"Pi, Mi, aku ada kerja kelompok hari ini." Lathi melapor saat setelah sarapan bersama Papi dan Mami. "Boleh, ya?"
"Kerja kelompok apa?" tanya Papi penasaran.
"Seni Budaya," bohong Lathi cepat. "Ada penampilan vocal group buat Minggu depan. Hari ini mau latihan."
"Oh, ya?" Mami bersuara.
"Iya, Mi," balas Lathi dengan wajah penuh keyakinan. Ia sudah banyak berlatih akting, karenanya kini mudah baginya untuk berlagak kata-kata adalah benar.
"Sama siapa?" tanya Mami.
Lathi membasahi bibir bawahnya dengan gugup mulai merasuki. Lathi mengalihkan pandangannya ke arah lain saat ia sadar bahwa April dan Mega tengah punya masalah hingga tak mungkin Lathi tiba-tiba menelepon mereka untuk pura-pura ada kerja kelompok seperti sebelum-sebelumnya. Boro-boro mengangkat panggilan telepon dari Lathi, dikirim pesan pun keduanya enggan untuk membaca.
Lathi merasa sangat frustasi. Ia berdecak, kemudian tersadar bahwa ada Lito di sampingnya. Dari tadi, kembarannya itu memang belum selesai sarapan, jadi dia pun ikut mendengarkan dalam diam.
"Ada, Mi." Lathi menjawab yakin. "Temennya Lito juga."
Mami menatap Lathi dengan penuh keraguan. Seperti biasanya, Mami selalu begitu tiap kali Lathi akan keluar di hari Minggu. "Coba telepon," suruhnya, persis seperti terakhir kali Lathi kerja kelompok.
Mau benar atau tidak kerja kelompoknya, Mami pasti akan meminta Lathi untuk membuktikan kebenarannya. Untuk itu, Lathi menatap Lito dengan pandangan penuh permohonan.
"To, pinjem hp-nya, ya," pinta Lathi lembut.
Kening Lito mengerut. Namun, ia segera mengangguk saat di bawah sana, kaki Lathi bergerak cepat untuk menginjak jari kelingking kakinya. "Boleh-boleh. Pake aja."
Lathi tersenyum penuh kemenangan. Kemudian mengambil ponsel Lito yang tergeletak tak jauh darinya, membuka kuncinya yang sudah ia hafal—tanggal lahir Lito yang juga tanggal lahirnya—lalu memanggil nomor Dery.
Setelah Lathi menunggu, ternyata laki-laki itu tidak menjawabnya. Lathi berdecak gemas. Ia melihat wajah Papi dan Mami yang menunggunya dengan tatapan mulai menajam, kemudian tanpa berpikir panjang, ia memanggil nomor Aldo.
Hanya dua laki-laki itu Lathi kenal secara pribadi dari semua kontak yang ada di ponsel Lito. Sementara kenalan Lathi sendiri hanya April dan Mega, hanya nomor mereka berdua sebagai orang luar yang Lathi kenal.
Untunglah, tak lama kemudian Aldo menerima telepon darinya yang memakai nomor Lito.
"Halo, Do?" Lathi langsung bersuara. "Hari ini kita jadi kerja kelompok Seni Budaya buat kerja kelompok, kan?"
Setelah bertanya begitu, Lathi menaruh ponsel Lito di atas meja dan mengaktifkan mode loudspeaker agar kedua orangtuanya bisa mendengar jawaban Aldo sebagai bukti kebenaran perkataan Lathi tentang diadakannya kerja kelompok hari ini. La sekali Aldo menjawab, membuat Lathi memiliki bulir-bulir keringat dingin di pelipisnya.
Papi dan Mami mengerutkan keningnya menunggu balasan Aldo, sementara Lito tersenyum miring, ia sudah hafal tabiat Lathi dan aksi bohongnya saat ini. Sebagai kembaran yang baik, Lito harap Aldo bisa mengerti. Secara, anak itu saingannya untuk dapat peringkat pertama.
"Halo?" Mami bersuara dengan gemas. "Ini Mami-nya Lathi, apa kamu benar teman kerja kelompoknya?"