Our Last Journey

Diantara Khita
Chapter #8

1.7 The Rules (2)

Hari ini adalah hari Sabtu, hari terakhir pembuktian bahwa ia bisa melakukan peraturan konyol yang dibuat sang pelatih. Yap, benar sekali. Anjani sudah gagal 4 kali dan nyawanya hanya tersisa hari ini. Awalnya Anjani tak menyalahkan aturan yang dibuat pelatih karena ia mengira Nara tidak akan bisa datang se-pagi ini, namun presepsinya salah ketika Abisena memberi tahunya jika rumah Nara terletak di belakang sekolahnya persis. Ia telah ditipu. Rasa kesal, lelah, dan putus asanya memuncak saat ia sudah setengah berlari mengelilingi sekolah.

Aku bisa!Pasti!Aku akan menang hari ini.

Kalimat itu ia ramalkan terus menerus di kepalanya agar ia tak berhenti berlari.

Anjani kamu bisa! Sudah sejauh ini, kau tidak boleh berhenti.

Gubrak!

“Ahh—" ringis Anjani saat dirinya tersandung kakinya sendiri. Buru-buru Anjani bangkit, menahan rasa sakit di lutut dan pergelangan kakinya. Hari ini ia harus mengerahkan semua kekuatan fisiknya agar menang dari sang pelatih. Soal memanah cepat ia sudah tidak memiliki masalah dengan itu. Abisena selalu mengajaknya berlatih bersama sebab itulah dia sudah terbiasa menggunakan teknik itu. Masalahnya hanya tinggal ia harus sampai di sekolahan sebelum Nara sampai.

“Selamat pagi Anjani.” Sapa Nara yang sudah duduk di bawah pohon mangga seperti biasanya.

Ia gagal kembali, itu artinya ia tak akan bisa bergabung dengan Abi sebagai patner. Anjani berjongkok menutup wajahnya, ia menangis. Meluapkan semua kekecewaannya.

“Kenapa kau menangis?” tanya Nara dengan santainya.

Anjani mengangkat kepalanya, “karena aku sudah gagal!”

“Siapa yang bilang kau gagal? Apa aku mengucapkannya?” kata Nara sambil menyodorkan sebuah tas paperback. Anjani menerima dengan wajah lesunya, tidak berniat melihat apa isinya.

“Kau tidak senang kuberi itu padamu?” Anjani menggeleng lemah. Moodnya sudah benar-benar kacau. Ia berpikir Nara pasti memberikan ini sebagai ucapan selamat tinggal karena ia telah gagal. Mau tak mau ia terpaksa membuka apa isinya ia tak mau menyinggung Nara, ia sudah baik masih memberinya sesuatu.

Mata Anjani membelalak ketika melihat jaket dan satu set pakaian dengan warna biru putih khas milik klub SMU Wirabrata. Apa ia salah lihat? Ia segera mengeluarkan itu untuk memastikan.

Anjani menutup mulutnya tak percaya sambil menatap pelatihnya yang kini tengah tersenyum padanya. Ia sudah memastikan dengan benar , ia melihat pada bagian punggung jaket itu bertuliskan Klub Panah SMU Wirabrata yang dibordir . Spontan Anjani memeluk pelatihnya dan mengajaknya melompat-lompat kecil. Ia sangat senang sekarang.

“Terimakasih pelatih!” seru Anjani kemudia melepaskan pelukannya.

“Astaga. Sama-sama sekarang coba kenakan, aku yang memilihkan ukurannya sendiri semoga saja cocok untukmu.”

Anjani segera mengenakan jaketnya,“wahh ini pas di tubuhku. Tapi pelatih kenapa kau memberikan ini padaku? Aku sudah gagal.” Ujar Anjani dengan keheranan.

“Kau tidak gagal Anjani, Aku membuat peraturan itu hanya untuk melihat kau memang bersungguh-sungguh atau tidak. Klub kami tidak membutuhkan orang yang tidak percaya dengan kemampuannya sendiri. Aku juga sudah melihatmu berlatih panah cepat dengan Abi dan kau bisa mempelajari itu dengan cepat. Jadi, selamat datang di tim kami.” Kata Nara sambil merentangkan tangannya tanda ia sudah menyambut Anjani.

Lihat selengkapnya