Pacar Online 2021

Nurul Adiyanti
Chapter #11

Penolakan

Udara malam semakin dingin, seakan menusuk kulit seorang gadis dengan kaos putih berlengan pendek, celana jeans sepaha dan rambut kecoklatannya yang dibiarkan terurai sepunggung. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di luar rumahnya.

Matanya memandang ke arah bunga nusa indah yang bergerombol di pekarangan rumahnya. Kakinya ditekuk, menumpukan tangannya di lutut. Pikirannya kembali pada pernyataan cinta dari seorang lelaki jangkung nan kurus yang ditemuinya siang tadi di taman sekolah.

"Yur, aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?" Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di telinga dan pikiran gadis dengan rambut kecoklatan itu, Yurika. Ia menyembunyikan wajahnya di sela-sela lututnya. Mendongakkan kepalanya dan menatap lagi bunga nusa indah yang ada dihadapannya. Ia pun menapakkan kakinya ke lantai, berdiri, dan mencoba menghampiri bunga berwarna merah muda yang terlihat mencolok nan cantik itu, memetiknya satu tangkai dan mengajaknya berbicara.

"Hai, bunga. Apakah jawabanku tadi telah menyakiti hatinya?" Yurika pun mengingat saat tadi siang menolak pernyataan cinta Ian.

.

"Yur, aku mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?" Yurika masih tidak menyangka, ternyata selama ini Ian juga mencintainya.

Sama seperti dia yang selama ini mencintai Ian. Yurika benar-benar terkejut. Lidahnya kelu, otaknya pun seakan berhenti untuk berpikir, dan jantungnya juga berdetak kencang ketika bersama dengan Ian. Ia belum bisa menjawab pertanyaan dari Ian. Tapi mau tak mau di harus menjawabnya sekarang supaya Ian tidak terlalu bergantung pada jawabannya. Yurika melepas genggaman tangan Ian dari pergelangan tangannya.

"Maafkan aku, Yan. Memang, selama ini kita dekat, bahkan dari dulu kita memang bersahabat, saling berbagi suka dan duka. Aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri. Jika dikata tidak mencintaimu, itu mustahil Yan. Aku juga mencintaimu. Tapi, aku belum siap saja kalau kita pacaran," mendengar penolakan dari Yurika, membuat ekspresi wajah Ian berubah.

Yang tadinya sangat senang dan berbunga-bunga ketika akan menyatakan cinta pada Yurika, tiba-tiba berubah. Senyumannya memudar bergantikan dengan ekspresi biasa yang masih tertutup masker.

"Tidak apa-apa, Yur. Kan kita nanti bisa tambah dekat, bahkan teman-teman pun malah mengira bahwa kita sudah pacaran, kan? Untuk membuktikan omongan mereka juga, apakah gak lebih baik kalau kita beneran pacaran saja?" Ian masih membujuk Yurika, siapa tahu gadis itu akan berubah pikiran, namun ternyata tidak.

"Iya Yan, tapi kita kan udah lulus. Pasti setelah ini kita akan memilih Universitas yang berbeda dan bahkan karena sibuk, komunikasi diantara kita pasti akan merenggang. Aku tidak mau kamu akan sakit hati karena kesibukanku atau apapun itu yang terjadi kedepannya. Dan ya, kalau kita pacaran aku takut akan merusak persahabatan kita selama ini, Yan. Pasti nanti juga ada sensasi yang berbeda. Tidak senyaman ketika kita hanya sabahat biasa gitu. Jadi, biarlah mengalir apa adanya saja. Jika kau mencintaiku, buang rasa cinta itu jauh-jauh Ian. Ingat, kita adalah sahabat, sampai kapan pun kita hanyalah sahabat. Tidak lebih, Maaf," jelas Yurika.

Bukan tanpa alasan Yurika memilih untuk menolak cinta Ian. Ia punya alasan, alasannya itu yang membuatnya ragu. Ian pun tersenyum, meski hatinya sungguh sangat sakit mendengar ponalakan dari Yurika.

"Baiklah, Yur. Jika itu maumu. Tidak masalah kok," Ian tersenyum kecut meskipun tidak terlihat, namun matanya tak bisa berbohong kalau dirinya kecewa dengan pernyataan Yurika.

"Oke, aku pulang dulu ya, Yan. Kakakku sudah menunggu di mobil, Bye!" Yurika melambaikan tangan ke arah Ian dan berjalan menuju mobilnya.

Tak lama setelah itu, Aldrin keluar dari kelas dan melihat Ian sudah berlutut di taman sekolah dan menumpukan telapak tangannya pula di rumput taman sekolah. Ya, setelah Yurika pergi, Ian tak sanggup lagi bertahan, lututnya seakan melemah dan jatuh ke tanah. Aldrin sampai bingung, apa yang terjadi sehingga membuat sepupunya itu bersimpuh, berlutut sendirian di taman.

"Hey, kau kenapa, Ian? Ayo kita pulang!" Ajak Aldrin sambil menepuk pundak Ian. Ian mendongak, menggenggam tangan Aldrin dan ikut pulang bersama Aldrin tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

.

Yurika mencium bunga yang dipegangnya.

"Maafkan aku, Ian. Bukan tanpa alasan aku menolakmu. Aku takut, bahkan sangat takut, bila aku menerimamu, aku akan bernasib sama seperti kakakku dulu." Yurika masih asik berbicara dengan bunga yang dipegangnya itu.

Lihat selengkapnya