Outsider

Susanti
Chapter #1

Bagian 1 - Poem

Ini salah. Sejak awal semuanya salah. Berapa kali pun aku mencoba mengingatnya, semuanya tetap salah. Bukan berarti tidak berjalan sesuai harapanku. Hanya saja semua caraku benar-benar salah. Semua yang kulakukan justru menyeretku menjadi orang luar yang selalu merasa asing di antara kehidupan orang-orang terdekatku.

Bukan salah June yang berusaha menceraikanku meskipun kami telah menikah selama tujuh tahun. Lelaki mana yang mampu bertahan jika istrinya memiliki anak dari lelaki lain. Dia tetap menikahiku meskipun mengetahui kenyataan bahwa aku tengah hamil enam belas minggu dari Hideo Tomfinson, mantan pacarku. June bahkan menahannya selama tujuh tahun.

Tidak seharusnya aku menyeret June dalam hidupku yang rumit. Benar. Segala sesuatu tentangku selalu rumit.

Sebelumnya aku berpikir bahwa keluargaku bersikeras memaksa June untuk menikahiku. Kini aku menyadarinya. Semuanya salahku. Jika saja aku menolaknya dengan tegas. Lebih tepatnya, menolak permintaan ayahku.

Aku tidak habis pikir bagaimana June tetap bersikap tenang di hadapan Ayahku. Meskipun dia telah mengetahui rahasia gangguan personality yang kuidap. Juga tentang kehamilanku. Juga tentang ayahku yang berusaha keras menutupi semuanya.

“Nyonya Poem?”

Suara Dokter Gayle yang lembut membuatku terperanjat. Aku mengangkat daguku tanpa ragu sembari tergagap saat menatap matanya. Seolah menyadari pergulatan dalam benakku, wanita itu kembali berucap padaku. Pandangannya terasa lembut di mataku. Senyum tipis di bibirnya kembali membuatku merasa bersalah telah mengabaikannya.

“Akan lebih baik jika Anda mengatakannya padaku. Saya mungkin tidak dapat berbuat banyak. Mari kita lihat bersama jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu. Kau ingat? Kita telah berjanji untuk menyelesaikannya bersama-sama.”

Sebelum berucap, tubuhku bergerak. Menegakkan posisi punggungku yang sedikit membungkuk. Sudah ratusan kali aku duduk di kursi ini. Di ruangan sekitar tiga kali tiga meter persegi milik Dokter Rin Gayle sebagai psikiater sekaligus terapisku.

Meskipun berulang kali duduk di hadapannya, itu tidak mengurangi perasaan tidak nyamanku padanya. Gangguan kecemasanku tidak juga berkurang seiring berjalannya waktu. Gangguan schizoid personality yang kumiliki juga tetap memburuk di waktu-waktu tertentu. Meskipun aku berusaha terbuka padanya. Meskipun menurutku ... dia telah mengetahui segala cerita tentang hidupku. Benar. Segalanya.

“Uhm … yeah … aku pernah mengalami yang lebih buruk dari ini.”

“Apa yang Anda rasakan sekarang, Nyonya Poem?”

“Entahlah. Aku tidak ingin putriku membenciku. Namun, melarangnya menemui June … melarang keinginannya. Oh tidak, aku tidak sanggup melakukannya.”

“Usia remaja sangat rentan pada pencarian jati diri, Nyonya Poem.”

“Jati diri? Aku tidak yakin itu ada kaitannya dengan June. Aku sudah memberitahu putriku segalanya. Tidak ada gunanya dia menemui June lagi. Aku sungguh tidak mengerti apa yang ada dalam benaknya. Meskipun dia putriku. Meskipun aku melihatnya setiap hari. Meskipun dia selalu melibatkanku di setiap keputusannya.“

“Dia mungkin memiliki pemikiran lain. Mengapa tidak mencoba untuk percaya padanya sekali lagi, Nyonya Poem? Kita pernah mencoba metode ini sebelumnya. Dan itu berhasil. Bagaimana kalau kita mengulanginya?”

Tanpa menjawabnya, mataku hanya tertuju pada Dokter Gayle yang tersenyum simpul. Kuraih beberapa helai tisu di hadapanku untuk mengelap telapak tanganku yang entah sejak kapan mulai berkeringat.

Kali ini ... aku tidak yakin mengapa aku harus menuruti saran Dokter Gayle. Percaya pada putriku yang akan menemui June? Oh, yang benar saja. Terapisku pasti tidak waras.

“Ding!”

Alarm ponselku berdering keras. Pertanda bahwa sesi terapiku telah selesai. Segera setelah aku menerima resep dan obatku, langkahku bergegas meninggalkan rumah sakit psikiatri yang telah kudatangi lebih dari separuh hidupku.

Dalam perjalanan pulang, pikiranku kembali terngiang akan kejadian malam sebelumnya. Aku tidak menyangka jika putriku, Gloria Poem, yang mulai menginjak usia 17 bersikeras untuk menemui June.

June Keller adalah mantan suamiku. Kami bercerai di usia Gloria yang ke tujuh. Gloria mungkin mengingat June sebagai sosok Ayah. Aku mengubah dirinya dari seorang Keller menjadi Poem dalam semalam. Apakah dia sungguh merindukannya? Mengingat percakapan kami semalam, aku meragukan ucapannya.

Lihat selengkapnya