Nurul POV
Entah kenapa aku sangat marah ketika Ibu mengatakan bahwa Mas Haris orang yang tidak sopan? Buktinya dia sopan kok terhadapku. Selama kami pacaran, dia juga tidak pernah macam-macam kepadaku. Ya, aku tahu kalau waktu itu Mas Haris memang tidak berpamitan dengan Ibu ketika mengantarku pulang ke rumah dan posisi disitu jelas ada Ibu. Tapi kan semua orang bisa saja berubah, bisa saja setelah kejadian kemarin itu Mas Haris menjadi berubah. Aku yakin itu.
Malam menjelang, Bapak dan Ibu sudah berada di rumah. Seperti biasa, kami bertiga berkumpul untuk menonton televisi. Alangkah terkejutnya aku mendengar berita di televisi bahwa covid-19 sudah memasuki daerah Jawa Tengah. Mulai besok, sekolah, kampus, dan pabrik yang berada di Jawa Tengah akan ditutup. Aku pun mendapat pesan dari dari grup kelas bahwa bimbingan skripsi akan diadakan lewat daring. Beruntungnya Bapak dan Ibu besok masih bisa bekerja, asalkan tetap menjaga protokol kesehatan.
"Pak, aku mendapat pesan dari grup kelas kalau bimbingan skripsi diadakan lewat online," Nurul membuka pembicaraan supaya suasana tidak hening.
"Malah bagus dong, kan kamu gak perlu ngeprint," sahut Bapak.
"Iya sih, Pak. Tapi kalau aku gak paham yang beliau maksud gimana?"
"Pasti bisa, Rul. Semangat!" Sang Bapak memberikan semangat.
"Iya, makannya kamu tuh harus fokus aja ke skripsi, gak usah pacaran mulu!" Sindir Sang Ibu dan melirik ke arahku dengan tajam.
"Iya Pak, Bu."
Beberapa hari setelah covid-19 bahkan sudah sampai di desaku, aku semakin panik. Sebenarnya aku sangat ingin keluar rumah, tapi Bapak dan Ibu melarangku karena bahaya jika keluar rumah dimusim covid seperti ini. Pagi ini, Mas Haris mengirimiku pesan. Seperti biasa, dia mengajakku pergi ke suatu tempat. Katanya sih ke sebuah curug, yang mana pemandangan di sana masih sangat asri dengan air terjun yang mengalir dari atas tebing. Ia mengirimiku gambar pemandangan dari curug itu. Namun aku menolaknya, karena aku tidak mau jika setelah pergi dengannya malah membawa petaka berupa penyakit covid-19 dan malah menulari seluruh anggota keluargaku, terutama Bapak dan Ibu. Aku tidak mau hal itu terjadi, maka dari itu aku menolaknya.
Nurul POV End
_
Di sebuah rumah yang terlihat sederhana, terdapat seorang lelaki yang sedang duduk di lantai kamarnya. Ia sedang menyervice laptop dari pelanggan-pelanggannya. Tapi juga sesekali membalas pesan dari orang-orang yang hanya ingin berkonsultasi masalah kerusakan laptop dan mencoba mengabari sang kekasih untuk mengajaknya pergi ke curug, hitung-hitung sebagai refreshing. Namun ketika melihat balasan dari sang kekasih yang ternyata menolak ajakannya, membuatnya kehilangan semangat.
Haris POV
Mengapa Nurul menolakku? Tidak biasanya dia begitu. Bahkan ketika aku ke kostnya dulu, dia tidak pernah menolaknya. Apakah dia sudah tahu tentang apa yang terjadi selama ini? Ah tidak, tidak mungkin dia mengetahui segalanya. Lagian dia tahu dari siapa coba? Tidak ada ada yang memberitahunya, dan aku juga diam selama ini. Aku pun mengerjakan pekerjaanku lagi. Tak lama kemudian ponselku berdering.
Tring~ (suara panggilan ponsel)
"Halo,"
"Baiklah, setelah ini selesai mari kita bertemu. Mau bertemu di mana kira-kira?"
"Oh cafe Teachees dekat rumahku? Baiklah, tunggu aku ya. Kau tetap disitu ya, jangan kemana-mana,"
Panggilan telepon pun ditutup.
"Hahaha, tidak apa aku gak jalan denganmu, Nurul. Karena dengan yang lain akan lebih mengasikkan dari pada denganmu." Haris menampilkan seyum smirknya.