"Ya elah, Kepala Sekolah sama guru-guru yang lain pasti maklum lah kalau lo warnain rambut," tukas April dengan nada tak habis pikir setelah Lathi mengoceh soal kedatangannya pagi-pagi dan memakai topi hitam sepanjang hari untuk menutupi rambut yang berwarna. "Secara, lo kan anaknya brand ambassador pewarna rambut. Lo juga anak aktris, pasti dimaklumi, dong."
"Bener, tuh," lanjut Mega setuju. "Lo parnoan amat. Aneh. Padahal banyak tuh anak-anak yang warnain rambutnya dan pede-pede aja, tuh."
April dan Mega adalah teman dekat Lathi, jadi Lathi memaafkan saja perkataan mereka yang justru tidak mendukung keinginannya. Lathi membalas dengan sabar, "gue malu. Gue juga nggak mau pake nama orangtua gue buat nggak taat sama aturan. Dan orang-orangnya yang warnain rambut dan tunjukkin itu secara terang-terangan, pasti digunting langsung sama guru kesiswaan!"
April berdecak kesal. "Kan lo anaknya Liliana Kim, bilang aja gitu. Apa susahnya, sih?"
"Kan gue—"
"—nggak mau pake nama orangtua gue," potong Mega dengan jengah. Saking seringnya Lathi bilang begitu, ia jadi hafal seperti jadwal maskerannnya. "Basi ah, La."
"Itu tau," balas Lathi dengan embusan napas lelah.
"Yah, mau gimana lagi," kata April dengan tatapan mata malas. "Lo maunya gitu. Jadi, kita nggak bisa bilang apa-apa lagi."
"Lo berdua jangan cepu, ya," ancam Lathi dengan tegas. "Awas lo berdua kalau sekolah tau gue warnain rambut."
April mengangguk-angguk dengan senyum geli. "Iya, iya. Kita nggak bakalan Cepu. Ya kan, Meg?"
Mega mengangguk. "Yoi. Lo pikir kita siapa? Sampai sekarang, satu sekolah aja belum tau kalau lo satu rahim sama Lito anak sebelah gara-gara mulut emas gue sama April."
Lathi memang meminta April dan Mega untuk merahasiakan tentang dirinya yang punya kembaran pada siapapun karena Lathi tak mau kecipratan populernya Lito. Beruntung sekali mereka berdua beda kelas setelah sebelumnya satu kelas saat MPLS, jadi Lathi tidak menyita banyak perhatian karena dia selalu menunduk saat berjalan.
Lathi tak suka perhatian, tak suka juga dengan kehebohan. Semuanya membuatnya sesak.
Di sekolah, Lito memang sangat populer karena kepintarannya yang beberapa kali memenangkan kompetisi. Belum lagi paras yang diturunkan dari kedua orangtuanya, Lito sukses menarik perhatian siapapun yang berada di sekelilingnya.
Meski kembaran, Lathi bertolak belakang dengan Lito.
Lathi lebih memilih kamarnya yang sepi dari tempat terindah di belahan dunia manapun.
Lathi menipiskan bibirnya."Iya, iya. Makasih ya, karena udah betah jadi temen gue. Love you."
***