⦈⦊︽⦉⦇
"Lih ... apa dia ... nya?"
Kening Lysandra berkerut saat mendengar suara-suara di sekitar. Sensasi dingin langsung terasa di kulit diikuti rasa sakit yang menusuk seluruh tubuh. Perlahan Lysandra mulai merasakan inderanya dan kelopak mata itu secara perlahan terbuka menampilkan mata turquoise yang terlihat bingung.
Lysandra langsung bangkit duduk dan menatap sekitar. Ruang temaram dengan dinding lembab dan deretan besi yang berjajar di depan mata membuat decak kesal hadir dari bibir Lysandra.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya suara dari ruang temaram di depannya membuat Lysandra memandang heran.
Seorang pria muda melambaikan tangan penuh semangat saat akhirnya bertemu pandang dengan Lysandra. Mata violet yang berbinar bahagia tak peduli dengan rantai yang melingkar dan berdentang saat tangannya bergerak.
“Sudah satu hari kamu tertidur, aku pikir kamu tidak akan akan sadar dan aku hampir saja memanggil garda untuk datang.”
Pria muda itu terus berceloteh tak peduli dengan tanggapan dari lawan bicaranya, lain halnya dengan Lysandra yang kembali melirik sekitar. Mata turquoise wanita itu itu bertemu dengan sosok lain yang ada di ruang sel berlawan arah dengannya.
“Ah, aku Aquilin Rynoro. Aku harap kita dapat berteman dengan baik dan bolehkah aku tahu namamu?”
Lysandra tetap diam dan menatap heran Aquilin yang menunggu jawaban dengan wajah tersenyum. Jeda hening yang panjang itu dipecahkan oleh suara wanita dari ruang di sampingnya, membuat Lysandra terlonjak saat mendengar nada sarkas sang wanita.
“Apa situasi kita terlihat menyenangkan bagimu, Aquilin? Bagaimana mungkin kamu bisa bertanya dan berkenalan sesantai itu! Kamu pikir kita sedang berwisata?”
Lysandra mendekat ke arah besi yang berjajar di depan mata dan bertemu pandang dengan seorang wanita berambut merah api serta mata kuning emas yang menyala di tengah temaramnya cahaya.
“Ayolah, Verya! Aku hanya berusaha mencairkan suasana di antara kita semua, kenapa kamu begitu sensitif?”
Perdebatan di antara keduanya terjadi, meninggalkan Lysandra yang hanya menghela napas. Suara keduanya menggema ke segala arah dan baik Verya maupun Aquilin keduanya jelas tidak ingin kalah.
Menelisik dari penampilan dan sikap mungkin wanita itu bagian dari distrik council, batin Lysandra melirik Verya yang mendengus kesal saat kalah berargumen dengan Aquilin.
“Jangan pedulikan keduanya, hal ini sudah biasa. Bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit?”
Lysandra kembali teralihkan oleh suara lain dari ruangan di depannya. Lambaian tangan kembali Lysandra dapati saat bertemu pandang dengan pria muda bermata onyx yang masih menunggu respon dari Lysandra.