Gadis cantik itu hanya mematung, menatap dirinya sendiri di hadapan sebuah cermin besar seukuran dengan tinggi tubuhnya. Manik birunya tak henti mengamati penampilan seorang perempuan bergaun pengantin yang tak lain dirinya sendiri. Tak ada sesimpul senyum pun yang terukir di bibir ranumnya yang telah dipoleh tipis lipstick merah muda. Beberapa orang tengah sibuk menata rambut coklat panjangnya dengan gaya yang tidak dimengerti. Seperti bohemian hairstyle, menurutnya.
Perasaanya tidak menentu. Mengingat pernikahan yang akan dijalaninya sesaat lagi bukanlah keinginan gadis cantik itu. Bukan karena ia telah mengetahui bahwa calonnya seorang tunawicara, ia lebih memikirkan usia yang masih terbilang sangat muda. Ada banyak hal yang belum ia lakukan. Ada banyak hal yang belum ia mengerti tentang dunia, bahkan ia sendiri tidak mengerti pernikahan macam apa yang nantinya ia jalani jika tak ada cinta diantara keduanya.
Kali ini, ia pasrah dan menyerah pada keadaan. Pada orang tuanya yang sengaja menikahkannya pada tunawicara kaya raya dan tidak dikenalnya. Sebelum hari pernikahannya ini, ia sempat membayangkan beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi setelah pria itu mengikatnya.
Pertama, ia akan bahagia bersama keluarga barunya itu seperti dongeng dongeng klasik yang memenuhi imajinasinya semasa kecil. Kemungkinan pertama ini, tidak mungkin. Ia berpikir bahwa tidak ada keluarga bahagia yang diantara anggotanya saling tidak mengenal. Contohnya saja keluarganya. Keluarga si gadis tak bisa dikatakan bahagia jika orang tua saja tidak mengerti apa.yang dirasakan anak perempuan mereka setelah melakukan pernikahan sepihak ini.
Kedua, akan ada beberapa pertengkaran besar dan kecil namun pernikahannya masih dapat diselamatkan hingga maut memisahkan. Kemungkinan ini bisa terjadi empat puluh persen.
Dan ketiga, dalam waktu tiga bulan si gadis dan suaminya nanti akan bercerai karena hal sepele. Menyebabkan diantaranya depresi kemudian mati karena merasa patah hati, lalu arwahnya gentayangan.
Sungguh miris, tidak pernah ada bahagia pada porsu hidupnya selama ini.
"Selesai." Kata seorang penata rambut. "Apakah kau menyukainya pengantin baru?" Lanjutnya.
Si gadis tetap tidak bergeming. Ia tidak peduli pada gaya apapun yang perias poles dan bentuk terhadap tubuhnya. Ia merasa semua orang boleh mempermainkannya sebagai boneka hidup yang cantik. Tapi didetik kemudian, ia merasa kasihan pada dirinya sendiri dan rasanya ingin menangis di tempat yang sepi.
"Hey Lucinda! lihat anakmu ini. Apakah sudah cocok? ia sama sekali tidak berkomentar terhadap pekerjaanku." Si penata rias kembali mengoceh.