Kopi pertama pagi ini pahit, hangat, dan nikmat. Aurora memang penikmat kopi pahit. Baginya kopi pahit memiliki kenikmatan tersendiri dibanding kopi manis. “Namanya juga kopi ya pasti pahitlah kalau mau manis makan gula aja,” jawabnya setiap ada yang protes tentang kebiasaanya minum kopi pahit.
Tidak terasa Bumi Kopi sudah berdiri selama enam bulan. Karyawannya mengusulkan untuk merayakan dengan syukuran kecil-kecilan. Hanya untuk para karyawan, Aurora, serta Noni. Namun Aurora kurang setuju dengan usul para karyawannya, baginya enam bulan belum merupakan pencapaian yang hebat untuk Aurora dan Bumi Kopi. Walaupun sebenarnya di mata orang sekeliling Aurora, kafe miliknya sudah sangat maju jika ditinjau dari umurnya yang baru beberapa bulan.
“Kasih ajalah Ra keinginan mereka. Mereka kan juga bagian dari Bumi Kopi,” saran Noni untuk Aurora agar menyetujui usul karyawannya.
“Tapi Non kalau punya untung sedikit trus buat hura-hura, kapan mau majunya?”
“Kafe sudah maju Ra, dalam beberapa bulan aja sebagian besar kaum remaja dan mahasiswa di Bandung sudah tahu bahkan akrab sama Bumi Kopi. Kalo gue jadi lo ini merupakan pencapaian yang luar biasa.”
“Non,” ujar Aurora membetulkan letak duduknya dan memasang wajah serius, “Sekarang ini gue sedang menjauhi yang namanya zona nyaman. Semakin mendekati yang namanya zona nyaman maka seketika itu juga usaha gue akan hancur. Gue ini masih muda Non, nggak pantes kalo terus mengejar yang namanya zona nyaman.”
“Syukuran termasuk zona nyaman?” tanya Noni.
“Iya jelas. Nanti gue akan nyaman dengan apa yang gue dapat sekarang dan gue nggak akan pernah maju karena sudah puas dengan apa yang gue miliki sekarang.”
“Oke, ikuti kata hati lo aja. Gue cuma kasih saran dan pendapat aja kok, keputusan terbesar tergantung lo aja,” ujar Noni menghargai pilihan Aurora.
Aurora sedang duduk santai di depan meja kasirnya. Bumi Kopi baru saja buka sehingga pelanggannya belum banyak yang datang. Ia sedang browsing internet untuk mencari inspirasi. Rencananya Aurora ingin menambah konsep di kafenya agar para pelanggan tidak bosan. Kaskus dan YouTube adalah jujukannya untuk mencari inspirasi. Sempat terpikir olehnya menambahkan musik akustik dan bartender sehingga ada atraksi yang bisa ditonton. Namun konsep ini sudah banyak dipakai oleh tempat nongkrong lain. Ia ingin mencari konsep yang lebih fresh lagi.
“Selamat pagi Mbak,” sapa seorang cowok tiba-tiba. Aurora terjingkat kaget. “Maaf mbak kalo bikin kaget,” ujar cowok tersebut setelah melihat ekspresi wajah Aurora.
“Oh iya mas nggak masalah. Ada apa ya? Mau bayar?” tanya Aurora masih dengan jantung berdebar. Melihat Aurora yang salah tingkah cowok tersebut malah tersenyum.
“Nggak mbak. Kenalin gue Gilang. Ini dengan Mbak Aurora kan?”
“Iya, gue Aurora. Panggil gue Ra, nggak usah pake mbak segala,” ujar Aurora sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. “Ada yang bisa dibantu mas?”Aurora melanjutkan.
“Bisa kita ngobrol sebentar Ra?”
“Bisa Lang, yuk,” ujar Aurora sembari mengajak Gilang duduk di sudut ruangan untuk berdiskusi.
“Jadi gini Ra, gue ketua suatu komunitas yang rencananya sih pingin ngadain kumpul disini setiap minggunya. Boleh nggak?” terang Gilang setelah mereka memesan kopi.
“Sori, kalo boleh tahu komunitas apa ya?”
“Stand up comedy, jadi stand up comedy adalah...” belum sempat Gilang meneruskan penjelasannya Aurora sudah memotong terlebih dahulu.
“Oke, kalian butuh gue sediain apa di kafe biar kalian bisa enak buat ngobrolnya,” tanya Aurora ingin memberikan yang terbaik.
“Jadi lo setuju Ra?”
“Iya gue setuju asalkan pihak lo mau bantuin kita buat promosi kafe di setiap sosial media yang kalian punya,” pinta Aurora sederhana.
“Wah, nggak nyangka ternyata minta izinnya bisa secepat ini. Kita akan ngadain kumpul dua kali dalam seminggu, Hari Selasa dan Jumat. Hari Selasa kita cuma sharing biasa antar anggota komunitas terus yang Hari Jumat rencananya kita akan adain open mic biar para komiknya bisa ngasah kemampuan mereka.”
“Sejujurnya gue nggak paham sama istilah-istilah yang lo sebutin tadi. Tapi oke gue bisa memahami komunitas kalian sambil jalan aja. Kalian butuh property apa?”
“Kami pinginnya ada panggung kecil dan sound untuk setiap Hari Jumat. Kalo yang Hari Selasa pihak kafe nggak usah nyediaiin apa-apa karena kita cuma kumpul biasa. Satu lagi kami minta kafe juga mengumumkan kalo setiap Hari Jumat akan ada hiburan stand up comedy jadi yang datang bisa banyak.”
“Kalau masalah publikasi tenang aja, kami akan siarkan dari darat, laut dan udara. Permintaan kedua panggung ya, kalau panggung kayanya kita belum bisa kasih. Mungkin gue siapin space di sana buat gue pasang pengeras sama musik aja, gimana?”
“Iya boleh, pokoknya ada pngeras aja biar suaranya bisa kedengeran. Rencananya kita mau mulai minggu depan kalo diizinkan.”
“Oke sip, gue setuju. Lebih cepat lebih baik,” ujar Aurora. Mereka berdua terlibat pembicaraan yang cukup panjang terkait dengan kerjasama mereka yang baru.
Gilang adalah mahasiswa semester sepuluh di universitas yang sama dengan Aurora namun berbeda jurusan. Gilang sedang menempuh studinya di Fakultas Ilmu Budaya. Usianya setahun lebih tua di atas Aurora. Ia merupakan penggagas komunitas stand up comedy di Kota Bandung. Gilang bukan asli orang Bandung, ia asli Jakarta sama seperti Aurora. Kesamaan tempat inilah yang membuat Aurora dan Gilang merasa cocok.
“Jadi mau pasang panggung dimana?” tanya Noni yang sudah mendengar kabar akan ada stand up comedy di Bumi Kopi.
“Gimana kalau nggak usah pakai panggung. Sudut ruangan itu kita pasang sound sama tanaman sederhana aja biar lebih simpel,” usul Aurora.
“Boleh juga, terus dekorasinya mau kaya gimana?”
“Masih bingung Non. Lo kan anak arsitek harusnya lebih tau masalah kaya gini.”
“Ya udah ntar gue tanyain sama temen-temen deh kali aja ada yang mau bikinin dekorasi disini.”
“Kalau bisa tanpa ongkos ya Non, lumayan bisa buat menghemat biaya.”
“Dasar pelit!”
Ada suasana baru yang tercipta di Bumi Kopi. Setiap hari Selasa dan Jumat Bumi Kopi selalu ramai pengunjung, terutama Hari Jumat. Mereka ingin menyaksikan pertunjukan stand up comedy yang diadakan oleh komunitas SUC Bandung. Selalu ada tawa di dalamnya. Aurora juga mulai mengerti apa itu stand up comedy setelah sering melihatnya. Ia sudah memahami istilah-istilah yang dikatakan oleh Gilang.
Adanya kerjasama antara kafe dan komunitas membuat Aurora dan Gilang semakin dekat. Obrolan mereka selalu nyambung walaupun Aurora terkadang masih asing dengan yang dijelaskan oleh Gilang. Gilang sering mengajak Aurora menonton stand up comedy di tempat lain. Rupanya Aurora mulai menikmati pertunjukan stand up comedy. Ia sering browsing internet untuk mendapatkan informasi tentang stand up comedy. Situs youtube menjadi website pokok untuk mencari video dari komik-komik.
“Gimana Ra kayanya udah mulai suka sama stand up comedy,” tanya Gilang pada Aurora.
“Iya nih Lang, ternyata seru juga ya nonton komedi tunggal kaya gini. Walaupun mereka ngelawak sendirian tapi tetep lucu.”
“Nggak tertarik buat jadi komik?” tawar Gilang pada Aurora.
“Belum tertarik Lang, masih pingin menikmati dulu aja. Lagian ngelucu sendirian di depan banyak orang masih asing buat gue.”
“Coba aja dulu kalo lo udah ngerasain yang namanya jadi komik dan pecah pasti pingin nyobain terus.”
“Nggak PD Lang, takutnya malah garing.”
“Terserah lo aja deh Ra, ntar kalo udah mau jadi komik hubungin ya biar gue bisa jadi penonton pertama lo.”
“Haha, bisa aja lo Lang.”