Our Lie

Dini Salim
Chapter #13

13. Kenyataan Kejam

Waktu mau berangkat pagi ini, Lathi tak menemukan Pak Anton di mobil. Lathi berdecak sebal, hendak langsung pergi saja saat tak juga menemukan Pak Diman, satpam rumah yang memegang kunci gerbang rumah. Lathi frustasi, jadi ia kembali ke kamar dan menunggu hingga matahari hadir menyinari. 

Lathi menatap bayangan wajahnya di depan cermin. Wajahnya mengeras saat melihat rambut depan bagian kirinya diwarnai dengan hijau lumut. Jika hanya diwarnai sedikit, sudah pasti tak kelihatan. Namun, kali ini sebagian rambutnya diwarnai hijau hingga hanya orang buta atau katarak yang tak bisa melihatnya. 

Kemarin, keluarganya datang ke sebuah acara spesial Mami. Lathi juga ikut karena kata Mami, sudah waktunya perempuan itu unjuk diri. Hingga akhirnya, malam tadi, seluruh dunia tahu bahwa Lathi adalah bagian dari keluarga Efrad yang selama ini disembunyikan. 

Lathi mendapatkan banyak perhatian. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan yang datang, tatapan-tatapan yang mulai sering memerhatikan dan pujian atau cacian yang muncul seiring kalinya melangkah ke depan. 

Saat menghadiri acara itu, warna rambut keluarga mereka berganti lagi. Kali ini hijau lumut. Papi mewarnai rambutnya sedikit, Mami juga, Lathi sebagian dan Lito hanya sekitar 500 helai di bagian kanan. Hal itu dilakukan dengan berbagai pertimbangan, tujuannya agar Lathi mendapatkan perhatian lebih banyak dari Papi, Mami atau Lito yang memang sudah terkenal.

Lathi ingin menangis saja. Sekarang, hidupnya akan sangat berubah. 

Tidak ada lagi Lathi yang hanya diam di kamar dengan game mobile, tidak ada lagi Lathi yang selalu bersembunyi, tidak ada lagi Lathi yang menunduk untuk menghindari perhatian dan tidak ada lagi Lathi sebagai orang biasa-biasa saja. 

Sekarang, Lathi merupakan salah satu kandidat pemeran utama film Tawa. Kemarin, sutradaranya sendiri yang datang pada Lathi Dan memberikannya naskah serta menawari kontrak. Lathi menerima naskahnya, akan berjuang sebisanya, tapi belum menandatangani kontrak karena masih menimbang banyak hal. 

Bagaimana kalau dia dihujat? 

Bagaimana kalau dia melakukan kesalahan? 

Bagaimana kalau dia akhirnya depresi karena banyak perhatian? 

Bagaimana kalau—

"Lathi, sarapan," ajak Lito. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat Lathi sangat terkejut. Beda dengan Lito yang menatap kembarannya dengan heran. "Kok bengong? Dari tadi gue di sini liatin lo, lho. Nggak sadar?" 

"Hah?" Lathi segera beranjak dari duduknya. "Oh ...."

Tahu-tahu, langit di luar kaca jendelanya sudah terang benderang, menandakan matahari telah hadir. Lito pun sudah siap dengan seragamnya. Lathi memiringkan kepalanya, berapa lama ia melamun tadi? 

"Gue nyusul, To. Lo duluan turun aja. Gue mau siapin buku dulu," balas Lathi. 

"Oke." Dengan begitu, Lito menutup kembali pintu kamar Lathi dan turun menuju meja makan yang telah tersedia makanan untuk sarapan buatan Mami. Di sebelah Mami, Papi sudah duduk dengan setelan jasnya yang rapi. 

"Lathi mana?" tanya Mami langsung. 

Lito mengambil gelas dan meminum isinya sebelum menjawab. "Masih di kamar. Katanya siapin buku dulu."

"Oh." Mami mengangguk-angguk. 

Tak lama kemudian, Lathi turun dengan wajah datarnya dengan tangan kanan menenteng tas sekolahnya. Lathi menarik tasnya di bawah, sementara ia duduk di sebelah Lito dan memakan sarapannya.

"Hari ini Papi yang anterin," kata Papi tanpa ditanya. "Papi yang minta Pak Anton sama Pak Diman buat datang agak siangan. Biar kamu nggak berangkat sendiri lagi, Lathi." 

Lihat selengkapnya