Hari ini, Aldo sengaja ikut Dery latihan volly untuk pertama kalinya. Bukan ikut latihan sebenarnya, tapi Aldo akan menambah jam larinya saat pulang sekolah. Biasanya, Aldo lari di lapangan saat pagi saja.
Sudah saatnya Aldo meningkatkan kerajinannya, tapi ia tak menyangka kalau keputusannya hari ini membawa untuk bertemu dengan Lathi.
"Berani banget lo nonyor kepala Lito kayak tadi," kata Dery saat Lathi mendekat ke arahnya setelah berganti pakaian dengan baju olahraga sekolah untuk melakukan latihan sebagai realisasi kegiatan ekskul bola volly yang diketuai Dery.
Lathi hanya melengos menanggapi perkataan Dery yang menurutnya tidak lebih berarti dari melakukan pemanasan sebelum melakukan pertandingan sebagai salah satu bagian dari kegiatan ekskul.
Dery sudah hafal tabiat Lathi setelah satu tahun mengenalnya sebagai anggota ekskul yang rajin. Bukan sifatnya Lathi untuk berbuat tidak sopan pada Lito. Lathi selalu lemah lembut, pemalu dan baik-baik saja selama Dery mengenalnya.
"Emangnya lo kenal sama Lito? Dari kapan?" tanya Dery penasaran, menyuarakan apa yang selama ini bercekol di benak Aldo juga. Namun, keberanian Aldo tidak sebanyak Dery yang memang sudah mengenal Lathi.
Mungkin saja saat ini Lathi tidak mengamalkan Aldo. Jadi, Aldo lebih memilih diam daripada nanti malu sendiri karena bersikap sok kenal.
Lathi berhenti melakukan pemanasannya. Di sini, orang yang paling dekat dengan Lathi memang Dery. Jadi, ia tak akan emosi karena diganggu oleh pertanyaan tak penting itu. "Gue nggak kenal sama Lito. Tadi cuma kesel aja karena tiba-tiba ganggu waktu gue mau makan."
Dery dan Aldo kompak mengangguk tanpa komando. "Ya udah, kita mulai aja pemanasannya bareng-bareng," cetus Dery dengan senyuman lebar. Saat menoleh pada Aldo, ia teringat sesuatu. "Oh, ini namanya Aldo," katanya pada Lathi.
Lathi menoleh lagi. Beda dari ketika melihat Dery, mata Lathi berubah tajam ketika melihat Aldo. Keningnya mengerut samar saat memerhatikan Aldo lebih lekat yang kini merapal dalam hati karena takut kena marah. Padahal Aldo merasa tidak salah apa-apa. Tetap saja, tatapan Lathi itu lebih tajam dari samurai.
"Lo yang nabrak gue tadi," simpul Lathi ketika ingat. Nada suaranya dingin dan datar.
Aldo merinding mendengarnya, tapi ia berusaha untuk tersenyum lebar. Untuk kedua kalinya, Aldo mengulurkan tangannya. Seperti maksudnya di saat sebelumnya, Aldo ingin Lathi mengingat dirinya—kalau-kalau ia lupa.
"Gue Aldo," kata Aldo.
Beda dengan sebelumnya yang hanya menatap ukuran tangan Aldo tanpa minat, kini Lathi menjabatnya meski dengan wajah tanpa senyuman. "Lathi."
"Udah tau," balas Aldo senang. Lalu, begitu saja, jabatan tangan mereka terlepas.
"Ini temen gue, La," lanjut Dery seraya menepuk pundak Aldo dengan bangga. "Sama kayak Lito, Aldo juga pinter. Mereka tahun ini jadi saingan di olimpiade."
Lathi mengangguk, kelihatan tidak begitu tertarik, kemudian berbalik pergi ke arah lapangan di mana anggota ekskul volly lainnya berkumpul. Aldo melihatnya dengan sebuah senyuman penuh arti.
"Lathi emang gitu. Juteknya kebangetan kalau baru pertama kali kenal," kata Dery memberitahu. "Tapi kalau udah kenal, anaknya baik, kok."
"Emang jarang senyum, ya?" tanya Aldo.
"Jarang banget senyumnya, tapi tetep aja baik," jawab Dery.