Waktu menunjukkan pukul 20.30, Hotel Quest Bali terlihat sangat sunyi. Hanya kendaraan yang ramai berlalu lalang melewati hotel itu. Di kamar 4.11, tepatnya kamar Pak Galang dan Ian berada pun terlihat sunyi. Tidak ada pembicaraan apapun diantara mereka berdua. Setelah kejadian siang tadi, Pak Galang tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun dari sang putra.
Seperti saat ini, beliau hanya sedang berdiri di balkon kamar hotelnya, memandangi langit yang terdapat bintang yang berkelap-kelip, berusaha untuk melupakan masalah yang siang tadi membuatnya marah. Malam ini beliau hanya ingin menenangkan pikirannya dengan melihat-lihat sekitar hotel dari atas balkon. Ian yang melihat Sang Papa berada di balkon pun mencoba untuk menghampirinya karena sedari tadi Papanya hanya mendiamkannya. Membuat Ian tidak enak hati.
"Papa," Panggilnya, namun Pak Galang masih tidak mau menyahut, hanya menoleh sedikit saja.
"Pa, kumohon, dengarkan dulu penjelasanku supaya masalah ini tidak menjadi kesalahpahaman antara Papa dan Pak Supri," Ian menjeda kalimatnya. Pak Galang tetap diam tanpa mengatakan atau membalas apa yang dikatakan oleh Ian.
"Pa, hari ini ketika aku dan kemenakan Pak Supri sedang berjualan, di sana aku melihat Siska sedang bersama dengan lelaki lain. Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang kulihat. Untuk memastikan apakah itu benar Siska atau bukan, aku berniat untuk menghampirinya. Saat aku menghampirinya, dia memang benar Siska, Pa," Pak Galang masih diam, sama sekali tak bergeming, pandangan matanya masih menatap lurus ke depan. Ian pun melanjutkan pembicaraannya yang belum selesai.
"Lalu aku meminta penjelasan pada Siska tentang apa yang kulihat, tapi dia malah mengajakku untuk mengobrol di atas tebing dengan alasan supaya tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan kami berdua. Namun ketika dia menjelaskan bahwa dia memang memiliki kekasih lain, dan lelaki itu, selingkuhannya adalah kekasih keduanya, aku marah dan mengatakan padanya bahwa aku tidak sudi memiliki kelasih yang telah mempunyai kekasih lain. Setelah aku mengatakan itu, Siska mendorongku dari atas tebing. Begitulah yang sebenarnya terjadi, Pa," Jelas Ian.
"Pa, percayalah padaku, gadis itu, kemenakan Pak Supri, dia tidak bersalah, Pa. Semua ini adalah ulah Siska," Lanjut Ian, setelah itu Ian berbalik dan berniat untuk masuk ke dalam kamar. Belum sempat melangkahkan kakinya untuk ke kamar, ucapan Pak Galang membuat Ian tidak jadi kembali ke kamar.
"Jangan asal bicara kau, Ian! Jangan membawa-bawa nama Siska, dia adalah kekasihmu, dan ayahnya adalah rekan bisnis Papa, mana mungkin dia melakukan yang sekeji itu? Jangan membuat Papa semakin marah!" Pak Galang tidak terima dan berjalan maju, menghampiri Ian.
"Papa tidak percaya pada putra Papa sendiri yang posisinya adalah korban?" Tanya Ian sambil memberanikan diri untuk menatap mata Sang Papa.
"Bu-bukan begitu, tapi tidak mungkin Siska melakukannya," Pak Galang sambil mengusap wajahnya, masih bingung antara percaya penjelasan Ian atau tidak.
"Hah, harus dengan cara apalagi aku menjelaskannya, Pa? Bahkan kemenakan Pak Supri yang menolongku ketika aku jatuh dari tebing. Padahal sebelumnya aku meninggalkannya sendirian di toko. Aku yidak tahu kalau ternyata dia menyusulku dan menyelamatkan nyawaku. Jika tidak ada kemenakan Pak Supri, aku mungkin sudah mati tenggelam, Pa, atau bahkan sudah dimakan hewan laut lainnya dan tidak akan pernah bisa berdiri di depan Papa seperti sekarang. Harusnya Papa berterima kasih padanya, bukan malah menuduhnya yang tidak melakukan kesalahan apapun," Jelas Ian. Karena tidak ada jawaban, Ian mencoba bertanya kembali kepada Sang Papa.
"Bagaimana, Pa, apakah Papa masih tidak percaya?"
"Papa percaya,"
"Tidak masalah jika Papa tidak percaya. Tapi Tuhan dan saksi mata yang lain baik dari pemandu wisata dan wisatawan lokal atau asing mengetahui segalanya tentang kejadian tadi siang itu," Ian menghindar dari Pak Galang, berjalan keluar kamar untuk menenangkan diri dan berjalan-jalan di sekitar hotel.
_
Ian turun dengan lift menuju lantai 1 dan berjalan di sekitar kolam renang yang ada di dekat restaurant hotel. Dari kejauhan, Ia melihat Nurul yang juga sedang berjalan-jalan di area itu. Ian semakin mendekat, begitupun dengan Nurul. Nurul juga mengetahui keberadaan Ian dari jauh sampai kini mereka berhenti.