega duga merupakan pemimpin dari perkumpulan gadis kurang belaian itu.
Vega menatap teman – temannya dengan wajah menyebalkannya. Telunjuk gadis itu menunjuk dirinya sendiri. “Gue yang gak ada sopan santun?” tanyanya bingung.
“Iya, lo emang gak ada sopan santun sama senior.” sahut Satya yang seketika membuat gadis – gadis menyebalkan itu tertawa puas.
Vega lantas berdecih. “Punya otak seperempatnya otak gue aja bangga lo, Sat!”
“Emangnya mereka semester berapa? Seangkatan sama kalian?” lanjutnya dengan tatapan menilik yang diarahkan pada gadis – gadis itu.
“Kita semester tiga, kenapa?!” bentak si pemimpin.
Vega bangkit dari duduknya lalu mendekatkan wajahnya pada gadis itu. “Cih. Baru semester tiga udah sombong kayak gini? Mending belajar aja yang bener, Bocah!”
“Gak ngaca banget, Lo! Lo yang bocah bukan kita!” bela salah satu antek – anteknya sambil menarik kasar tubuh Vega agar menjauh.