Kegelapan sudah menyambut kehidupan untuk mengakhiri hari. Kebanyakan orang memilih untuk bergegas kembali kerumah masing masing demi bertemu orang yang mereka cintai atau hanya sekedar beristirahat melepas penat.
Begitu pula dengan keadaan Samantha. Beberapa jam yang lalu Fred meminta agar gadis itu beristirahat disalah satu penginapan karena hari sudah gelap. Samantha mengiyakan saja karena perjalanan masih cukup jauh. Biaya administrasi sepenuhnya dilakukan Fred sehingga gadis itu langsung saja memasuki kamarnya begitu mendapat kunci.
Sebuah kamar dengan balkon menghadap kesibukan kota yang tidak jauh beda dengan kehidupan kota manusia. Yang membedakan hanya langit langit yang dipenuhi banyak bintang. Pemandangan yang langka untuk ditemukan di dunia manusia.
Gadis itu bukannya langsung mengistirahatkan badannya, justru duduk manis diatas pembatas balkon. Matanya menerawang jauh tapi pikirannya kosong. Beberapa pekerja yang baru saja pulang dari rutinitas mereka, tidak sengaja melihat kearah balkon dilantai ketiga penginapan langsung buru buru menundukkan kepalanya kembali. Jelas mereka tau siapa yang memimpin tanah yang mereka pijak dibawah naungan kaisar.
Seorang duchess muda yang sangat sulit ditemui sekaligus makhluk campuran yang katanya memiliki darah makhluk ber'hati'. Terbukti dari mata duchess mereka yang tidak berwarna merah. Tapi, fakta itu seakan menghapus pemikiran orang orang karena pemimpin wilayah timur kekaisaran adalah wanita berdarah campuran yang tidak memiliki hati. Siapa pun tidak ingin menemui duchess mereka karena jika mereka dipaksa bertemu, itu artinya ajal akan segera menjemputmu.
Seakan tidak mempedulikan setiap orang yang lewat tergesa dibawahnya, Samantha masih saja lurus menatap langit dan kota bergantian. Keadaan kamar yang gelap sangat mendukungnya karena tidak mengganggu pemandangan asli malam hari ini. Bahkan kondisi dalam kamar sangat utuh persis seperti keadaan ketika Samantha masuk. Lampu kamar juga tidak dihidupkan. Jika malam ini gadis itu tidak tidur, maka kondisinya untuk esok hari pasti lebih buruk dari sekarang karena ini sudah malam kedua gadis itu tidak tidur.
Mau sekuat apa pun gadis itu bertahan, tetap saja tubuh yang dimilikinya memiliki setengah dari kondisi tubuh manusia. Dirinya tidak sekuat vampir lain tapi, dirinya juga tidak selemah manusia. Entah gadis itu harus bersyukur atau tidak.
Hembusan angin malam yang tenang mendadak terasa berbeda dikulit Samantha. Gadis itu sudah menduga jika ada yang mengikuti diam diam dirinya dari awal. Tapi, gadis itu lebih memilih menunggu. Selanjutnya, suara pisau ditarik dari tempatnya terdengar sangat pelan nyaris tidak terdengar, Samantha tetap diam menanti kelanjutan orang yang ingin mencelakainya.
Dengan gerakan cepat, seseorang mengunci tubuh Samantha dari belakang dengan tangan kiri dan tangan kanannya mengacungkan pisau perak keleher Samantha. Orang berpakaian serba hitam yang mengunci Samantha medekatkan kepalanya kesamping kepala gadis itu.
"Kau lengah, Duchess."
Gadis itu melirik ketempat dimana seseorang mendekatkan kepalanya. Wajahnya tidak terkejut sama sekali bahkan sangat datar. Bersamaan dengan itu tangannya terangkat untuk menjauhkan pisau perak dari lehernya.
"Bagaimana jika kukatakan aku sudah tau itu kamu saat pisau tertarik dari tempatnya, Alex?"
Alex berdecih pelan sambil menjauhkan pisau dan menyimpannya hati hati ditempatnya. Samantha yang menoleh kebelakang, menggeleng pelan. Setelah dirasa pisau yang menjadi senjatanya itu aman, Alex ikut duduk disamping Samantha.
"Tanganmu nggak terluka?" Alex melirik jari Samantha yang sebelumnya digunakan untuk mendorong pisau perak.
"Darah campuran." Ujar gadis itu datar. Alex menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Jelas sekali jika gadis disebelahnya sedang menyindirnya.
"Maaf buat yang tadi."
"Hm."
"Ada apa sampai kamu pergi ke wilayah utara secepat ini? Urusan kekaisaran?"
Gadis itu diam sejenak. Menghela nafas.
"Sok tau."
"Hei! Aku gini gini bakal jadi penerus makhluk seperti kita!" Alex berseru tidak terima. Samantha hanya mengangkat bahunya tidak peduli.
"Kucing pungut kok bangga."
Alex mendengus kesal. Jelas sekali perkataan pedas gadis disampingnya selalu benar.