Our Lie

Dini Salim
Chapter #18

18. Cita-citanya

Malam kemarin, Lathi memesan Pak Anton untuk datang pagi-pagi untuk mengantarkannya ke sekolah tanpa sepengatahuan Papi atau Mami. Oleh karena itu, kini ia berada di dalam mobil menuju ke sekolahnya pada saat jam tangannya menunjukkan waktu jam enam lewat lima menit. 

Lathi tersenyum penuh semangat karena jam segini, Aldo pastinya masih ada di lapangannya, berlari mengelilinginya seperti biasa. Benar saja, saat sampai di sana, Lathi segera disuguhi pemandangan Aldo yang berlari mengelilingi lapangan. 

Pemandangan itu sudah seperti film yang Lathi suka. Mau puluhan atau ratusan kali ia melihatnya, maka ia tidak akan pernah merasakan rasa bosan.

"Aldo!" seru Lathi keras

Seruannya membuat Aldo berhenti berlari. Laki-laki itu berbalik dan menoleh pada arah suara yang sebelumnya meneriakkan namanya. Senyumnya sontak mengembang saat melihat Lathi berdiri di sisi lapangan. Aldo segera berlari kecil ke arah pacarnya itu.

"Hai, Lathi," sapa Aldo hangat seperti biasa. 

Entah kenapa, efeknya berbeda dari sebelumnya. Di sekeliling Lathi tiba-tiba muncul bunga-bunga bermekaran dengan kupu-kupu dan pelangi mengitarinya. Lathi tak pernah menyangka bahwa melihat seseorang di sebuah pagi bisa terasa seistimewa ini. 

"Hai, Aldo." Lathi tersenyum kecil, kemudian menyodorkan kotak makan kepada Aldo. Kotak makan itu adalah kotak makan hari kemarin yang Aldo beri pada Lathi yang isinya sudah pasti kue jahe. "Nih." 

Aldo menerimanya, keningnya mengerut samar saat merasakan beban lebih berat dari kotak makan itu. "Nggak dimakan? Nggak enak?" 

"Nggak. Kue jahenya udah gue makan semuanya, enak banget kayak biasanya." Lathi menggeleng sambil tersenyum geli, kemudian mengambil tangan Aldo untuk duduk saling bersebelahan. "Buka aja." 

Aldo menuruti apa kata Lathi. Matanya membulat senang saat melihat roti lapis di dalamnya. Di permukaan rotinya, ada emoji senyum yang diguratkan oleh saus. Aldo menoleh pada Lathi dengan penuh semangat. "Buat gue, nih?" 

"Buat siapa lagi, dong?" Lathi tertawa geli. "Gue nggak tau lo suka apa. Tapi, itu satu-satunya hidangan buatan gue yang diakui enaknya sama Papi, Mami dan Lito. Di dalamnya ada nugget ayam, sosis, mayo, selasa sama mentimun. Kalau lo alergi sama salah satu bahannya, bisa disisain aja. Jangan dimakan, nanti sakit." 

"Nggak, kok. Semua bahan-bahannya bukan alergi gue. Kebetulan, gue belum temuin bahan makanan yang bikin gue alergi." Aldo mau menangis rasanya. Ia tak menduga Lathi bisa seperhatian ini padanya. "Makasih, ya." 

"Sama-sama." Lathi mengangguk dengan wajah senang. Untuk pertama kalinya, ia memberi makanan buatannya pada orang lain selain keluarganya. Lathi tak bisa tidak merasa gugup saat ini. "Makan aja, Do. Gue rela bangun pagi banget buat bikin itu." 

Aldo mengangguk sambil tersenyum. "Gue makan, ya." 

"Makan aja." 

Lathi memerhatikannya dengan seksama. Bagaimana Aldo menggigit ujung roti lapis buatannya, kemudian mengunyahnya perlahan-lahan. Lathi pikir Aldo tak menyukainya karena laki-laki itu terus menggigit roti lapisnya tanpa berkata apa-apa. 

Lihat selengkapnya