Minggu pagi ada istilah matine untuk menyebut jadwal film yang dimainkan di bioskop pada siang hari agak pagi. Solo Theater selalu ada jadwal matine pada Minggu jam 11.00 WIB. Aku belum pernah nonton film di jam itu, meskipun beberapa kali Elmo sempat merencanakan. Ini karena hari Minggu aku biasa bangun siang, pun Satya juga mengatakan hal sama.
Bagi orang miskin seperti aku dan Satya, tidur adalah kemewahan. Dalam tidur kami bisa bermimpi sekaya-kayanya. Lagipula, saat tidur perut kami tidak terasa lapar sehingga kalaupun belum ada makanan yang bisa disantap, tak mengapa. Kalau bangun, pasti reseh pengen ini itu. Itulah kenapa aku dan Satya menolak untuk nonton film di jadwal matine.
Sampai kemudian pukul 09.00 WIB, Elmo nonggol di rumahku. Ibuk membangunkanku yang sempat membuatku uring-uringan sesaat. “Ada temennya itu, cepet bangun! Nggak malu jam segini masih tidur,” Ibuk mengakhiri kalimatnya dengan menarik selimutku cepat. Aku masih berusaha untuk kembali meringkuk di tempat tidur, sampai tiba-tiba Ibuk sudah masuk kembali ke kamar sempitku dengan berkacak pinggang, melotot!
“Apa sih, Buk ... masih ngantuk!” sergahku.
“Itu dicari temenmu lho!” seru Ibukku.
Mendadak nyawaku terkumpul. Dengan malas aku turun dari dipan dan beranjak keluar dengan masih ada tahi mata. Kulihat Elmo dan Satya duduk di bilik bawah pohon waru. Mereka sempat melihatku, sebelum aku memberi tanda untuk cuci muka sebentar.
Tak berapa lama aku sudah berada di depan mereka berdua,”Tumben pagi-pagi sudah jalan. Ada apa?” tanyaku ogah-ogahan.
“Nonton matine jam 11.00 WIB. Mandi sono,” sahut Satya cepat.
“Nggak nanti sore saja nontonnya? Males banget."
“Nggak ada nanti sore. Show-nya tinggal sekali jam 11 ini,” sambar Elmo.
“Iya. Ini terakhir. Diputer ekstra saja sekali, besok Senin sudah ganti film ... udah buruan,” kata Satya lagi.
“Tai Chi Master. Kamu yakin akan melewatkan?” goda Elmo.
Aku menepuk jidat, aduh! Pilihan berat. Sebagai penggemar berat Jet Li, kami tidak boleh melewatkan Tai Chi Master. Rencana nonton sudah seminggu lalu, tetapi nunggu Elmo ngajak kok nggak diajak-ajak hahaha. Nah, sekarang show terakhir, jadi mau tidak mau harus nonton sekarang.
Kami menyebutnya silat kuncung untuk film-film kungfu klasik Tionghoa. Ini karena karakternya sering terlihat banyak yang botak dengan rambut sedikit di ubun-ubun agak belakang, kemudian diikat dengan gelung kecil yang orang Jawa menyebutnya kuncung. Nyaris semua film silat kuncung yang masuk ke gedung bioskop kami tonton.
“Oke aku mandi dulu."
**
Itu salah satu penampilan Jet Li yang terbaik yang kami tonton. Kami tak henti-hentinya membicarakan Tai Chi Master. Aku seperti tak sia-sia merelakan waktu tidurku untuk menonton film ini. Kami bahagia, setidaknya kuyakin seperti itu, meskipun hari ini ada yang sedikit berubah dari sikap Elmo. Dia sering mendadak menerawang juga tak banyak omong.
“Kalian sudah pamit kan?” Elmo bertanya kepadaku dan Satya. Kami masih berada di area lobi gedung bioskop karena belum tahu mau kemana selanjutnya.
“Ya pamitnya nonton bioskop,” kataku.
“Tapi kalau sama kamu, Emakku ngerti kok,” imbuh Satya.
“Jadi ya tidak akan masalah,” tambahku.
“Emang kenapa?”
Aku dan Satya mendadak seperti tim terkompak dalam menjawab pertanyaan secara bergantian. Elmo diam sesaat mendengar pertanyaan Satya.
“Kalian pulang sebelum Maghrib nggak apa-apa kan?” Elmo bertanya sambil melirik ke kami.
“Emang mau kemana, lama amat sampai Maghrib," kataku.
“Emang mau ngapain?” Satya memperjelas.
“Habis ini kita makan di Hasrep dulu ya. Terus balik lagi ke sini. Jangan khawatir, aku punya duit banyak,” Elmo mengeluarkan dompet Dagadu-nya, lalu memperlihatkan lipatan uang kertas yang tebal. Aku terbelalak. Belum pernah kulihat uang sebanyak itu, lembaran kertas yang dilipat sekali, lalu dikareti. Satya mulutnya nganga tak kalah kaget.