Our Happiness

Nafidza Ainun Salsabila
Chapter #7

Lady of The House

"Selamat malam, lady."

Dua pengawal menyapa kehadiranku ketika aku tiba dianak tangga terakhir. Aku melirik mereka dengan datar. Spontan mereka menunduk kepadaku.

"Mana orang yang kuminta?"

Mereka saling pandang lalu mengangguk. "Mari ikut saya, lady." Salahsatu dari mereka berjalan mendahuluiku. Dengan tenang aku mengikutinya menuju salahsatu sel ruang bawah tanah.

"Ini ruangannya, lady."

Kami berhenti didepan sel tahanan berpintu besi dengan jendela kecil hampir sejajar tinggi wajah orang dewasa. Pengawal menggeser jendela kecil sehingga menimbulkan bunyi gema besi yang saling bergesekan diruang bawah tanah. Setelahnya aku dipersilahkan untuk melihat kedalamnya. Kusipitkan mataku karena sel bawah tanah yang minim pencahayaan. Bau orang ini memang orang yang kutembak tadi tapi, kenapa dia dia tidak bergerak sama sekali didalam selnya?

Tanganku terlipat didepan dada, menunjukkan betapa angkuhnya aku kepada orang didalam sel tahanan. Untuk apa aku peduli? Toh, orang ini yang sudah mencelakai salahsatu manusia tepat didepan mataku. Mengingat hal itu membuatku semakin kesal saja.

"Kamu tidak perlu pura pura tidak tau begitu jika aku sudah kemari." Kataku dingin. Orang didalam sel itu akhirnya menoleh kepadaku. Aku tidak bisa melihat ekspresi apa yang ia tunjukkan kepadaku. Jika sampai ia memberikan muka tidak sukanya kepadaku, tidak akan kuampuni dia!

"Memangnya apa lagi yang harus kulakukan jika anda datang?"

Ck, beraninya orang ini..

"Aku tidak minta rasa hormat dari orang tidak tau malu sepertimu."

Aku bisa mendengar jika suara nafasnya seperti sedang menertawakanku. Dia sedang mempermainkan kesabaranku rupanya. Aku tidak akan mengampuninya!

"Lihat, apa yang kami harapkan dari calon penerus kaisar yang berpihak pada manusia?"

Kueratkan kepalan tanganku. Oh, dia tidak tau jika aku sudah diambang batas kesabaranku. "Aku tidak berpihak pada manapun dan itu bukan urusanmu." Aku bahkan menekankan kalimatku agar terdengar lebih dingin. Rasanya aku ingin merobek mulut tanpa sopan santun itu.

"Penjaga, tolong perlakukan tahanan ini seperti biasa. Jika dia memohon ampunan, pastikan itu kalimat terakhirnya."

Penjaga hanya dapat mengangguk pelan lalu membungkuk. Melihat respon seperti itu seharusnya aku sudah tenang karena mereka akan menjalani tugasnya dengan baik tapi, aku justru ingin menghabisi vampir gila itu dengan tanganku sendiri. Aku hanya bisa menghela nafas berat untuk meninggalkan kegusaranku itu. Kakiku bergegas meninggalkan tempat ini menuju kamarku. Aku ingin cepat cepat mendinginkan kepalaku dengan air dingin.

~~~

Seseorang membuka pintu kamar tamu tanpa mengucapkan apapun. Gadis itu menoleh dengan mata menatap tajam kearah pintu yang terbuka lambat. Hampir saja ia bersumpah akan menghukum orang yang tidak tahu malu seperti itu jika saja yang muncul dibalik pintu bukan Dylan. Laki laki itu berjalan dengan muka tak acuhnya, melewati gadis yang sedang menatap dingin bersamaan senyum miringnya.

"Sopan banget." Senyum gadis itu berganti menjadi senyum manis terbaik yang pernah ia buat. Dylan tetap mendekat tanpa peduli sahabatnya yang sedang marah dibalik senyumannya.

"Gimana keadaannya?"

Mata emas milik Dylan tertuju fokus pada teman sekelasnya yang sedang terbaring diatas kasur masih dengan mata terpejam. Samantha ikut mengalihkan arah pandangnya kepada Andi.

"Baik. Bisa dipastikan lukanya akan hilang dalam empat hari."

"Tumben empat hari? Biasanya juga cuma sehari?" Samantha menghela nafas berat mendengar ucapan Dylan yang menurutnya aneh.

"Penyihir itu bilang, lukanya akan cukup lama disembuhkan karena lukanya cukup dalam dan-"

"Kayaknya waktu itu aku juga pernah terluka kayak gini, parah malah."

"Dengerin dulu makanya!" Gadis itu mendengus kesal karena ucapannya dipotong sembarangan. "-karena dia manusia, sel dalam tubuhnya tidak terlalu mendukung dengan cepat untuk proses penyembuhan."

"Ah, iya ya." Dylan mengangguk setuju, matanya kembali melihat Samantha yang sekarang fokus pada buku dipangkuannya. Laki laki itu berdeham pelan, sehingga kepala Samantha mendongak kembali menatapnya.

"Bagaimana dengan makhluk liar semalam?"

Lihat selengkapnya