Pacar Bayaran

sukadmadji
Chapter #10

Labirin Tanpa Ujung


Di sebuah ruangan megah di rumah keluarga Kiem, Bos Kiem duduk di kursi kayu jati berukir, dikelilingi oleh rak buku berisi literatur bisnis dan sejarah keluarga mereka. Aroma teh hangat memenuhi ruangan, tetapi pikirannya sedang tidak tenang.


Di hadapannya, Candra, Budi, dan Reza berdiri dengan sikap hormat. Candra, tangan kanannya yang paling dipercaya, baru saja memutar sebuah video di layar besar di ruangan itu. Video yang memperlihatkan cucunya, Luna Kiem, berdampingan dengan seorang pria tampan di acara pertemuan para pengusaha di Hotel Grand City.


Bos Kiem menyipitkan mata saat video memperlihatkan momen Andrian berdiri di podium, berbicara dengan percaya diri tentang bisnis global.


"Menarik…" gumam Bos Kiem sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Sangat menarik."


Candra melirik sekilas ke arah Reza dan Budi sebelum kembali menatap bosnya. "Saya sudah menyelidiki pria ini, Bos. Namanya Andrian. Sejauh ini, dia hanya diketahui sebagai fotografer freelance."


Bos Kiem terkekeh pelan. "Fotografer freelance?" ulangnya dengan nada skeptis. "Candra, lihat cara dia berbicara di podium. Itu bukan cara bicara orang biasa. Dia bukan hanya sekadar fotografer."


Candra mengangguk setuju. "Itulah yang membuat saya curiga, Bos. Tidak banyak orang bisa berbicara seperti itu di depan para pengusaha besar. Bahkan, beberapa pemilik bisnis besar pun tidak memiliki kepercayaan diri sepertinya."


Bos Kiem menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya masih terpaku ke layar yang kini menunjukkan Andrian turun dari podium, disambut oleh beberapa pengusaha yang tampak terkesan.


"Dan yang lebih aneh lagi, semua orang di ruangan itu memperlakukannya seolah dia adalah bagian dari mereka," tambah Budi.


"Tidak ada yang mempertanyakan siapa dia," sambung Reza. "Seolah-olah… dia memang seseorang yang layak ada di sana."


Bos Kiem mengangguk pelan, seolah-olah sedang menyusun kepingan teka-teki dalam pikirannya.


"Jadi… pria ini bukan hanya pacar pura-pura cucuku," katanya lebih kepada dirinya sendiri. "Dia seseorang yang lebih besar dari yang kita kira."


Candra menatap bosnya dengan penuh kewaspadaan. "Bos, apakah Anda ingin kami menggali lebih dalam tentang identitasnya?"


Bos Kiem mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka menahan diri. "Tidak perlu terburu-buru, Candra. Aku ingin melihat sampai sejauh mana dia bisa bermain dalam permainan ini."


Tatapannya tajam, penuh perhitungan.


"Biarkan aku mengamatinya lebih lama. Aku ingin tahu siapa dia sebenarnya, dan yang lebih penting… apa tujuannya mendekati Luna."


Candra, Budi, dan Reza saling bertukar pandang sebelum mengangguk.


"Baik, Bos," jawab mereka serempak.


Bos Kiem menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan senyum kecil di wajahnya.


"Andrian… siapa pun kau, kau telah menarik perhatianku."


Dan untuk pertama kalinya sejak lama, Bos Kiem merasa tertantang.

***


Bos Kiem meneguk teh hangatnya dengan perlahan. Wajahnya tetap tenang, tetapi pikirannya terus berputar. Sosok Andrian benar-benar menarik perhatiannya. Terlalu rapi, terlalu cerdas, dan terlalu berkelas untuk seseorang yang hanya disebut sebagai "fotografer freelance."


Ia menatap Candra, Budi, dan Reza dengan tajam. "Untuk sementara, kalian tetap fokus pada tugas utama kalian. Aku ingin keamanan di seluruh perusahaan anak cabang tetap terjaga. Jangan biarkan pesaing mengambil kesempatan sekecil apa pun."


Candra mengangguk. "Baik, Bos. Tapi bagaimana dengan Andrian? Apa kita tetap mengawasinya?"


Bos Kiem menyeringai kecil. "Tidak perlu. Kali ini, aku sendiri yang akan menyelidikinya."


Reza dan Budi saling bertukar pandang, sedikit terkejut. "Anda sendiri, Bos?" tanya Reza.

Lihat selengkapnya