Luna Kiem duduk di kursi CEO, tatapannya kosong, pikirannya melayang jauh. Tangannya menopang dagu, sementara jemarinya tanpa sadar memainkan pulpen di meja. Sejak semalam, perasaannya terasa aneh, gelisah, tak menentu, dan penuh debaran yang tak biasa.
Bayangan kejadian semalam terus berputar di benaknya.
Andrian…
Pria penuh misteri itu datang seperti malaikat di saat dirinya dalam bahaya. Cara Andrian bertarung, bagaimana dia menatapnya dengan ketegasan, dan suara hangatnya yang menenangkan saat membebaskannya dari sekapan.
Yang lebih mengusik pikirannya adalah…
Ciuman itu.
Luna menyentuh bibirnya sendiri, lalu pipinya yang masih terasa hangat setiap kali mengingatnya.
“Kenapa aku jadi begini?” bisiknya pelan, hatinya dilanda dilema yang tak bisa dia jelaskan.
Sebelum semalam, Andrian hanya pacar kontraknya. Seorang pria yang dia bayar untuk berpura-pura menjadi pendampingnya. Tapi sekarang? Rasanya terlalu sulit untuk membohongi diri sendiri.
Luna menghembuskan napas panjang.
Tiba-tiba, suara seseorang membuyarkan lamunannya.
“Nona Luna… sedang memikirkan seseorang, ya?”
Luna tersentak. Ratna, asisten pribadinya, berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh selidik.
“Eh? Kapan kamu datang?” Luna buru-buru merapikan duduknya, mencoba terlihat tenang.
Ratna menyipitkan mata, senyumnya penuh arti. “Baru saja. Tapi sepertinya saya mengganggu seseorang yang sedang jatuh cinta?”
“Apa? Jatuh cinta? Aku?” Luna tertawa kaku. “Jangan bercanda, Ratna.”
“Oh, jadi tadi Nona Luna melamun bukan karena Tuan Andrian?”
Luna terdiam. Dia ingin membantah, tapi lidahnya kelu.
Ratna terkekeh, lalu melangkah lebih dekat. “Sudah saya duga, pasti karena dia. Mata Nona berbinar saat menyebut namanya.”
Luna mendesah pelan, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, Ratna…”
Ratna menepuk bahunya lembut. “Mungkin ini bukan sekadar kontrak, Nona. Mungkin… hati Nona sudah memilih.”
Luna terdiam, kata-kata Ratna menancap dalam di benaknya. Benarkah… dia mulai mencintai Andrian?