Our Lie

Dini Salim
Chapter #21

21. Ada Pawang

Kadang, perempuan itu rumit, tapi mereka juga bisa sesederhana memberi permen pada anak kecil untuk melihat senyumannya terbit. Hal serupa juga berlaku pada Lathi. Perempuan itu tak lagi terlihat marah atau kesal saat Aldo ajak jalan-jalan di jalanan indah yang mulai menggelap dan berakhir di sebuah kedai bakso yang sudah terkenal dengan kesedapannya.

Setelah memesan, keduanya menunggu dengan sebuah senyuman senang tercipta di masing-masing wajah. Kedai ini tidak berada di pinggir jalan, kedainya memiliki ruangan sendiri seperti rumah yang tak seberapa luas. Namun, terasa nyaman karena bersih dan tidak terlalu padat pengunjungnya. Beberapa hiasan ala natal pun turut menghiasi, membuat suasana semakin membuat Lathi bersemangat. 

Karena itu, ia segera mengeluarkan ponselnya. Memotret beberapa. Mejanya, interiornya, dirinya dan tidak sengaja turut mengajarkan kamera ponselnya pada Aldo. Aldo yang sadar akan itu langsung mengacungkan dua jarinya, bergaya dan tersenyum lebar. 

Lathi tak mau sia-siakan kesempatan. Meski merasa agak malu, ia akhirnya mengambil potret diri Aldo satu kali. Setelahnya, ia memasukkan kembali ponselnya pada tas selempang. 

"Kalau malem, pasti bagus banget," kata Aldo seraya membayangkan dirinya jalan-jalan bersama Lathi malam nanti. 

"Iya." 

"Oh, ya. Gue mau minta sesuatu dari lo," tukas Aldo saat teringat. 

Kini, amarah Lathi sudah reda. Jadi, ia mengangkat alisnya dengan wajah biasa saja. "Mau minta apa emangnya?" 

"Gue mau, nanti kita putus baik-baik," kata Aldo santai. 

Lathi langsung membulatkan matanya, wajahnya tampak tak senang. "Maksudnya?" 

"Seandainya," jelas Aldo lebih lanjut. "Seandainya kita harus putus, semuanya harus baik-baik. Jangan memutuskan karena emosi sesaat atau dorongan orang lain. Kita harus—"

"Kita nggak bakal putus." Lathi menukas Aldo. "Kita nggak boleh saling memutuskan. Awas lo." 

"Lah?" Also tertawa geli melihat reaksi Lathi. "Segitu sukanya sama gue, sampai nggak mau putus?" 

Lathi menatap Aldo lurus-lurus. "Iya." 

Dan Aldo tak bisa balas berkata-kata lagi. Bagaimana Lathi mengatakannya, membuat Aldo sadar bahwa perasaan Lathi bukan untuk main-main, perempuan itu sungguh-sungguh. Aldo tak pernah merasa dicintai sampai seperti ini oleh seorang perempuan yang dia juga suka, maka dari itu Aldo agak terkejut. 

Kemudian, Aldo menyadari sesuatu. Bahwa Lathi adalah takdirnya. 

Lihat selengkapnya