Pagi ini terus saja aku berpikir bagaimana caranya bertanya pada Gilang soal lagu yang ia nyanyikan semalam. Lagu yang setiap liriknya diambil dari puisi buatanku.
“Lang, lu tau dari mana puisi gue?”
“Lagu yang semalem lu nyanyiin, liriknya dari mana Lang?”
“Lagu buatan lo bagus, itu bikin sendiri liriknya?”
Segala jenis pertanyaan keluar dari mulutku dengan mudahnya, tapi tak satupun otak maupun hati menyetujui kalimat mana yang akan aku tanyakan pada Gilang. Untung saja ini masih sangat pagi, aku bicara sendiri dengan cukup kerncang tidak ada yang akan peduli.
Kelasku sudah di depan mata, aku mengintip sedikit Gilang sudah tiba. Duduk tepat di tempat duduk favoritku. Aku beranikan diri untuk mencoba mendekatinya yang sedang entah menulis apa. Tas aku letakkan di bangku yang berada di sua bangku di samping Gilang. Aku menghampiri Gilang, “Lang!” sapaku. Terdengar dehaman pelan, “Gue mau nanya.”
Gilang akhirnya mulai tertarik dan menoleh ke arahku, “Lu mau sekelompok sama gue kan buat tugas besar nih matkul? Kebetulan gue belum punya kelompok.”
Apa maksud Gilang? Aku tidak ingin memintanya untuk jadi kelompokku di tugas besar kali ini. Lagi pula untuk apa? Aku sudah biasa bila harus mendapat orang-orang sisa yang sama-sama tak mendapatkan kelompok. Meskipun Gilang memang sepintar itu, tapi aku cukup yakin dia tak akan mencari anggota sepertiku. “Ah nggak kok. Gue nggak mau ngajak kelompokkan.”
“Beneran? Yaudah ini gue yang ngajakin. Udahlah mau aja gue tahu lo gapunya temen kelompok kan?” Jawab Gilang lagi dengan nada yang sedikit meremehkan. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri saja pembicaraan tidak jelas ini. Aku kembali ke tempat duduk dengan perasaan kesal.
Sedikit demi sedikit teman-teman kelasku datang. Ribut dengan kelompok tugas besar yang harus sudah terbentuk pagi ini. Sebenarnya tugas besar ini dikumpulkan di akhir semester, tapi dosennya berharap sudah mulai dikerjakan sejak awal semester dengan laporan progress setiap dua minggu sekali.
“Ra lu udah ada kelompok?”
“Udah nih Div sorry ya.”