Maret 2011
Aku baru saja meletakkan hidangan terakhir di meja. Dan tiba-tiba seorang gadis kecil berlari ke arahku. Dengan suara riang menyejukkan hati. Shayra. Usianya baru empat tahun, tapi terkadang dia bisa lebih dewasa dari para tetua.
Vibesnya ibu-ibu banget. Tapi juga sangat menggemaskan. Tunggu. Jika dia di sini, artinya ... Segera ku lepas celemek dan melempar ke sembarang tempat. "Tante ke depan dulu. Om Kenang ada di ruang kerja, sayang."
Antusiasme yang sangat sia-sia. Aku bahkan tak bisa merasakan ada tanda-tanda kehidupan. Tentu saja sangat tidak mungkin Shayra datang sendirian. Tapi ke mana mereka?
"Tante harusnya dengerin aku dulu. Mami Papi ada urusan sebentar. Aku yang mau ke sini duluan."
Ups! Memang ya, melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru itu juga tidak begitu baik. "Baik, lain kali Tante akan dengarkan. Om Kenang masih belum keluar?"
"Om nggak ada."
Ini kok janjian menghilang begini sih. Makanan sudah siap. Dan hanya ada kami berdua. Tapi ke mana Kenang? Aku yakin tidak melihatnya keluar dari ruangan. Ah sudahlah, dia sudah janji untuk makan bareng di rumah.
Sembari menunggu, kami menghabiskan waktu dengan bersantai di teras belakang. Shayra sama sepertiku, suka hal-hal berbau seni. Kami sedang menguji chemistry.
Duduk saling membelakangi, dan sama-sama membuat goresan. Sejak dia lahir, aku sudah merasakan ikatan yang unik dengannya. Meskipun, aku tak bisa selalu ikut menjaganya.
Terakhir kali bertemu juga saat resepsi pernikahan. Ya, meskipun aku juga beberapa kali melakukan panggilan telepon. Tapi itu tak cukup. Kakak dan Kakak iparku sama-sama sibuk. Shayra juga lebih sering bersama pengasuhnya.
Entah sudah seberapa jauh jarum jam berpindah. Dan kami sudah menyelesaikannya. Lalu saling menunjukkan gambar masing-masing. Aku sangat takjub, sungguh, karya yang luar biasa untuk anak umur 4 tahun.
"Ekhem!"
Aku melihat ke sumber suara, tiga orang sedang berdiri di tengah pintu. Dengan tangan terlipat di dada. Ya Tuhan, mengapa mereka terlihat agak menyeramkan. Seolah sedang menangkap basah pelaku kejahatan.
"Apa kalian tidak lapar?"
Seharusnya aku yang mengatakan itu kan. Bukankah mereka yang menghilang tanpa pamit. Oh, ralat. Hanya Kenang yang melakukan itu.