Outsider

Susanti
Chapter #11

Bagian 11 - Tom

Tidak perlu menduganya. Melihat wajahnya saja sudah dapat dipastikan bahwa gadis mungil yang dipanggil Gloria itu adalah putriku. Masalah yang terpenting bagiku saat ini adalah … menghadapi Gloria.

Berbagai kemungkinan tengah aku pikirkan. Mulai dari mendatangi keluarga Poem di Kota Willow. Bertemu Tony Poem yang sangat membenciku. Oh, tidak … dia pasti akan membunuhku begitu menyadari kehadiranku kembali di rumahnya setelah belasan tahun.

Terlepas dari semua itu, ketakutan terbesarku adalah bertemu Poem. Apa yang akan aku ucapkan padanya? Menanyakan padanya bagaimana putri kita? Oh, tidak … aku bahkan tidak berada di dekatnya selama hampir 17 tahun. Perpisahan kami bahkan tidak semulus perpisahan orang pacaran pada umumnya.

Menanyakan Gloria secara tiba-tiba saat aku muncul di hadapan Poem pasti membuat keadaan lebih canggung. Oh, tidak adakah cara lainnya?

Bertemu putriku yang tak pernah kuketahui keberadaannya membuat pikiranku kosong. Sepanjang perjalananku kembali ke hotel, pikiranku terus dipenuhi oleh wajah Gloria. Setiap ekspresi yang dibuatnya pada pertengkaran yang kusaksikan sebelumnya terus membuatku tertawa geli.

Tidak hanya wajahnya yang serupa denganku. Namun, sifat pemarahnya juga sama. Caranya menjatuhkan orang yang tidak dia sukai bahkan sama persis dengan yang selalu aku lakukan. Sembari terkekeh kecil, aku bergumam perlahan.

“Tidak salah lagi. Dia benar-benar putriku.”

Sesampainya di hotel setelah pertemuanku dengan Gloria yang kacau membuat benakku tak berhenti meracau. Terlebih saat gadis mungil itu menolakku. Benar. Dia menolakku!

Sesaat sebelum kami berpisah, aku menghampiri Noah. Kulihat Gloria masih memasang wajah masamnya di hadapan bocah lelaki berambut ikal yang kulihat selalu berada di dekatnya. Kudapati bocah lelaki itu terus membujuknya untuk ke rumah sakit.

You look great, Noah. Rambutmu semakin memutih, huh?”

“Hmm ... menua tidak dapat kuhindari, Tuan Hideo.”

Kami saling tersenyum kecil untuk sesaat. Pandanganku segera kualihkan pada Gloria di sela obrolan kami. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, keberanianku menciut di hadapan Noah. Keraguanku tak sanggup aku kalahkan untuk menanyakan lebih jauh tentang Gloria. Apalagi, tentang Poem.

“Uhm … bolehkah aku membawanya sebentar? Rumah sakit sepertinya tidak terlalu jauh. Biarkan aku yang membawanya.”

“Itu … sebaiknya Anda tanyakan langsung padanya.”

“Begitukah?”

“Hmm … nona kecil kami sangat sensitif. Saya harap Anda mengerti.”

“Hum.”

Meski sempat ragu, aku menatap Gloria untuk beberapa saat. Dia hanya berdiri sekitar lima langkah dariku. Kutarik napasku lebih dalam saat mendekat padanya.

“Hey! Umh … bukankah kau harus berterima kasih padaku?”

Gloria menolehkan kepalanya padaku dengan cepat. Sorot matanya yang menatapku tajam membuat napasku terhenti. Kutelan ludahku sebelum kembali berucap.

Lihat selengkapnya