"Lo ilang uang nggak?" tanya Lito pada Aldo dan Dery segera setelah datang ke kelas dan duduk di kursinya.
Secepat kilat, Aldo langsung menoleh dan matanya berbinar-binar saat melihat uangnya. Mengapa Aldo bisa langsung mengklaim bahwa itu miliknya? Karena sebelumnya ia sudah mencurat-coret orang yang ada di uang itu. "Itu punya gue, To."
"O, punya lo?" Lito bertanya lagi.
"Iya."
"Nih."
Segampang itu, Aldo mendapatkan kembali uangnya hingga ia bisa melunasi utangnya pada Bu Santi dengan segera. Aldo mengantongi uang itu agar tidak hilang lagi dan menatap Lito dengan pandangan terharu. "Makasih ya, To. Seneng banget gue. Omong-omong, di mana lo nemuin uang gue?"
"Sama-sama," balas Lito cepat. "Tapi kembaran gue yang nemuin itu. Bukan gue."
Mendengar itu, Aldo langsung tersenyum lebar. "Lathi maksud lo?"
"Ya," Lito menganguk, "yang mana lagi?"
Aldo tersenyum senang. Sepertinya tali takdir mulai mempertemukan Aldo dan Lathi. Karenanya, Aldo sangat bersemangat untuk berjuang lebih keras lagi.
***
Aldo sengaja ditinggal Dery untuk menunggu kedatangan Lathi di depan kelasnya. Saat Aldo menengok sekilas, ternyata Lathi sedang membersihkan kelas. Ternyata, selain baik hati, Lathi juga rajin. Aldo menunggu dengan senang hati.
Ketika akhirnya selesai dan Lathi keluar kelas, Aldo langsung menyambutnya dengan senyuman lebar hingga Lathi terkejut setengah mati. Meski begitu, wajah datarnya tetap bertahan.
"Makasih, ya," kata Aldo terus terang. "Lo udah temuin uang gue. Kalau nggak ada uang itu, gue nggak bisa makan. Kalau nggak ada lo, uang itu juga nggak ada dan gue nggak bisa makan juga akhirnya. Makasih, ya."
Lathi mengerjap dengan tatapan aneh.
Aldo tersadar, kemudian tersenyum kikuk. "Sorry, gue jadinya nyerocos nggak jelas. Tapi, serius. Gue merasa berhutang banget sama lo."
Lathi masih diam. Bukan karena ia tak mengerti, tapi karena ia tak bisa pada sembarangan orang. Lathi selalu diperingatkan orangtuanya untuk berhati-hati pada seseorang yang belum dikenal dekat.
Lathi tak pernah tahu apa maksud Aldo datang pada kehidupannya.
"Lo bilang sesuatu," kata Aldo pada detik berikutnya, "gue bakal kabulin kalau lo mau."
Mata Lathi menatap lurus-lurus pada Aldo. "Gue lagi nggak butuh sesuatu."
Seperti sebelumnya, Lathi selalu pergi setelah bicara seperlunya. Aldo segera menyusulnya, berjalan di sebelahnya tak beberapa lama kemudian.
"Latihan volly, ya? Gue juga mau lari sekarang. Jadi, kita bareng ke lapangannya."
Lathi hanya fokus berjalan, menatap ke depan. Seolah Aldo tak ada. Aldo membuang napas karena mendadak semangatnya jadi surut karena ditolak berkali-kali oleh Lathi bahkan belum lima menit berlangsung.
Namun, Aldo tak bisa menyerah secepat itu. Jadi, ia memutar otak untuk menjalin percakapan sebelum sampai di lapangan tempat latihan volly. "Omong-omong, lo mau kue jahe lagi nggak?"
Langkah Lathi langsung terhenti, mendadak membuat Aldo terkejut. Mata Lathi berbeda dari biasanya, ada binar bahagia di dalamnya saat menatap mata Aldo yang membulat terkejut. "Lo beli di mana kue jahe itu?"
"Ha?" Aldo mendadak gagu. "Oh, gue bikin sendiri. Resep Nenek gue."
"Bikin sendiri?" Lathi terkejut lagi.
"Iya," balas Aldo dengan tawa kecil. "Lo mau?"
"Boleh."