Lagu di dalam van-nya berputar pelan, sentuhan angin terasa lebih dingin malam ini. Keputusan gadis itu telah bulat, dia sudah merencanakan semuanya, ini bukan langkah yang dibuatnya dengan terburu-buru.
Uang di kantongnya tidak begitu banyak untuk rencana besar ini tapi dia tetap ingin melakukannya. Gadis itu menyalakan mesin van-nya, meninggalkan tempat yang menjadi teduhnya selama ini.
🌼🌼🌼
"Kau pasti sudah gila," Syifana setengah berteriak pada suaminya.
Wanita itu baru berumur 19 tahun beberapa sebulan yang lalu. Dia menikahi atau mungkin lebih tepatnya dinikahkan dengan seorang pria yang 7 tahun lebih tua darinya saat berumur 17 tahun.
Dia sudah menjadi pembantu untuk pria itu selama 2 tahun. Dia berusaha melakukan yang terbaik bahkan ketika dia hanya dipandangan sebagai segumpal daging, bahkan saat dia hanya dipandang sebagai seorang yang rendahan, yang segala perasaannya tidak perlu dipertimbangkan karena dia hanya seorang istri.
"Seorang istri tidak meninggikan suaranya pada suaminya, tidak membantah kata suaminya." itu yang dikatakan orangtuanya padanya yang kemudian diulangi oleh suaminya berkali-kali.
Dia melanggar peraturan itu kali ini, dia berteriak pada pria itu, dia tidak akan melakukan apa yang diinginkan suaminya.
Suaminya itu ingin menikah lagi. Gila, pikir Syifana. Bagaimana mungkin pria sepertinya berpikir untuk menikah lagi. Dia tidak tampan, tidak kaya, tidak jago di ranjang, kata-katanya juga memuakkan. Dia bahkan tidak bisa memberikan tempat tinggal selain kontrakan kecil ini.
"Aku ingin melakukan ini karena kau tidak memberikan anak untukku." pria itu membela diri.
"Lalu hanya karena aku tidak bisa memberikanmu anak, aku bukan manusia? Apa aku hanya mesin produksi anak untukmu?" Syifana masih berbicara dengan nada marah.
"Menurutku anak penting. Jujur saja, aku menikah untuk mendapatkannya." pria itu kembali bersuara.
Syifana menghela nafas "Baiklah, lakukan apa yang kau inginkan."
Pria dihadapannya tersenyum lebar "Lagipula itu akan membawamu ke surga."