23/03/17
Malam ini indah sekali. Langit merayu bulan untuk tampil indah hari ini. Bintang-bintang terpesona dengan bulan. Seakan bulan dan bintang akan berpisah.
Naya menutup buku hariannya. Setelah tadi pagi ia masuk sekolah sebagai kelas 11 di SMAN Angkasa. Hari dimana harus menemui teman baru yang tidak asing. Naya harus bisa menyesuaikan diri lagi di kelas barunya. Pasalnya di SMAN Angkasa setiap kenaikan kelas, siswa-siswinya diacak dalam satu kelas lain. Tepatnya ada setidaknya 2 kelas dari setiap jurusan yang dirumorkan sebagai kelas unggulan. IPA 1, IPA 2, IPS 1, IPS 3, BHS 1, dan BHS 2. Dari setiap kelas unggulan itu jumlah kelas di jurusan IPA ada 5 kelas dan IPS ada 3 kelas serta BHS 3 kelas. Naya memilih masuk jurusan IPA. Selain orangtuanya mengatakan jurusan IPA lebih mudah untuk melanjutkan ke Universitas, Naya juga menyukai pelajaran Matematika. Dan pada tahun ini, Naya beruntung masuk ke kelas 11 IPA 1. 11 IPA 1 bisa dibilang kelas dengan para siswa yang unik. Hal apapun itu pasti akan dikaitkan dengan hal ilmiah. Tapi mungkin nanti saja, karena sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menceritakan tentang kelasnya.
Malam itu Naya tidur lebih cepat. Mungkin hal itu juga yang membuatnya terbangun dari tidurnya lebih awal. Ah, tidak mungkin terbangun tengah malam. Naya terbangun tengah malam untuk mengambil minum di lantai bawah. Kamarnya yang berada di lantai atas membuatnya harus mengumpulkan tenaga dan niat. Mungkin malam ini adalah saksi. Saksi atas hilangnya senyumnya Naya. Mungkin juga air minum ini juga air pertanda dari-Nya.
"Halo, Assalamualaikum. Apa?." Ibunya yang terbangun dari tidurnya karena suara telepon seketika menangis mendengar kabar dari ponsel itu. Tangisannya memang tidak keras, tapi Naya dapat melihat ibunya itu.
Naya tidak mau menunjukkan dirinya.
Ia tidak mau berprasangka buruk dalam hal ini. Naya mungkin bisa menebak apa yang terjadi. Ada keluarganya yang meninggal. Tapi Ia tidak mau mendengar kenyataan itu malam ini. Setelah minum dengan perlahan Naya beranjak ke kamarnya kembali. Sesampainya di kamar ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur itu.
"Siapa yah, yang meninggal." Batinnya mulai penasaran.
Naya harus bersikap tegar ketika ada seseorang yang meninggal. Ayahnya yang mengajarkan untuk bersikap tegar.
Tapi entah mengapa saat itu Naya tidak bisa tenang. Mendengar kabar itu juga membuatnya tidak sadar bahwa, ada air bening membasahi pipinya itu.
"Kenapa? Kenapa Aku menangis. Tenang Naya kamu harus tegar, itulah yang diajarkan oleh ayah." Kali ini batinnya merasa perih.