Tenggat waktu tak terduga ini begitu membunuhku. Salah satu klien langgananku yang merupakan idol kesayangan Gloria mengubah tenggat waktu yang telah kami sepakati sebelumnya.
Kompensasi pembayaran tiga kali lipat yang disepakati selanjutnya membuatku goyah. Meskipun terdengar sembrono, aku memberanikan diriku mengambil keputusan beresiko itu. Tidak heran selama dua pekan terakhir, aku lebih banyak menghabiskan waktuku di butik.
Gloria bahkan tampak tidak berani mendekatiku. Seolah memahami ibunya yang memiliki fokus di luar nalar saat mendekati deadline, gadisku tidak mengucapkan protesnya.
Di tengah kesibukan yang hampir membuatku menggila, tak kusangka keberadaan June membantuku menutupi kekhawatiranku akan Gloria. Kubiarkan mereka menghabiskan waktu selama dua pekan terakhir. Gloria tampak bahagia di mataku. Meskipun ada yang mengganjal pikiranku, kutepiskan dengan sempurna.
Arti yang tersirat dari sinar mata putriku dapat kutebak dengan mudah. Kehadiran June tampaknya tidak menepiskan keinginannya untuk bertemu Tom. Pertanyaannya di malam sebelumnya terkait Tom kembali mengusik ketenanganku hingga malam ini.
Sembari membereskan pekerjaanku, kutepiskan kekhawatiranku itu. Kuregangkan lenganku perlahan hingga merembet ke bibirku. Tak kusangka pekerjaanku selesai lebih cepat dari dugaanku. Tanganku meraih ponsel di mejaku sembari bergegas meninggalkan ruang kerjaku.
Benakku bersiap untuk menjemput Gloria di rumah Ayah. Namun, panggilan masuk di ponselku menghentikan langkahku. Nama klien lamaku muncul di sana. Suara familiar di ujung panggilan ponselku membuat kedua alisku terangkat.
“Nyonya Poem? Kau mengingatku?”
“Tentu saja, Nyonya Spencer. Bagaimana kabarmu?”
“Hum … aku masih seperti biasanya. Maaf menganggu akhir pekanmu pada malam yang dingin ini.”
“Tidak masalah, Nyonya Spencer. Katakan padaku apa yang bisa aku bantu?”
“Umm … kau ingat? Gaun pernikahan putri bungsuku yang kau buat terakhir kali begitu menakjubkan. Semua orang memujinya. Bahkan putra sulungku juga mengucapkannya."
"Oh, senang mendengarnya, Nyonya Spencer."
"Terkait hal itu ... putraku ingin membuat janji temu denganmu. Apakah itu mungkin?”
“Oh, begitukah? Umm … sepertinya aku dapat melakukannya lusa jika putramu berkenan.”
“Oh, itu bagus sekali. Bolehkah aku memberikan nomormu padanya?”
“Tentu saja, Nyonya Spencer. Terima kasih telah menghubungiku.”
“Akulah yang harus berterima kasih padamu. Bukan satu atau dua kali kau membantuku.”
Sesaat setelah mengakhiri panggilanku dengan Nyonya Spencer, langkahku bergegas meninggalkan ruang kerja kerjaku. Ponselku kembali berdering saat selesai mengunci pintu butik. Kulihat Gloria yang mengirim pesan padaku.
“Ibu, aku akan berada di rumah besok pagi. Kau tidak perlu menjemputku.”
Tanpa pikir panjang aku menelepon putriku. Dia menjawabnya saat dering pertama.
“Apa maksudmu?”
“Aku tidak ingin kau kelelahan, Ibu.”
“Aku tidak lelah. Pekerjaanku juga sudah selesai. Mari kita habiskan waktu lebih lama di rumah Kakek.”
“Lupakan. Besok adalah hari pertamaku menyelesaikan tugas liburan sekolahku di pameran.”