Oxygen Paradox

White Blossom
Chapter #18

#18 Ikatan Jiwa

⦈⦊︽⦉⦇


Gelap, sesak dan sempit. Kesunyian di dalam ruangan itu kembali pecah oleh suara batuk yang menggema, bersamaan dengan suara khawatir dari dua orang yang tinggal di sana.

“Kakak! Apa Kakak baik-baik saja?”

Pria muda dengan mata biru es itu memandang khawatir sosok yang lebih tua di depannya yang kembali batuk. Wajahnya sedikit pucat dengan keringat yang membasahi tubuh. 

“Tenanglah, Sandios! Aku baik-baik saja. Ini efek kecil saat aku menggunakan kekuatan untuk berkomunikasi dengan saudara perempuan kita.”

Sandios Alunar mengangguk dan kembali bersandar pada dinding batu nan lembab di belakangnya. Malam kembali datang, terbukti dari cahaya bulan yang sedikit masuk dari celah dinding di atas mereka. Sudah tak terhitung berapa lama waktu dan satu-satunya hal yang dicemaskan kedua saudara itu adalah si bungsu yang terpaksa bertahan sendiri, Lysandra Lunaria.

“Apa Lyly akan baik-baik saja, Kak? Aku dengar teror yang mereka lakukan sudah sampai di Arkavia dan sepertinya Lyly juga sempat ditangkap.”

Eibuson melirik Sandios yang menunduk seraya memeluk kedua lututnya. Kekhawatiran yang sama tentu hadir di dalam hatinya, tetapi bukan berarti Eibuson harus menyerah dengan segala gundah gulana tersebut.

Saudara perempuan kalian pasti akan mati. Tidak ada satu pun yang sanggup bertahan dari efek racun ricin! Secara perlahan hidupnya akan berakhir!

Kalimat salah satu anggota Neasten itu masih jelas menggema dalam benak Eibuson. Tidak ada yang tidak tahu dengan efek racun ricin, sejarah dunia lama mengatakan racun tersebut adalah salah satu racun mematikan.

Namun, setelah bertemu dengan Lysandra beberapa waktu sebelumnya. Kekhawatiran itu mendadak hilang, meskipun terluka kondisi sang adik jauh lebih baik dari yang diharapkan dan tampaknya juga ada orang baik yang hadir bersamanya.

“Sandios, kita harus bisa keluar dari tempat ini! Apa pun yang menunggu di luar sana kita harus siap menghadapinya demi bisa bertemu dengan Lui!”

Sandios mengangguk dan memandang ke arah lorong yang dibatasi oleh jeruji besi di depan mereka. Deretan besi yang dilengkapi dengan listrik di setiap sisinya, mencegah keduanya untuk keluar dari kurungan, bahkan untuk sekedar mendekat.

“Bagaimana Kakak bisa yakin jika kapten Garda itu ada di pihak Lyly?” tanya Sandios membuat Eibuson menoleh ke arahnya.

“Aku melihatnya dari ingatan Lui, Sandios. Kamu tentu tahu bagaimana cara kerja kekuatanku. Menyalurkan, mencari dan membentuk. Kekuatan ruang dan waktu memiliki banyak versi tergantung seberapa ahli penggunanya. Saat berhasil mendapatkan aura jiwa Lui, aku memanfaatkan kekuatanku untuk melihat keadaan luar dari ingatannya. Pria itu … selalu ada bersamanya!”

Sandios mengangguk samar seraya menghela napas. Kekuatan Eibuson tidak perlu diragukan lagi, penguasa ruang dan waktu di Vitalion yang bahkan pemimpin sendiri sudah mengakui kehebatannya.

Jika Eibuson sudah berkata demikian, maka benar adanya jika sosok yang ada bersama saudara kembarnya itu bisa dipercaya. Setidaknya Sandios sudah memberikan bantuan dengan menghantarkan kekuatannya untuk menyembuhkan luka Lysandra.

Sandion mengusap wajah frustasi seraya menghela napas. “Aku benci dengan perasaan ini. Perpisahan selalu membuat kita terluka. Rasa sakit yang merambat dari dada dan menjalar ke seluruh tubuh, menghantarkan air mata yang jatuh menuruni wajah.”

Eibuson menoleh ke arah Sandios yang mencengkram erat dadanya. Tersenyum sendu seraya mengusap kepala sang adik yang terus menumpahkan keluh kesahnya.

“Kak Eibu, tanpa kita sadari … kita sudah melukai Lyly! Aku tahu kita tidak bisa mencegah semua ini, tapi ketidakhadiran kita bersamanya jelas telah menambah luka yang selama ini sudah susah payah kita sembuhkan!”

***

Ikatan antara saudara kembar itu benar adanya. Meski jauh dari Lysandra, Sandios dengan jelas merasakan pergulatan hati saudarinya. Hal yang sama juga berlaku untuk Lysandra dan tepat saat sebuah tamparan mengenai wajahnya, rasa sakit itu kian membuatnya terkoyak.

Lysandra tak lagi sanggup berdiri dan berakhir terduduk dengan rasa panas yang menjalar di pipinya yang semakin merah, diikuti darah yang perlahan keluar dari sudut bibirnya.

“Verya, apa yang kamu lakukan?!” teriak Aquilin saat melihat Lysandra yang terduduk dengan pandangan yang hanya fokus ke lantai.

Verya juga bungkam, amarah yang memuncak selalu membuatnya kalap dan gelap mata. Meski tangannya terasa panas dan perih, pandangan Verya tetap fokus pada Lysandra yang mengusap sudut bibirnya.

Lagi-lagi aku membuat drama. Aku mengacau lagi! batin Lysandra mengepalkan tangan. Rasa sakit di dada kembali terasa membuatnya terbatuk.

Kieran yang ada di belakang Lysandra segera membantu wanita itu untuk berdiri, melirik Kaspar yang mengangguk dan segera beranjak keluar ruangan. Suasana di dalam ruangan itu masih hening.

Lihat selengkapnya