Dingin sekali pagi hari ini. Hujan masih saja turun bahkan sebelum matahari merekahkan cahayanya. Ini merupakan pagi ke delapan belas di bulan Oktober. Sudah beberapa hari hujan selalu turun, mendahului mentari pagi yang selalu di nanti. Jalanan sudah mulai ramai dengan kendaraan. Ada juga orang-orang yang berjalan di trotoar sambil memegang payung untuk melindungi dirinya dari basah air hujan.
Sebuah bus berukuran sedang berhenti tepat di depan sebuah halte kecil di pinggir jalan. Beberapa orang terlihat turun, termasuk seorang gadis berseragam SMA. Perempuan dengan rambut sebahu itu membuka payung yang sejak tadi di bawanya. Ia lalu berjalan di trotoar yang di sisi kanan dan kirinya di tumbuhi pepohonan hijau.
Gadis itu berjalan perlahan menuju sekolahnya yang berjarak sekitar dua puluh meter dari halte bis. Terlihat beberapa orang pelajar SMA yang tidak membawa payung berlarian dengan sekuat tenaga menuju sekolah mereka. Sementara gadis itu hanya berjalan santai, seolah ia sedang menikmati hujan yang turun pagi itu.
"Sanny, tunggu!"
Sebuah teriakan yang cukup kencang membuat langkah gadis yang bernama lengkap Sanny Lestari itu terhenti. Ketika Sanny akan menoleh ke arah belakang, tiba-tiba seorang remaja pria berseragam SMA sudah berdiri di sampingnya. Gadis itu sedikit terkejut dengan kehadiran pria itu. Sanny memegang erat gagang payung miliknya. Ia menatap mata laki-laki yang sudah berdiri di sampingnya.
Remaja pria itu hanya tersenyum ke arah Sanny. Rambut hitamnya sedikit basah karena terkena hujan. Tatapan matanya masih tertuju ke arah gadis yang masih terdiam seperti patung.
"Bareng ya, saya gak bawa payung," ucap Kanzo Arsatama teman sekelas Sanny.
Gadis itu masih kaget "Apa?"
"Boleh kan?" tanya Kanzo.
"Harusnya lo minta izinya sebelum lo berdiri di samping gue. Bukan setelahnya," ucap Sanny tegas.
Kanzo menutup rapat kedua bibirnya sambil menarik napas. Ia memasukan kedua lenganya ke saku jaket hitam yang sedang di kenakannya. "Iya saya tau. Tapi, nanti kalau muka saya kehujanan, terus ketampanannya luntur gimana? Kamu pasti sedih."
Sanny mengerutkan kedua alisnya. Ada apa sih dengan orang ini ucapnya dalam hati. Gadis itu menghela napasnya. Sesaat ia menatap ke arah lain lalu dalam beberapa detik kemudian ia kembali menatap Kanzo. "Lo itu bukan satu-satunya cowok ganteng di sekolah. Masih banyak cowok ganteng yang berkeliaran di sekolah kita. Mau gue sebutin satu-satu. Arif, Dimas, Gio, Vatra, Fauzan..." Dengan cepat sambil mengerak gerakan jarinya Sanny menyebutkan satu persatu cowok-cowok yang menurutnya tampan di sekolah.
"Apa, apa. Kamu barusan bilang apa?" sela Kanzo.
"Lo bukan satu-satunya."
Belum sempat Sanny mengulang perkataannya Kanzo sudah memotongnya. "Nah itu dia." Kanzo mengarahkan jari telunjuknya ke arah Sanny. "Akhirnya kamu ngakuin kan kalau saya ini memang ganteng."
Sanny merasa bingung ia merasa tidak pernah mengatakan hal itu. "Kapan gue gak pernah bilang kaya gitu."
"Barusan kamu bilang, saya bukan satu-satunya cowok ganteng di sekolah. Itu sama aja kamu mau bilang kalau saya termasuk cowok ganteng di sekolah. Ya meskipun bukan satu-satunya sih. Tapi tetep aja kamu akhirnya setuju kalau saya ganteng."
Sanny terdiam sejenak. Ia menelan ludahnya. Gadis itu merasa perkataannya memang secara tidak langsung memuji ketampanan Kanzo. Di sekolah, memang Kanzo termasuk kelompok cowok sekolah yang memiliki paras rupawan. Dengan kulit putih, dada bidang, tubuh yang tinggi dan rambut yang agak sedikit berantakan membuat Kanzo paling menonjol di antara cowok-cowok tampan sekolah lainnya.
"Yes, yes, yes," ucap Kanzo sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. Ia kini sudah berada di luar payung Sanny. Kanzo membiarkan air hujan membasahi tubuhnya. Ia masih kegirangan sambil sesekali tertawa. "Akhirnya Sanny ngakuin kalau gue ganteng," kencang Kanzo membuat beberapa orang yang berjalan di depan sekolah berhenti dan memperhatikan Kanzo yang terlihat senang.
Pipi Sanny yang putih kini terlihat sedikit memerah. Ia melihat orang-orang kini memperhatikan mereka berdua. Gadis itu berdesis seperti ular dan berusaha menghentikan tingkah memalukan dari temannya itu. "He!, berisik!"
Kanzo tidak peduli. Ia malah berjalan mundur sambil menunjukan senyum kepuasan ke arah Sanny. Gadis itu kini benar-benar kesal. Ia mengejar Kanzo dan dengan sengaja menginjak genangan air sehingga menciprat seragam Kanzo. Laki-laki itu terdiam. bajunya kini basah, ia menyekat wajahnya karena air itu juga mengenai wajahnya.
"Oops, maaf ya gue gak sengaja," ucap Sanny lalu menyeringai penuh kelicikan.
Gadis itu berlalu pergi meninggalkan Kanzo yang sedikit kesal. Angin tiba-tiba datang dengan kencang membuat payung Sanny terlepas darinya. Ketika ia akan mengambil payung miliknya, datang sebuah sepeda motor yang di kendarai oleh murid pria berseragam SMA. Motor itu melindas genangan air dan menciparatkan air ke arah Sanny yang berada di dekatnya.
Kanzo tertawa lepas melihat Sanny yang kebasahan. Perutnya terasa geli, ia merasa karma datang terlalu cepat. Sementara Sanny ia terlihat sangat kesal. Sanny menyipitkan matanya ke arah Kanzo yang masih tertawa.
"Sabar non. Jangan marah anggap aja sekarang kita impas," ucap Kanzo.
Sanny menghela napasnya. Ia lalu mengambil payung yang terjatuh dan langsung masuk ke dalam sekolah tanpa menghiraukan ucapan laki-laki yang saat ini terasa menyebalkan baginya.
===
Di toilet wanita Sanny tengah mengeringkan seragamnya dibantu oleh kedua sahabatnya, Tara dan Nadya. Tara yang tomboy terlihat sedang duduk di meja wastafel sambil mengipaskan buku kearah baju Sanny. Sementara Nadya si cewek bertubuh gemuk dengan potongan rambut bob menggunakan tisu dan menepuk-nepukannya ke baju Sanny.
"Rese banget sih tuh cowok. Liat baju loe jadi basah kaya gini kan. Apa perlu gue bales tuh orang?" kesal Tara.
"Baju gue basah bukan karena dia. Jadi sebenarnya dia gak salah," bela Sanny.
"Ihh.. Sanny kok loe jadi belain dia sih," ucap Nadya.
Sanny terdiam sejenak. ia melirik sedikit ke arah Nadya yang tengah sibuk mengeringkan pakaiannya. Faktanya memang bukan Kanzo tersangka dari basahnya seragam Sanny. Tapi kenapa juga ia harus membela laki-laki itu. Karena biasanya jika kesal dengan seseorang Sanny pasti langsung akan marah pada orang itu dan tidak akan mempedulikannya. Tapi kenapa ia malah membela Kanzo.
Tara yang cerdas bisa menangkap raut wajah bingung yang coba di sembunyikan oleh Sanny. "Kenapa lo? kok keliatan bingung."
Sanny tersentak dari lamunannya. Ia menatap Tara yang duduk di sudut meja wastafel. "Oh, enggak, enggak kenapa-napa," jawab Sanny dengan ragu.
"Oh ya ngomong-ngomong mendingan lo ganti baju aja deh," ucap Nadya.
"Gue gak bawa baju ganti."
Nadya menunduk melihat baju seragam yang dipakainya. Ia lalu menggeleng. "Kegedean," Nadya dan Sanny lalu menatap baju Tara memperhatikan beberapa detik lalu keduanya menggeleng secara bersamaan. "Jangan ketek dia kan bau bangke," ucap Nadya.
Tara dengan cepat mencium kedua ketiaknya dan menatap Nadya dengan kesal. "Enak aja. orang gue udah pake deodorant rasa jeruk mandarin," kata Tara.
"Rasa?" ucap Sanny dan Nadya.