Our Happiness

Nafidza Ainun Salsabila
Chapter #5

Messed Up

"Lain kali jangan diulangi, mau itu bagianku atau bagian yang lain. Nggak ada untungnya kalian seperti ini." Mereka bertiga terus menunduk setelah mereka selesai dengan hukumannya dan pergi menghadap padaku. "Aku juga nggak mau hal ini bocor kemana mana karena ulah kalian. Jika aku tau kalian membocorkannya, kalian akan kutangkap dengan tanganku sendiri." Kulanjutkan kalimatku dengan dingin. Mereka bertiga mengangguk disusul dengan kata kata permintaan maaf. Aku berdeham dan memperbolehkan mereka pergi.

Akhirnya aku dapat menghela nafas lega setelah mereka menutup pintu workshop. Dylan disampingku sudah menahan tawanya kuat kuat. Ck, kesurupan kali.

"Kasihan banget, muka mereka sampe tegang gitu."

"Bodo amat, siapa suruh cari gara gara sama anggota terakhir kesenian." Aku mengambil almamater sekolah milikku yang menggantung disandaran kursi. "Ayo, keburu malem."

~~~

"Kamu nggak mau ngambil tas atau barang barangmu dulu gitu, ca?" Dylan mungkin heran karena aku tidak menuju asrama putri. Aku mengangkat bahuku lalu meliriknya malas.

"Males, kamu aja sana. Aku mau langsung ke mobilmu."

"Yaudah, langsung aja. Barangku udah di mobil soalnya."

Kami berjalan menuju parkiran yang letaknya tidak jauh dari gedung sekolah. Sekolah maupun asrama sudah terlihat sangat sepi. Bahkan diparkiran hanya menyisakan beberapa kendaraan termasuk mobil hitam milik Dylan.

Dylan melepas almamaternya dan melemparnya asal ke kursi belakang. Lengan bajunya ia lipat hingga bawah siku. Aku juga melakukan hal yang sama tapi, kusampirkan alamamaterku kesandaran kursi. Setalah aku mendapatkan posisi nyamanku duduk, kuambil ponselku dari saku rok, mencari nama father disana.

"Halo?"

Suara father sudah terdengar begitu panggilannya tersambung. Aku tersenyum tipis. Sementara itu Dylan sibuk menyalakan mobil dan membawanya keluar dari lingkup sekolah-asrama kami.

"Bagaimana kabarmu, Samantha?"

"Baik."

"Kemana kamu pulang hari ini?" Father selalu seperti itu. Menanyakan kemana aku akan menghabiskan dua hari liburku. Beliau juga tidak pernah mengekangku untuk selalu tinggal dikediamannya. Itu membuatku cukup nyaman.

"Kami akan kekediamanmu." Untuk beberapa saat, aku tidak mendengar suara father. Kenapa? "Father?"

"Kami?"

Lagi lagi aku tersenyum tipis. Kujauhkan ponsel dari telingaku dan me-loud speaker panggilannya. Dylan justru melirikku keberatan.

"Iya, aku akan pulang dengan Dylan." Aku memegangi ponselku diantara aku dan Dylan. Siapa tau Dylan juga mau menjawab.

"Saya hanya mengantar Samantha, tuan. Saya akan kembali ke rumah. Jadi, tidak ada salahnya kami pulang bersama." Dylan menjelaskan tapi, matanya terus fokus pada jalan. Aku menahan tawa mendengar penjelasannya yang seserius itu. Dylan mendengus setelah tau aku sedang menertawakannya.

Kami mendengar father terkekeh pelan. "Kamu teman Samantha, tidak perlu sampai sekaku itu. Dia punya haknya." Dylan ikut tertawa tapi, malah terdengar garing ditelingaku. Dipaksain sih.

Lihat selengkapnya