Our Summer

Erlang Kesuma
Chapter #2

Waktu Bersama

“Aku harap kita bisa ngabisin waktu lebih lama lagi. Tentunya dengan status yang lebih pula.”

***

Hari kini telah sore. Semua murid juga telah berhamburan pergi semenjak tadi. SMA Harapan mulai terasa sedikit sunyi. Namun masih ada beberapa orang yang belum menyelesaikan urusannya. Sebagai contoh kita bisa melihat Jingga. Gadis itu masih sibuk merapikan ruang osis yang baru saja digunakan untuk rapat.

“Jingga, lo pulang aja duluan. Biar disini gue yang urus.”

Itu suara milik Arjuna Abisena. Ketos dari SMA Harapan yang sebentar lagi masa jabatannya akan habis karena harus fokus dengan ujian kelulusan. Dia dikenal sebagai salah satu lelaki yang paling di puja di sekolah ini. Selain tampan, ia juga berprestasi. Jingga saja masih tidak bisa mengalahkannya, dan hanya mampu menempati posisi tiga umum.

Jingga melirik jam tangannya. “Santai aja jun, gue masih ada waktu kok.”

Jingga menyapu semua sampah yang ada dan mengumpulkannya di satu tempat sebelum akhirnya ia masukan kedalam kantung sampah. Sedangkan Arjuna ia memasukan semua berkas yang tadi mereka gunakan saat rapat. Sambil memasukan berkas tersebut satu persatu kedalam lemari, dari sudut matanya dia memperhatikan Jingga.

Jun, dia itu udah kayak mentari bagi gue.

Kata-kata itu selalu terlintas dipikiran Arjuna. Kata-kata yang diucapkan oleh Arasya beberapa tahun sebelum pemilu OSIS. Jujur dia juga jengah dengan kondisi yang terjadi antara dua insan itu. Selama setahun belakangan ini, ia selalu melihat ketua ekskul musik itu telah jorjoran menumpahkan perasaannya. Namun gadis ini seolah membeku. Entah kenapa hati gadis itu sangat sulit digapai. Dirinya memanglah karib dengan ketua eksul musik itu. Itulah mengapa ia sering merasa kasihan pada Arasya.

Arjuna pernah menyarankan Arasya untuk berhenti, namun ia malah tersenyum dan tertawa pada saat hari itu. Arasya yang bertindak sebagai ketua tim suksesnya kemudian berbisik di telinga Arjuna. Kata-kata yang masih Arjuna tak mengerti maksudnya apa sampai sekarang.

Gue gak terlalu yakin tapi kayaknya waktu gue gak terlalu banyak. Jadi sebelum terlambat gue pingin perjuangin dia!

“Gue udah selesai, lo mau gue bantuiin?”

Arjuna langsung mengalihkan pandangannya. Ia yakin Jingga tengah melihat kearahnya. “Ah gak usah, lo balik aja duluan. Btw, lo balik bareng siapa?” tanyanya tanpa melihat Jingga.

“Gue pesen Grab Car.”

“Oh gitu.”

Begitulah Jingga. Singkat, padat dan jelas kalau bicara. Cara bicara seperti itu terkadang memang memudahkan, namun membuat orang yang memakainya sering disalahpahami.

“Yaudah duluan aja, habis ini gue perlu ketemu sama kepala sekolah dulu. Lo gak usah tunggu gue!”

“Ok.”

Sepertinya gadis itu mulai berjalan keluar dari ruang osis. Arjuna tau karena langkah kakinya sudah tak terdengar lagi. Dia kemudian berbalik dan menarik sebuah kursi yang ada didekatnya untuk duduk diatas benda tersebut. Dia kemudian mengambil smartphone miliknya.

“Halo Jun, tumben lo nelpon gue. Emang ada apa?”

“Jadi gini…”

Jingga kini telah sampai di area parkir. Belakangan hari ini cuaca begitulah tak bersahabat. Padahal hari ini cerah, namun anginnya begitu kencang. Jingga yakin kalau nanti malam suhu udara akan turun kembali. Sambil berjalan ia tengah mengutak-atik ponselnya. Ia sedang mencoba untuk memesan grab car yang ia katakan pada Arjuna tadi.

Ia berencana menunggu transportasi online itu di depan gerbang sekolah. Entah mengapa jalan raya dekat SMAnya selalu lengang. Ia juga masih ingat betul dijalan ini pernah terjadi tawuran yang membuat pintu gerbang sekolah menjadi roboh. Tawuran antara anak SMA Harapan melawan SMA Kencana.

Kring kring

Lihat selengkapnya