Berhari-hari ini Aldo dan Lathi sangat jarang bertemu. Aldo disibukan dengan sesi latihan soal bersama pembimbing untuk mengikuti olimpiade, Lito juga ikut dan sering menceritakan kesibukannya pada Lathi. Sementara Lathi, perempuan yang baru-baru ini ketenarannya semakin naik itu juga sibuk dengan sesi latihan dan jelas aktingnya bersama Tante Imel.
Bahkan keduanya pernah pulang sampai jam dua belas malam dan bertukar pesan singkat tentang selamat tidur dan jangan lupa untuk berdoa sebelumnya.
Lathi merindukan Aldo, begitupula dengan Aldo. Namun, takdir rupanya tak sepemikiran dengan keduanya. Setiap kali Lathi bisa menemui Aldo, Aldo ada sesi tambahan setelah pulang sekolah dan banyak tugas hingga malam menjemput.
Sementara itu, saat Aldo sendiri punya waktu senggang, Lathi kerap kali di ajak Mami untuk pergi ke salon dan melakukan perawatan tubuh atau dibawa Papi untuk mewarnai rambut sesuai mood hari itu. Seminggu ini, Lathi sudah mengganti warna rambut sampai tiga kali karena Papi. Hal itu membuat Lathi semakin menarik perhatian dan Lathi mulai terbiasa dengan itu.
Berkatnya, Aldo dan Lathi sampai lupa bahwa keduanya saling memiliki.
Lalu, waktu tanpa terasa berjalan secepat itu. Tahu-tahu, keduanya telah melaksanakan Penilaian Akhir Semester. Lathi mengeratkannya kerja kerasnya disela padatnya latihan akting. Ternyata, hasilnya tak seburuk itu meski ada beberapa yang buruk.
Ada waktu luang sebelum masuk ke Minggu liburan tahun ajaran baru memasuki semester genap serta tahun baru. Pembimbing untuk ajang olimpiade Aldo juga menentukan Aldo untuk istirahat seminggu ini, Lathi pun demikian.Tante Imel memberi nilai C pada kemampuan aktingnya selama satu bulan terakhir dan boleh istirahat agar tidak stress.
Seminggu lagi rapor hasil belajar satu semester akan dibagikan, pembelajaran telah selesai, hanya ada sesi perbaikan nilai untuk mengisi rapor dengan nilai yang lebih baik. Jadi, Aldo dan Lathi akhirnya punya waktu luang untuk dihabiskan bersama-sama. Setelah Lathi menyelesaikan prosesi perbaikan nilainya pada beberapa mata pelajaran, Aldo mengajaknya untuk keluar bersama-sama menghabiskan waktu.
Keduanya sepakat bertemu saat hari natal, satu hari sebelum rapor dibagikan untuk setelahnya akan libur selama dua Minggu. Aldo dan Lathi sadar bahwa hari ini adalah hari terakhir mereka bisa bertemu. Kemungkinan besar, saat Minggu liburan nanti, Lathi akan pergi ke sebuah tempat bersama keluarga besarnya dan akan pulang sehari sebelum masuk sekolah.
Aldo mengerti itu, karenanya ia menyiapkan rencana kencan terbaik yang pernah ia buat beberapa jam sebelum ia datang ke tempat janjian.
Keduanya sepakat bertemu di depan gedung Imelucas pada jam empat sore. Lathi izin pada Papi dan Mami untuk berjalan-jalan sendiri dengan tujuan menghilangkan stress dan akan pulang selarutnya jam sepuluh malam. Papi dan Mami jelas mengizinkan karena selama ini Lathi selalu menuruti apa keinginan keduanya, maka kali ini keduanya harus menuruti apa yang diinginkan Lathi.
Lathi memakai kemeja merah marun dan jins hitam. Rambutnya dikepang menjadi satu dengan indah dan beberapa jepit bunga menghiasi sisi kanannya. Wajahnya tak begitu dipoles make-up, hanya memakai lip-balm. Di lehernya ada kalung perak, hadiah ulangtahunnya yang ke-sepuluh dari Papi. Di bahunya, tersampir tas selempang berwarna hitam. Kakinya dibalut fakta shoes yang juga hitam.
Dengan penampilan itu, Lathi menyambut Aldo. Senyumnya mengembang saat melihat laki-laki itu. Padahal mereka tidak janjian atau semacamnya, tapi Aldo juga memakai kaos berwarna merah dan jins hitam. Dengan begitu, keduanya benar-benar seperti pasangan jamas kini yang segalanya couple-an.
"Lo ngintip dulu gue pas mau pake baju, ya?" tanya Aldo dengan tawa kecil setelah melihat penampilan Lathi. Sungguh, Aldo masih merasa mimpi bahwa sekarang posisi Lathi baginya adalah pacar.
Aldo melihat dirinya sendiri. Dia dan Lathi seperti batu dan permata. Sungguh menyedihkan, tapi seperti kata orang-orang, cinta itu buta. Maka, Aldo tak akan mempermasalahkan hal itu lagi dan akan bersenang-senang mulai saat ini.
"Lo yang ngintip," balas Lathi turut merasa geli. "Gue duluan yang sampai di sini."
Aldo tertawa lagi. "Oh, iya. Lo bilang ke ortu apa? Kok boleh?"
"Gue bilangnya mau jalan-jalan sendiri, hilangin stress," balas Lathi dengan senyum kecil, tapi kemudian ia merasa agak bersalah. Wajah Aldo saat mendengarnya pun tidak begitu kelihatan senang. "Maaf, Do. Padahal gue jalan-jalan sama lo, kenapa gue nggak bilang jalan-jalan sama temen aja—"
"Nggak apa-apa," tukas Aldo seraya mengambil tangan Lathi dan menggenggamnya dengan erat. "Sore ini, kita harus seneng-seneng. Nggak boleh ada maaf atau makasih."
Lathi tak bisa menahan senyum senangnya. Tangan Aldo besar, terasa hangat dan nyaman saat menggenggam tangannya. Bahkan tangan Papi tidak terasa semenyenangkan ini saat menggenggam tangan Lathi. Kini, Lathi bertanya-tanya, sebenarnya siapa Aldo baginya?
Apakah Aldo adalah tempat untuk rusuk Lathi hadir melengkapinya?
"La," tegur Aldo saat Lathi terlihat begitu kosong. "Kok bengong?"
Lathi langsung menggelengkan kepalanya saat mulai merasakan dirinya kacau karena membayangkan hal yang tidak-tidak. Buru-buru, Lathi tersenyum. "Kenapa, Do? Lo bilang apa sebelumnya?"
"Mikirin apa, sih? Sampai nggak fokus gitu," balas Aldo heran. "Gue tanya sebelumnya, lo siapa berkencan dengan Febrialdo Calvin?"
Kening Lathi mengerut. Mendadak lupa ingatan. "Febrialdo Calvin siapa?"