Seorang laki laki berambut hitam memukul keras meja dihadapannya. Dia memang sudah kesal sejak memasuki ruangan itu tapi, kekesalannya justru bertambah ketika seseorang yang menjadi partner barunya marah besar kepadanya. Seharusnya tidak seperti ini, dia tidak bermaksud membuat gadis itu marah tapi, hanya memastikan identitasnya.
Alex pikir jika gadis itu akan berbohong dengan menyebutnya vampir utuh atau sejenisnya. Tapi, tidak disangka Samantha justru mengakuinya bahkan hingga berteriak dengan lantang. Seakan akan tidak takut semua orang akan mengetahuinya. Dia pikir dengan memancingnya seperti itu untuk membuktikan apakah Samantha pantas dengan dirinya sudah benar. Ternyata gadis itu berbeda. Ketika orang lain sibuk berkilah dengan mengatakan beribu kebohongan untuk dekat dengannya karena mengetahui betapa tinggi jabatannya bahkan tidak berniat sedikit pun meninggikan suaranya tapi, gadis itu..
Tangan kanan miliknya sekali lagi memukul meja itu. Retakan besar sudah muncul padahal kayu dari meja itu adalah kayu terbaik. Meski begitu, dia tidak mempedulikan tangannya yang mengeluarkan cairan merah semakin banyak. Kepalanya terasa semakin sakit memikirkan ancaman yang diberikan Tuan Vlad kepadanya.
Jika saja tidak ada ancaman sehina itu, dia tidak akan repot repot memikirkan gadis itu.
Semakin lama, pikirannya semakin tenang. Hukuman mengerikan yang sempat terlintas dipikirannya hingga membuatnya sangat frustasi dia tepis kuat kuat. Alex memikirkan segala cara agar perempuan itu tidak lagi marah padanya.
Setelahnya, Alex tersenyum tipis karena rencananya sudah terbayang nyata dipikirannya.
'Dia pasti akan memaafkanku dan membantuku.'
~~~
"Fred."
Samantha mendesis, nyaris tidak terdengar. Sang kepala pelayan membungkuk, menunggu sang nyonya rumah melanjutkan ucapannya. Padahal beberapa minggu terakhir dia yakin jika nyonya-nya itu dalam mood yang cukup baik dibanding biasanya. Bahkan nyaris tidak berbicara menahan marah seperti sekarang.
"Siapkan mobil malam ini juga, kita akan berangkat kewilayah utara."
Fred mengangguk patuh, tapi ada sesuatu yang berbeda dari perintahnya. Nadanya terdengar lebih dingin dari biasanya. Apa nyonya sudah sudah tau mengenai berita sesungguhnya yang terjadi di perbatasan wilayah utara dan timur?
"Lady, apa-"
"Diam, bilang pada semua pelayan jangan ada yang mendekati taman sampai sore." Gadis itu berjalan meninggalkan Fred tanpa menoleh sedikit pun. Sang kepala pelayan sekali lagi dibuat bingung dengan tingkah nyonya yang tiba tiba. Meski begitu, dia tetap mengangguk patuh tanpa banyak berkomentar.
Jauh dari itu, Samantha berulang kali menarik nafasnya dan melepaskannya dengan kuat. Taman yang terdapat dirumah hampir tidak pernah dihias. Baginya dibersihkan saja sudah cukup. Dia tidak punya waktu luang untuk memikirkan taman luas tapi, melihatnya dalam keadaan bersih sangat membuatnya tenang.
Sebuah pohon besar berusia puluhan tahun selalu menjadi tempat favoritnya semenjak ia datang ke rumah itu. Seperti saat ini, gadis itu menempelkan telapak tangannya kebatang pohon begitu juga dahinya. Pohon tua itu lah yang selalu menjadi sandarannya ketika ia lelah. Tidak peduli seberapa banyak ia akan mengeluh, pohon itu akan membalasnya dengan memberi ketenangan.