Our Lie

Dini Salim
Chapter #1

1. Happy Birthday, Papi

"Selamat ulang tahun, Papi!" seru seorang perempuan dengan rambut lurus sepanjang punggung dengan senyuman lebar saat melihat Papi-nya keluar dari kamarnya setelah mandi dan memakai pakaian bagus. 

Hari ini adalah hari ulang tahun Papi-nya. 

Papi tersenyum lebar menyambut seruan anak perempuan. Papi berjalan mendekat dan mencium puncak kepala anak perempuan. Mami ternyata sudah ada di meja makan, tersenyum kembali padanya. 

"Makasih, Lathi," kata Papi, pada anak perempuannya. 

"Sama-sama, Pi." Lathi menjawab dengan nada ceria. 

"Mana kadonya?" tanya Papi penasaran. 

Kening Lathi mengerut samar. "Hah?" 

"Hadiahnya. Hadiah buat Papi." Papi menengadahkan tangannya pada Lathi dengan wajah menuntut. Kemudian, ia menatap Lathi dengan kecewa. "Jangan bilang kamu nggak nyiapin?" 

Lathi tersenyum misterius, kemudian tiba-tiba Lito—kembaran Lathi yang hadir ke dunia dua menit setelah Lathi—muncul dari bawah meja makan dengan senyuman lebar penuh kebahagiaan. "Ta-da! Aku kadonya, Pi!" 

Papi baru sadar anak laki-lakinya tidak hadir di sini sebelumnya, tapi ia dibuat kebingungan dengan maksud dari semua ini. Jadi, Papi hanya menunjukkan wajah bingungnya. "Hah?" 

"Ih, Papi nggak seneng aku jadi kadonya?" Lito cemberut seperti anak kecil, padahal umurnya sudah menginjak tujuh belas tahun. 

"Oh," tukas Papi tersadar. Kemudian, ia segera tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk. "Papi seneng. Papi seneng, kok. Sini Papi peluk." 

Papi mengajak Lito untuk berpelukan, tapi ia justru memeluk Lathi dengan erat. Lathi nyaman di pelukan Papi-nya, tapi terasa ada yang kurang. Papi juga merasakannya, karenanya ia menatap pada Lito yang terdiam tak jauh darinya. 

"Lito juga sini, Papi mau peluk!" seru Papi meminta. 

"Nggak ah, geli." Lito mengangkat kedua bahunya dengan wajah ngeri, menolak keras-keras.

"Ey, jangan gitu dong. Waktu kecil kamu yang paling sering minta peluk ke Papi atau Mami." Papi meledek dengan nada sedih. "Sini, peluk! Ini kan hari spesial buat Papi."

"Ih, nggak!" seru Kito tepat menolak.

Lihat selengkapnya