Aldo tak pernah punya ekspektasi apa-apa tentang SMA Aksara Nusa yang kini menjadi sekolah lanjutannya setelah tamat sekolah di SMP. Aldo masuk ke sini karena jaraknya yang dekat dengan rumah, hanya berjalan kaki lima menit, maka Aldo akan sampai di gerbang sekolahnya.
Aldo kira SMA tak akan jauh beda dengan SMP. Maksudnya, tidak ada aturan ketat atau MPLS yang sangat ribet. Ternyata, SMA Aksara Nusa punya tradisi MPLS yang sangat membuat Aldo tercengang.
Saat masuk kelas yang disusun acak, tidak sesuai dengan pembagian kelas nanti, para senior yang bertugas di kelas Aldo segera menyampaikan beberapa informasi tentang sekolah. Seperti banyak kelas, jumlah lab, jumlah toilet dan aturan kebersihan yang ketat karena SMA Aksara Nusa termasuk sekolah Adiwiyata Nasional.
Para senior di depan pun memperkenalkan diri dan posisinya di OSIS yang tidak Aldo hafal semua. Hanya Tio, Amanda dan Abdul yang Aldo kenali karena perkenalkan mereka yang beda. Setelah itu, giliran para peserta MPLS yang memperkenalkan diri.
"Nama saya Febrialdo Calvin dari SMP Jati Negara. Panggil aja Aldo," kata Aldo saat gilirannya memperkenalkan diri. Dari SMP-nya, hanya Aldo yang ada di kelas ini. Sisanya, beda kelas.
Setelah itu, para senior tahu-tahu membagikan sebuah kertas ke atas meja setiap peserta MPLS. Termasuk Aldo. Semua peserta MPLS mengerutkan keningnya karena bingung dengan maksud kertas ini.
"Jadi, pekerjaan yang harus kalian tekuni itu tertulis di kertas itu, anggap aja itu cita-cita kalian. Seminggu ke depan, kalian harus buktiin kalau kalian itu bisa mencapai cita-cita itu." Tio menjelaskan dengan suara lantang. "Itung-itung latihan belajar gapai cita-cita nanti di masa depan. Apapun pekerjaan yang tertulis di kertas di depan kalian, nggak boleh ada keluhan ataupun tuker-tukeran sama temen. Kalian harus menghadapinya dengan berani, dengan begitu, kalian bukan seorang pengecut."
Aldo mengangguk paham.
"Di hari terakhir MPLS, kalian harus buktiin bahwa cita-cita itu tercapai dengan baik dengan meminta pengakuan dari orang yang duduk di samping kanan kalian saat ini," lanjut Tio dengan senyuman lebar. "Seminggu ke depan, posisi duduk ini jangan sampai ada yang berubah."
Perkataan Tio membuat semua peserta MPLS menanam ingatan tempat duduk mereka dalam kepala dan menatap ke arah seseorang yang duduk di samping kanan. Termasuk Aldo. Saat Aldo melihat ke samping kanannya, duduk seorang perempuan dengan rambut lurus sepunggung yang sisi wajahnya saja sudah membuat Aldo terpesona.
Kemudian, jatuh cinta begitu saja.
Saat ini, Aldo percaya bahwa jatuh cinta memang bisa terjadi secepat itu. Bahkan Aldo yakin, tak membutuhkan satu detik untuknya merasakan bunga-bunga di hatinya.
Aldo buru-buru memalingkan wajahnya saat perempuan yang duduk di sampingnya menoleh padanya. Aldo menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan supaya ritme degup jantungnya bisa kembali normal setelah sebelumnya sangat tak beraturan akibat melihat seseorang yang bisa saja Aldo sebut sebagai bidadari.
Seumur hidupnya, Aldo belum pernah melihat seseorang yang terlihat secantik perempuan yang duduk di samping kanannya. Bagaimana bisa ia terlihat secantik itu? Keningnya yang lurus dan mulus, tulang hidung yang sempurna, bulu mata lentik dan bibir tipis dengan bentuk serupa sebuah jeruk membentuk sebuah pahatan sempurna.
Aldo merutuk dalam hati karena lupa akan namanya.