Our Summer

Erlang Kesuma
Chapter #7

Kemana Kasih?

“Tidak ada pelangi setelah hujan deras.”

Reyhan:

Sya, lo kenapa?

Sya?

Gue tanya, lo kenapa?

Arasya hanya bisa membaca pesan itu. Ia memegangi kepala dan meremas rambutnya kuat. Arasya tak tau bagaimana harus menyampaikannya pada Reyhan, kalau gitar yang ia berikan sebagai hadiah telah hancur. Arasya mendudukan dirinya diatas sebuah bangku taman yang ada di tepi danau. Tempat ini adalah tempat biasa ia menenangkan diri. Tempat dimana ia sering meluapkan isi hatinya.

Jika sekali lagi aku melihatmu mengemis dengan mengamen, akan ku usir kau dari sini!

“Arrghh!” Arasya berteriak begitu kencang, menyalurkan kekesalannya.

Flashback on POV Arasya

Aku yang baru saja sampai di depan mansion dan langsung menaruh sepeda kesayanganku di garase. Hari ini aku telah selelsai menghibur di Florist Café. Jam masih menunjukan pukul 21.30. Tiga puluh menit lebih awal dari jam 10 malam. Aku memang sengaja pulang lebih cepat, karena aku tidak ingin melanggar peraturan Kakek kali ini.

Aku kemudian bergegas masuk dengan menggendong gitar kesayanganku. Satu-satunya gitar yang kumiliki dan merupakan hadiah ulang tahun dari Reyhan. Lelaki itu memanglah sangat berjasa bagi diriku, karena hadiahnya inilah aku bisa mempunyai pekerjaan yang mampu menghidupi diriku sendiri dan mengganti uang jajan serta biaya sekolah yang harusnya aku dapatkan dari kakek.

Pintu megah tempat ini mulai ku buka. Pandanganku mengedar, berusaha memastikan bahwa Kakek tidak ada disini. Namun sepertinya ini memang bukan hari keberuntunganku, karena Kakek sedang duduk di meja makan dan melihat kearahku dengan tatapan tajamnya. Jujur aku selalu takut melihat mata itu dan memilih mengalihkan pandanganku pada hal lain.

Aku mulai berjalan, mencoba tidak menghiarukan kakek yang aku rasa masih menatapku. Seharusnya aku tidak akan dimarahi lagi karena pulang lebih awal daripada jam yang ditentukan tempat ini. Namun dia memanggilku, membuat kakiku berhenti melangkah. Aku masih diam dan tidak melihatnya. Langkah kakinya semakin jelas terdengar.

“Kakek marah karena dia sayang sama Arasya.”

Kata-kata itu terlintas begitu saja dalam pikiranku. Ucapan yang selau Mama katakan ketika aku mengadu padanya jika diriku dimarahi oleh kakek dalam acara keluarga kita. Pundakku terasa dipegang. Dengan perlahan aku menoleh dengan wajah yang santai sambil menyembunyikan rasa takutku.

“Darimana saja kau? Mengapa baru pulang?”

Itulah yang pria tua ini tanyakan padaku. Sebuah pertanyaan yang selalu ia tanyakan setiap kali kita bertemu. Itupun karena kita hanya bertemu di mansion pada malam hari. Walau sering diulang, aku masih bingung akan jawaban yang benar untuk pertanyaan ini. Harusakah aku berbohong seperti sebelumnya? Tapi jika aku berkata jujurpun, aku rasa Kakek tidak akan mempercayainya sama seperti waktu itu. Dia melapaskan tangannya dari pundakku.

“Bagus kamu pulang tepat waktu. Akhirnya kamu mendengarkan apa yang Kakek perintahkan.”

Kakek mengatakan itu dengan santai. Aku benar-benar tidak percaya. Untuk pertama kalinya ia tidak memarahiku. Aku merasa lega. Aku pun mengangguk sedikit, untuk membenarkan ucapannya padaku.

“Tapi kenapa kamu membawa gitar?”

Ternyata kebingunganku belum berakhir. Haruskah aku jujur kali ini? Apa kejujuranku akan membuatnya melihat diriku dengan bangga? Apa ia akan senang dengan aku yang bisa mandiri tanpanya? Memikirkannya membuatku berharap-harap cemas. Namun melihat reaksi Kakek diawal aku rasa ia tak akan marah. Semoga!

“Arasya kerja, Kakek.” Kali ini aku memanggilnya dengan panggilan yang seharusnya.

“Kerja?” tanyanya padaku lagi.

Aku kemudian mengeluarkan benda yang ia tanyakan tadi dan mencoba tenang agar diriku tidak salah dalam memilih kata untuk menjelaskan padanya, apa pekerjaanku selama ini. Setelah gitar itu ku keluarkan, dengan bangga kuperlihatkan padanya.

“Arasya minta maaf, karena selalu pulang malam setahun belakangan ini. Arasya tidak keluyuran kok Kek, apalagi membuat onar atau ikut dalam komunitas anak nakal maupun geng motor remaja. Arasya cuma kerja.”

Lihat selengkapnya