Outsider

Susanti
Chapter #5

Bagian 5 - Poem

Sungguh, tidak pernah terbayangkan June akan menghampiri putriku demikian santainya. Oh, aku lupa jika ini bukan pertemuan mereka setelah sepuluh tahun. Perdebatan kami di hari Jumat pada Minggu sebelumnya kembali mengingatkanku akan pertemuan pertamanya dengan June yang tidak terduga.

Aku hampir lupa jika akhir pekan kami, sebelum Gloria berlari ke rumah ayahku, dia terus memohon untuk menghabiskan liburan sekolahnya bersama June. Kali ini, aku yakin dengan jelas bahwa ini adalah pertemuan yang disengaja. Melihat June yang berlari ke arah putriku di pagi buta. Tepat di depan gerbang sekolahnya.

“Bagaimana kalau Ayah jemput saat pulang sekolah?”

Sekali lagi, Gloria menolehkan kepalanya padaku. Matanya tampak bergetar saat aku menangkap pandangannya. Tanpa mengucapkan apapun, bibirku melengkungkan senyum tipis padanya. Kepalanya mengangguk pada June seketika. Lelaki itu tampak tersenyum lebar pada putriku.

“Bagus sekali. Ayah akan berada di sini di jam pulang sekolahmu.”

“Hum.”

“Masuklah. Kau akan terlambat.”

“Hum … sampai jumpa nanti sore.”

“Hum … bye, love you.”

Tanpa menjawabnya, Gloria berlari memasuki gerbang sekolahnya. Kulihat tubuh jangkungnya menghilang perlahan sesaat setelah menapaki jalanan sekitar pintu gerbang sekolahnya yang menanjak.

Di saat yang bersamaan, June terlihat berjalan menuju mobilku. Tangannya dia garukkan pada kepalanya dengan cepat. Bibirnya tersenyum lebar saat dia mengetuk kaca mobil di kursi penumpang milikku.

Meskipun ragu, aku tetap menurunkan kaca mobil di kursi penumpangku untuknya. Tanpa kusadari kepalaku mengangguk perlahan saat pandangan kami bertemu. Suara nyaringnya yang memanggil namaku membuat jantungku berdesir.

“Hey, Poemy. You look great.”

June menempel pada daun pintu yang masih terkunci rapat. Mulutku menjawabnya suara lirih dengan sedikit terbata.

“Umh, thanks,”

“How about grabbing some coffee?”

“Aku tidak minum kopi.”

Ingin segera kuakhiri percakapan tidak penting ini. Dan … menginjak pedal gas mobilku dengan cepat. Meskipun Gloria mengatakan telah menemui June sebelumnya, diriku masih belum siap menghadapinya langsung seperti ini.

“Ehm … aku tahu. Pasti ada yang lain selain kopi, bukan? So, let me seat in your passenger seat, hum?”

Butuh beberapa detik bagiku hingga akhirnya memencet tombol unlock untuk pintu di passenger seat-ku. Oh, seharusnya aku tidak melakukan ini. Meskipun sadar tidak nyaman untukku, aku tetap membiarkan dia masuk. Betapa bodohnya.

“Thank you … let’s see where we have to go. Any recommendation?”

Sesaat setelah June memasang seat belt, aku menyalakan mobilku. Menyetir perlahan tanpa menoleh ke arahnya. Benakku berkutat mencari cara untuk kabur darinya.

“Aku belum sarapan, Poem. Tempat yang bagus dengan sarapan akan lebih baik. Kau tidak lapar?”

“Aku bukan tour guide-mu. Urgh ... untuk apa keluyuran di kota orang sepagi ini? Ke mana perginya sekretarismu, duh!”

Suaraku terdengar menggerutu. Namun, June tampak menikmati waktunya bersamaku. Saat kulirik sekilas, senyumnya belum menghilang dari bibirnya. Kuharap dia tidak mengetahui tanganku sedikit gemetar karena keberadaannya.

“Berhenti menggerutu. Bukan seperti ini cara menyapa mantan suamimu. Santailah sedikit, hum?”

Lihat selengkapnya