***
“Permisi,” kata Arjuna sambil mengetuk pintu.
Sebenarnya ia tak terlalu tau mengapa dirinya bisa dipanggil kemari. Sebenarnya rapat osis masih berlangsung, namun ia mengatakan akan segera kembali kesana. Mereka sedang membahas mengenai acara ulang tahun sekolah yang akan diselenggarakan 3 minggu lagi.
“Silahkan masuk.”
Mendengar itu, Arjuna segera menggeser pintu di depannya. Setelah masuk ia menutupnya kembali. Ruangan ini adalah ruangan yang tidak terlalu sering ia kunjungi. Di sebelah kanan tempatnya berdiri terdapat beberapa sofa yang disusun berjejeran dengan sebuah meja kecil yang terbuat dari kayu dan ditutupi oleh taplak meja putih berlogo SMA Harapan.
Disamping kirinya terdapat sebuah almari besar yang terbuat dari kaca. Almari itu lumayan panjang, dari luar kita dapat melihat jelas isi dari almari tersebut. Di dalam sana berjejer banyak sekali piala, medali dan beberapa sertifikat penghargaan. Arjuna terseyum melihat almari itu. Salah satu pialanya berada disana.
“Arjuna, kenapa kamu malah diam disana. Ayo kemari!”
Arjuna segera melangkahkan kaki menuju sepasang kursi didepannya. Orang yang memanggilnya tengah merapikan beberapa berkas yang tececer di mejanya. Sepertinya hari ini pekerjaannya cukup lumayan banyak. Pada meja tersebut terdapat beberapa tumpukan dokumen, satu kalender kecil, sebuah laptop dan vas bunga kecil yang diisi dengan bunga mawar putih. Setelah cukup dekat, Arjuna kemudian menarik salah satu dari kursi itu dan mulai duduk disana.
“Selamat sore Pak sebelumnya. Kalau boleh tahu, ada apa ya Pak? Sampai Bapak memanggil saya.”
Orang yang ia ajak bicara sekarang tersenyum. “Bapak minta maaf karena sebelumnya telah menggangu agenda kamu sebagai Ketua Osis. Tapi ada hal penting yang ingin Bapak sampaikan pada kamu.”
“Pak Denny tidak perlu meminta maaf. Bapak tidak perlu merasa sungkan untuk memanggil saya kemari. Itu semua memang wewenang Bapak sebagai seorang Kepala Sekolah.”
Orang itu terkekeh mendengar jawaban Arjuna. Ya, nama orang itu adalah Denny. Seorang pria paruh baya, yang hampir seumuran dengan Ayah Arjuna. Di SMA Harapan beliau menjabat sebagai seorang kepala sekolah. Beliau tidak terlalu sulit untuk di kenali. Jika kamu berkunjung kesini dan melihat seorang bapak-bapak yang tidak terlalu tinggi serta memiliki kumis dan memakai peci hitam. Nah, berarti kalian sedang melihat Pak Denny.
“Bapak tau, kalau hari ini OSIS sudah mulai membahas mengenai acara perayaan ulang tahun sekolah. Apa kalian sudah merencanakan pembentukan panitianya?”
Arjuna mengangguk. Rapat tadi tertunda pada pembahasan mengenai pembentukan panita ulang tahun sekolah. Niatnya, Arjuna ingin mendengar pendapat semua anggota OSIS yang ada, akan panita tahun ini OSIS lagi yang akan mengisinya atau kepanitiaan dibuka secara umum bagi siswa lainnya. Hasil diskusi tersebut kemudian akan di kirimkan pada para dewan guru sebagai bahan pertimbangan.
“Iya betul, kami memang sedang mendiskusi hal tersebut tadi Pak.”
Pak Denny kemudian mengambil kertas kosong di lacinya, dan menaruh kertas itu di hadapan Arjuna. Lelaki paruh baya itu juga mengeluarkan pulpen dari saku seragam coklatnya. Pak Denny kemudian menulis beberapa hal di kertas itu. Arjuna melihat dengan jelas yang ditulis oleh Pak Denny, beliau sedang menulis sususan struktur kepanitiaan. Nampaknya, beliau ingin membantu Arjuna dalam menyusun kepanitiaan tahun ini, itulah yang terpikir oleh Arjuna.
“Kamu tau, kepanitian terdiri dari begitu banyak orang,” jelas Pak Denny.
“Iya, saya paham Pak.”
Pak Denny kemudian menunjuk Arjuna menggunakan pulpen. “Lalu menurut mu, yang paling penting dari struktur yang saya buat ini apa?” tanyanya pada Arjuna.
Arjuna tersenyum. Ini mudah, pikirnya. “Semua orang penting Pak dalam struktur ini. Namun ujung tombaknya cuma satu yaitu Ketua Panitia. Karena Ketua Panitia memiliki tanggung jawab yang besar, Ketualah yang nantinya akan mengarahkan dan memberi komando kepada anggota yang lain…”
Arjuna menjeda ucapannya. Kemudian mengambil pulpen yang Pak Denny sodorkan padanya. “Jika Sang Ketua tidak kompeten, maka performa anggota yang lain juga akan demikian, kurang baik lah. Namun kalau Ketua atau leader mampu mengarahkan dengan baik, maka hasil yang baik akan didapat pula,” pungkasnya sambil melingkari tulisan ketua di kertas tersebut.
Pak Denny mengangguk, ia senang mendengar jawaban Arjuna. “Sekarang ada satu pertanyaan lagi,” Beliau menunjuk tulisan yang Arjuna lingkari tadi.
“Apa bisa kursi Ketua Panitia tahun ini dikosongkan?”
“Sebentar,” Arjuna mengrejap. Ia tak mengerti maksud dari pertanyaan barusan. “Apa Bapak ingin agar kami tidak membentuk kepanitiaan tahun ini?”
Pak Denny sedikit terkekeh. “Bukan begitu, Bapak hanya ingin kamu untuk tidak memberikan posisi itu pada orang lain. Karena Bapak ingin Arasya Arbani, XII IPS 1 yang mengisi posisi itu!” jelasnya.
Arasya? Mengapa Arasya? Kata kata itu langsung terlintas dalam benak Arjuna. Bukan karena iri, jujur ia senang mendengar kabar baik ini. Cowok itu memang semenjak kelas satu telah berhasrat untuk ikut tergabung dalam kepanitiaan, namun selalu terhalang akibat lomba dan kesibukannya. Namun ini sedikit berbeda, yang Arjuna butuhkan adalah alasan saat ini.
“Kenapa Arasya, Pak?”