"Iya, Ma. Dia orang Kendal, Jawa Tengah itu lho," balas Ian santai sembari memakan masakan Mamanya yang ada di meja makan dengan hikmat. Begitu pula yang dilakukan dengan Gibran sang adik. Sang Mama hanya ber 'oh' ria. Seketika mata Ian terfokus pada sang adik yang duduk disebelahnya sambil berbisik ke telinga sang adik.
"Dasar ember." Sang adik memberikan tatapan tajam kepada kakaknya yang berbisik tadi.
"Ma, Kak Ian nakal."
"Hayo, Ian.."
"Ah, enggak Ma. Itu, Gibran kan emang suka mengarang."
"Ngarang apanya coba."
"Haish, kau itu adik terngeselin di dunia, tahu!"
"Terserah."
Setelah memasak, Bu Rina ikut duduk di kursi ruang makan itu sambil berbincang mengenai pacarnya Ian, yaitu Nurul.
"Yan, Mama pengen tahu dong, gadis pilihanmu itu seperti apa. Apakah seperti Yurika?" Tanya Bu Rina sembari tersenyum.
"Sangat berbanding terbalik dengan Yurika dan juga Siska, Ma. Yurika suka tebar pesona dan terlihat murahan, Siska tukang selingkuh dan mencoba membunuhku di Pantai Tanah Lot Bali kalau Mama mau tahu." Mendengar itu, Gibran malah terbatuk, yang benar saja Ia tidak pernah melihat berita di televisi, apakah seketinggalan ini?
Padahal yang kakaknya sendiri yang celaka, bisa-bisanya adiknya malah gak tahu. Mamanya aja gak tahu, apalagi adiknya. Pak Galang saja tidak menceritakan tentang kejadian ini kepada sang istri dan putranya yang lain. Ia hanya berkomunikasi bahwa di Bali Ian dan dirinya baik-baik saja tanpa ada kendala apapun. Maka dari itu Bu Rina pun juga ikut membelalakkan matanya kaget tentunya.
"Uhuk, uhuk, uhuk! Serius Kak?" Tanya Gibran sambil mengambil gelas, menuangkan air putih yang ada dalam teko ke dalam gelasnya, kemudian meminum air putih itu sembari menatap wajah sang kakak serius.
"Ya serius, apakah di wajahku ini ada tampang-tampang ngibulin orang? Kan enggak." Gibran seketika menangkup dagu Ian dengan kedua tangannya. Membuat sang kakak itu terkejut.
"Mana ya? Kali aja ada tampang membohongi orang," sahut Gibran. Bu Rina yang melihat kedua putranya melakukan hal konyol itu pun tertawa sambil menutup mulutnya menggunakan telapan tangannya. Gibran melihat dengan saksama. Ian pun segera menyingkirkan kedua tanyan sang adik dari dagunya.
"Apasih? Jijik tahu gak!" balas Ian kesal. Bu Rina dan Gibran tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal Ian.
"Eh bentar, tadi katanya kamu hampir dibunuh sama Siska. Maksudnya gimana? Mama kok bingung jadinya," tanya Bu Rina sembari mengerutkan keningnya bingung. Ian pun seketika menghentikan acara makannya.