Aku, Elmo, Satya naik ke kelas 2. Di kelas 2, yang kami dengar akan ada rolling kelas. Kayak dikocok, kami akan dipisah-pisah ke kelas lain secara acak. Aku tidak tahu bagaimana nasibku, Elmo dan Satya, apakah bisa satu kelas lagi atau tidak. Untuk sementara kami menikmati dulu saja hasil ujian kenaikan kelas dengan rapor yang mengalami peningkatan, meskipun hatiku sedikit deg-degan bila ternyata aku tidak bisa sekelas dengan Elmo atau Satya.
Minggu siang diundang Mamahnya Elmo untuk datang ke rumah mereka. Katanya akan ada acara makan-makan karena Elmo naik kelas dengan nilai bagus, selain juga merayakan ulang tahun Mamahnya. Hanya aku dan Satya yang diundang, karena kami berdua yang dikenal Mamahnya Elmo. Katanya, selain kami berdua, acara itu juga akan dihadiri teman-temannya Mamahnya Elmo dan anak-anak mereka. Aku sudah panik membayangkan akan bertemu dengan anak-anak orang kaya dengan gaya dandanan mewah.
Aku sampai tidak bisa tidur bila mengingat pesta yang akan digelar dua hari lagi itu. Ibuk sudah menyerah tidak mungkin membelikan aku baju yang pantas untuk datang. Sementara aku tidak punya baju bagus lain selain kaos Fido Dido palsu andalan. Aku sempat bertanya kepada Satya tentang hal ini dan dia juga sama bingungnya.
“Ya paling aku pakai kaos andalan, celana panjang andalan sama sepatu Warrior yang kupakai sekolah itu,” jawab Satya. Tak melegakan sama sekali. Berarti aku juga harus memakai kaos Fido Dido itu dan sepatu Warrior, sepatu murah sejuta umat yang konon seragam penangkal kecemburuan sosial antara murid miskin dan kaya.
Sampai kemudian Sabtu siang mendadak Elmo dan Satya muncul di rumahku. Mereka ngajak aku ke kawasan pertokoan Coyudan untuk nganter Elmo cari baju. Aku sih seneng-seneng saja, mengingat liburan satu bulan kenaikan kelas begini kalau di rumah ya bosen juga. Kali ini kami bersepeda sekitar 1.5 km dari rumahku menuju ke kawasan pertokoan di Coyudan.
Setelah memarkir sepeda, kami berjalan menyusuri sepanjang koridor Jalan Gatot Subroto di mana kanan kiri banyak terdapat toko pakaian dan toko sepatu. Elmo mengajak masuk ke Toko Monza yang sebenarnya aku tidak heran sih karena memang toko ini sesuai dengan levelnya Elmo. Toko Monza hanya menjual pakaian bermerek seperti Poshboy, Osella, Hammer, Levis, TIRA, Griffone, dan merek-merek lain yang aku pastikan tak mampu kubeli.
“Kalian cariin aku kaos Osella dulu deh, pilih dua ya. Aku ke sana dulu mau nyari celana Levi's,” Elmo memberi perintah dan langsung meninggalkanku dan Satya yang bertingkah seperti rusa masuk kampung.
“Ukurannya, Mo?” tanya Satya.
“Sama kayak kalian,” seru Elmo.
Memang tubuh kami hampir sama, hanya Elmo agak tinggi sedikit atletis setidaknya dibanding aku dan Satya. Sepertinya ukuran baju pun tak akan jauh berbeda. Kulirik Satya, lalu mendorongnya, “Ayooo ....”
“Aku ... takut ... nanti dikira mau nyolong ....” muka Satya pucet.
“Yeee sama. Aku juga belum pernah beli di sini. Kalau diajak masuk ke sini pernah sama tetangga, tapi ngintilin doang,” bisikku.
Berada di dalam toko mahal memang menyenangkan karena di dalam sejuk banget ada AC. Musik mengalun, lagunya rapper Iwa K "Kuingin Kembali" terdengar ke seluruh penjuru toko, lagu yang lagi hits saat ini. Aku masih celingukan canggung nggak jelas. Seorang pegawai toko perempuan mendatangiku dan Satya. Dengan ramah dia bertanya apa yang ingin kami cari. Kami serempak menunjuk ke Elmo sebagai tameng, bahwa kami mengantar Elmo dan diminta mencarikan kaos Osella dua buah. Pegawai itu pun mengajak kami ke pojokan khusus baju Osella, lalu meminta kami memilih kira-kira baju yang mana yang disukai Elmo.