Our Happiness

Nafidza Ainun Salsabila
Chapter #8

The Prince

"Partner??"

"Partner?"

Bahkan karena tidak percayanya ucapan father kami mengucapkan kata yang sama. Dengan begini aku jadi percaya jika telingaku tidak bermasalah. Ya tuhan, kenapa jadi semakin rumit?

"Partner seperti apa? Bukan hubungan seperti, ng, itu, nggg.."

Alex berbicara gelagapan, mungkin dia berpikir hubungan yang dimaksud father itu seperti seorang 'kekasih'. Nggak salah kalau dia berpikir seperti itu karena aku juga berpikir hal sama. Tapi, jika dipikir ulang, bisa jadi tidak seperti itu. Meski wajah penuh senyuman father seperti sedang menikmati ekspresi kagetku dan Alex mungkin memang pikiran kami benar tapi, bisa jadi tidak. Rasanya tidak mungkin jika pangeran mahkota yang belum diketahui publik tiba tiba sudah memiliki calon permaisuri ketika hari penobatannya.Tapi, ah! Terlalu banyak kemungkinan!

"Berapa banyak kemungkinan yang kamu pikirkan, sayangku?"

Oh, sekarang aku bisa melihat wajah penuh ledekan dibalik senyum father. Aku ikut tersenyum demi membalas ledekannya.

"Sepertinya anda sangat menikmati wajah terkejut kami, jadi, mungkin saja pikiran kami salah, ayahanda."

Father tertawa lebih keras sekarang, sudah kuduga dia benar benar menikmati situasi seperti ini. "Aku tidak bermaksud menjadikan kalian menjadi kekasih tapi, setelah melihat wajah kalian, aku malah berniat melakukannya sungguhan."

Alex memasang wajah keberatannya. Mungkin aku menahan diri agar tidak terlihat begitu terbebani tapi, mataku tidak bisa diajak kerjasama jadi, bisa saja terlihat.

"Jangan membuat keputusan yang sulit, baginda." Oh, rupanya Alex memikirkan sesuatu yang lebih panjang dariku.

"Ini tidak sulit, Alex. Lihat, dia cantik, pintar dan berkedudukan tinggi. Dia benar benar memenuhi kriteria seorang ratu."

Aku jadi benar benar kesal, ini merugikan. Jangan sampai father benar benar bertitah. Jika itu terjadi aku atau Alex tidak akan bisa membantah.

"Sudahlah, kalian jangan berwajah seserius itu. Kita bisa memikirkan pembicaraan ini lain kali," Tanpa berniat menahannya lagi, aku berwajah masam. God! Dia serius?! "- aku sudah tau jika kalian mengerti maksudku. Kalian terlalu fokus dengan tugas tugas kalian tanpa adanya bantuan siapapun. Dan mungkin saja kalian bahkan tidak tertarik dengan yang namanya 'mate'. Posisi kalian secara tidak langsung itu setara setidaknya cobalah untuk bekerja sama."

Aku tidak berniat berkomentar, begitu juga Alex. Dia terdiam dengan mata yang menghadap lantai. Melihatnya berpikir, justru membuatku berpikir hal lain. Memangnya apa yang pangeran mahkota lakukan disaat dirinya belum resmi menjadi 'pangeran mahkota'? Aku memang hampir mengetahui beberapa tentangnya tapi, untuk pekerjaan.. Tidak banyak yang kutahu, bisa saja dia sibuk atau biasa saja. Aku sendiri tidak sesibuk itu, mungkin hanya mengecek beberapa laporan di wilayah timur, itu pun aku masih bisa mengimbanginya dengan sekolah-asramaku. Terakhir ada masalah baru saja kemarin dan itu belum sepenuhnya selesai. Apa itu artinya aku akan memiliki kesibukan baru?

"Sepertinya kalian sudah memahami situasi kalian jadi, kita sudahi saja dulu. Setelah ini aku ingin bicara pribadi dengan kalian berdua. Alex, silahkan, kamu bisa menunggu lebih dulu."

Sebentar, aku memahami situasi apa??

Alex tanpa bicara langsung berdiri lalu membungkuk singkat. Dalam waktu singkat, aku sudah berada didalam ruangan hanya berdua dengan father. Wajah father yang selalu dipenuhi senyuman penuh arti itu, kini berubah menjadi tatapan hangat. Aku tidak mengerti, apa maksudnya tapi, father yang terus terus melihatku kini justru membuatku tidak nyaman. Apa yang mau disampaikan?

"Jika father mau aku bertemu dengan Tuan Hanson aku masih tidak mau." Ucapku penuh waspada. Diluar dugaanku, father mengangguk. Biasanya dia menghela nafas berat.

Lihat selengkapnya