Keringat bercucuran di kening Nadya. Ia dan semua penghuni sekolah baru saja menyelesaikan upacara bendera yang memang selalu rutin di laksanakan setiap hari senin di negara ini. "Huuffhh panasnya." Nadya mengipas buku ke wajahnya.
"Selalu ngomong kaya gitu setiap abis upacara," kata Alvin.
"Ya memang panas Alvin!" gerutu Nadya.
Sanny mengambil jaket Fauzan yang sudah ia rapihkan dan ia beri pewangi. Gadis itu berjalan ke arah meja Fauzan yan ada di dekat pintu masuk kelas. "Zan, ini, makasih ya"
"Iya," ucap Fauzan singkat.
"Kok jaket lo bisa sama dia?" tanya Izal teman Fauzan yang duduk di sebelahnya.
"Panjang ceritanya," kata Fauzan.
"Ye elah Zan. Sepanjang apa sih. Sepanjang jalan kenangan kita selalu bergandeng tangan," goda Izal.
"Sumbang suara lo gak enak,"
"Sepanjang jalan kenangan ku peluk dirimu mesra." Izal memeluk Fauzan yang membuat laki-laki itu kegelian. Sementara teman-teman yang duduk di belakang mereka hanya tertawa geli melihat tingkah Izal.
Kanzo yang baru datang dengan gaya seenaknya langsung menghampiri Sanny yang sedang duduk di kursinya. "Say, nanti kita lanjut kerjaiin tugasnya dimana?"
"Ciee baru jalan sehari udah mangil Say. Apalagi kalau jalan seminggu pasti manggilnya Beb," kata Nadya yang duduk di samping Sanny.
"Kalau jalan sebulan manggilnya, Ayah-Bunda," goda Tara yang duduk di belakang Sanny.
"Tar, Nad, apaan sih gak lucu tau. Lo juga Say-Say memangnya lo pikir nama gue Sayuti!" ujar Sanny.
"Tuh kan suka berpikiran buruk sama Saya. S.A.Y itu kan memang singkatan nama kamu, Sanny."
Sanny berdecak lidah ia sama sekali tidak mengerti dengan tingkah laki-laki itu. Pagi-pagi begini Kanzo sudah membuat Sanny kesal dengan tingkahnya. Gadis itu memberengut menunjukan mimik wajah kesal.
"Jadi dimana ngerjainnya?" tanya Kanzo.
"Dimana aja deh,"
"Di hotel mau?" kata Kanzo.
"Ha!" kaget Sanny.
"Tadi kata kamu dimana aja deh,"
"Yaudah tanya Fauzan aja sana,"ucap Sanny.
Kanzo menoleh ke arah meja Fauzan. Ia kembali menelan ludah dan menutup kedua bibirnya. "Emm... Yaudah dimana aja deh. Saya sih ikut aja." Kanzo lalu berjalan ke arah mejanya yang ada di pojok paling belakang.
===
Pulang sekolah adalah salah satu dari dua hal yang paling di tunggu murid sekolah selain jam istirahat. Sanny dan ketiga sahabatnya terlihat sedang makan siang di restoran ayam goreng cepat saji. Tara dan Alvin duduk bersebelahan sementara Nadya duduk di samping Sanny.
"Nih buat lo," ucap Alvin yang memberikan kulit ayam goreng ke Tara.
Tara sedikit tersenyum sambil sepintas menatap wajah Alvin. Nadya menyenggol Sanny yang duduk di sebelahnya. Nadya menggerakan dagunya ke arah Alvin dan Tara. Sanny yang mengerti maksud Nadya langsung melihat kedua orang itu yang duduk di sebelahnya.
"TTM, temen tapi mesra," bisik Nadya di telinga Sanny.
"SKM, sahabat kok mesra," bisik Sanny.
Tara memicingkan matanya. Ia merasa sedang di bicarakan oleh kedua sahabatnya itu. "Ada masalah?" tanya Tara tegas.
Sanny dan Nadya kompak menggelengkan kepalanya bersamaan. Namun sesaat kemudian Sanny berkata. "Ada."
"Apa?" tanya Alvin.
"Kayanya kelompok gue pasti bakalan dapet nilai paling rendah deh."
"Kenapa memangnya?" tanya Nadya.
Sanny menarik napas dalam seakan sedang mengumpulkan tenaganya untuk membicarakan semuanya pada ketiga orang itu. "Ya soalnya, si Kanzo sama Fauzan itu ternyata mereka berdua musuhan. Kalian bayangin aja selama kita ngerjain tugas, mereka berdua itu cuma diem dieman. Sekalinya ngomong, saling sindir."
Nadya mencocol saus sambal dengan kentang goreng lalu memakannya. "Oh ya kalian pernah denger gosip gak, kalau mereka itu dulu pernah ngerebutin satu cewek makannya mereka berantem sampai sekarang."
Tara menaikan kedua alisnya. "Tapi yang gue denger katanya Fauzan ngerebut ceweknya Kanzo. Terus mereka musuhan deh sampe sekarang."
"Masa sih kok gue gak pernah denger soal itu," kata Sanny.
"Ya elah San, cewek yang hobinya baca buku, nulis terus nginep di perpustakaan kaya lo mah mana sempet sih dengerin gosip di sekolah," ujar Nadya.
"Tapi, yang bener yang mana?" tanya Sanny.
Tara mengangkat kedua pundaknya. "Ya ampun San, namanya juga gosip, gak jelas lah yang mana yang bener."
Sanny tertegun. Ia baru tahu mengenai gosip itu. Tapi setidaknya ia kini bisa sedikit tahu bahwa Kanzo dan Fauzan dulunya memang berteman.
"Eh, malah gue pernah denger kalau sebenernya mereka berdua itu anak kembar. Dan mereka musuhan karena ngerebutin harta warisan orang tuanya," ujar Alvin.
Ketiga orang gadis itu langsung berdecak lidah. Mereka yang semula serius mendengar apa yang Alvin katakan langsung kesal dan meledek laki-laki itu.
"Dasar kutu kupret. Memangnya lo pikir ini Sinetron apa," geram Nadya.
"Sekalian aja lo bilang kalau mereka itu sebenarnya putra yang tertukar di rumah sakit waktu mereka bayi," ucap Tara.
"Drama banget sih lo. Makanya jangan kebanyakan nonton Sinetron," kata Sanny.
"Uuuu..." Nadya melemparkan kentang goreng ke wajah Alvin.
"Tapi beneran gue pernah denger gosip itu," kata Alvin.
Tara menepuk pundak Alvin. Ia mencondongkan wajahnya ke wajah Alvin. "Lagian ngapain sih lo ngegosip? Itukan tugasnya cewek."
"Gimana gue gak mau ngegosip, kalau setiap hari gue denger kalian ngegosip," terang Alvin.
"Udah, udah, mendingan kita lanjut makannya," ajak Sanny.
===
Di rumah Kanzo yang besar ia baru turun dari lantai dua. Hanya ada dia di sana di rumah yang sebesar itu seorang diri. Kanzo jalan ke dapur ia memeriksa isi kulkas yang penuh makanan. Kanzo mengambil beberapa bahan makanan untuk dia masak. Biasanya selalu ada Bi Gani yang memasakan makanan untuknya. Tapi sudah dua hari Bi Gani harus pulang kampung karena anaknya yang kedua sedang sakit.
Kanzo memasukan beberapa bumbu lalu mengaduk aduk capcay sosis sapi buatannya. Ia mengambil piring dan memindahkan capcay buatannya ke piring. "Pasti enak buatan chef Kanzo," ucapnya. Ia memakan masakan buatannya sendiri dengan tenang, ya dengan tenang, karena memang dia sendirian di sana sehingga tidak ada suara lain, selain suara yang berasal dari makanan yang sedang di kunyahnya.
Kanzo memperhatikan keadaan dalam rumahnya yang lengang. Ia menghela napasnya dan meletakan sendok di atas piring. Laki-laki itu melipat tangannya dan tersenyum kecil. Ia sedang mentertawakan kehidupannya yang sepi dan tidak menarik baginya. Ketika ia sedang melamun tiba-tiba terdengar suara mobil dari arah depan rumah. Kanzo beranjak dan melangkah ke arah ruang keluarga yang ada di tengah.