Pagi yang cerah membuat siapa saja sudah memulai aktifitasnya dengan semangat. Semenjak mendapat firasat-firasat aneh tentang Ian, Nurul memutuskan untuk tidak lagi mencampuri urusan Ian, dan tidak lagi berkomunikasi dengannya. Bahkan ketika sudah wisuda pun Nurul tidak bercerita apa pun tentang pengalaman wisudanya itu ke Ian. Begitu pun dengan Ian, setelah mengetahui bahwa Nurul mempunyai kelebihan seperti itu, hatinya menjadi goyah.
Ia juga tidak lagi menghubungi Nurul atau sejenisnya. Hingga saat ini, tahun 2022, negara Indonesia sudah bebas dari virus covid-19, orang-orang pun sudah tidak perlu lagi untuk memakai masker ketika melakukan aktifitas. Kini Nurul mendapat panggilan dari Sang Paman yang berada di kota Pati Jawa Tengah, kata Sang Paman, Nurul diminta ke Pati untuk bekerja dengannya, daripada menganggur di rumah dan tidak mendapat penghasilan. Karena Nurul merasa hidupnya memang membosankan, Ia pun mengikuti apa yang dikatakan Pamannya lewat telepon bapaknya itu. Kedua orang tua Nurul juga menyetujuinya. Hari ini Nurul sudah berada di Pati tempat tinggal Pamannya.
"Rul, dua hari lagi kita akan berangkat ke Pulau Bali untuk melakukan kerja sama dengan rekan bisnis Paman," Sang Paman menyarankan.
"Baik, Paman. Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam hal ini?" Sang Paman pun menjelaskan kepada Nurul apa saja yang perlu dibawa dan menyiapkan tiket pesawat untuk berangkat ke pulau Bali.
"Oh iya, kita tidak hanya berdua, melainkan dengan anakku Mas Pras (kakak sepupu) Nurul dan juga Mas Anto (kakak sepupu) Nurul, kita tinggal disana sekitar 1 minggu untuk membahas kerja sama ini dengan matang," sahut Sang Paman.
"Baiklah, Paman. Aku akan mempersiapkan semuanya mulai sekarang."
_
Sorotan sinar matahari menerangi wajah seorang pemuda yang sedang membawa satu-persatu pack kaos yang sudah disablon, karena sambil melamun, pemuda itu tersandung dan terjatuh.
Bruk!
"Aw!"
"Baru sadar, hmm?" Sang Papa yang berdiri di belakang Ian. Semenjak usahanya semakin maju, Pak Galang merenovasi rumahnya dan membeli sebuah tempat khusus untuk menyablon.
"Papa,"
"Makanya, kalau kerja jangan melamun,"
Ian pun bangkit dan menata kembali kaos yang sudah diberi plastik putih bening itu dan diikatnya lagi dengan tali rafia.
"Kau kenapa sih? Tumben, melamun gitu,"
"Ah, tidak apa-apa kok, Pa,"
"Kalau sudah capek, istirahat saja. Jangan terlalu dipaksakan,"
"Baik, Pa." Ian pun berjalan menuju halaman depan tempat sablon itu. Ia sedang memikirkan apa yang dikatakan oleh si peramal tua beberapa bulan lalu ketika habis dari pemakaman Sang Kakek. Ian pun duduk di kursi halaman depan sambil memikirkan hal itu lagi.
Flashback
Saat sampai di pasar tradisional, Ian langsung turun dari mobil dan menuju tempat yang ia tuju yaitu Aki Sam. Seperti biasa, Aki Sam sedang meramal beberapa orang yang mengantri di sana dan Ian adalah giliran yang paling akhir.
"Kau?"
"Iya, Aki. Ini aku yang waktu itu pernah ke sini bersama Mamaku,"
"Oh iya aku ingat. Kau ada orang yang berjodoh dengan gadis Jawa itu kan?"
"Iya, Aki. Aku ingin tahu tentang dirinya. Bisakah kau meramalkannya? Waktu itu dia pernah bercerita tentang mimpinya, dan pagi hari ini aku mendengar kabar bahwa Kakekku meninggal. Menurutmu apakah itu masuk akal?" Aki Sam pun melihat garis tangan Ian.
"Dia adalah jodohmu dan itu namanya adalah Firasat," Aku mendongakkan kepalanya ke arah Ian.
"Firasat?" Tanya Ian.