Kanzo turun dari lantai dua menuju meja makan. Di sana sudah ada Adam yang sedang sarapan. Kanzo duduk di dekat ayahnya. Ia mengambil selembar roti dan mengoleskan selai cokelat di atasnya.
"Yang semalam itu pacar kamu?" tanya Adam.
Kanzo mengerutkan dahinya. Ia menduga mungkin semalam ayahnya bertemu dengan Sanny. "Emm.. bukan. Tapi segera," ucap Kanzo. Ia lalu mengarahkan tangan kanannya ke arah Adam. Laki-laki itu mendadak terdiam. Ia setengah bingung dengan sikap anaknya itu. Adam menggerakan tangannya dan Kanzopun mencium punggung tangan ayahnya lalu pergi dari sana. Sementara Adam menarik napasnya sambil tersenyum.
Kanzo memakirkan motornya di halaman parkir sekolahnya. Ia lalu berjalan menuju kelasnya. Beberapa orang yang berlalu lalang di sekitarnya memperhatikan dirinya, namun Kanzo seolah tidak mempedulikan hal itu. Laki-laki itu hanya terus berjalan menuju kelas 12-C.
"Yeahh! Kanzo my sweet brother," ucap Jokan di depan pintu masuk ketika Kanzo baru beberapa langkah masuk kedalam kelasnya.
"Kanzo lo kemana aja sih? Kita semua kangen sama lo," ucap Izal.
"Lebay," kata Kanzo sambil tersenyum.
"Beneran sumpah deh, terutama si Sanny," kata Izal.
"cieee, cieee," goda beberapa orang di kelas.
"He! Zal jangan ngaco deh. Sanny tuh gak kangen sama Kanzo. Tapi rindu," kata Nadya.
Sanny sedikit memelototi sahabatnya itu. Sementara Kanzo hanya tersenyum lalu duduk di kursinya. Sanny diam-diam menoleh ke arah meja Kanzo yang ada di bagian paling belakang kelas. Gadis itu tersenyum ke arah Kanzo dan di saat yang sama Kanzo juga melihat Sanny dan tersenyum ke arahnya. Tapi apa yang sedang mereka berdua lakukan kepergok oleh Izal.
"Woi guys, liat deh mereka berdua saling tatap," teriak Izal.
"Cieee.. ciee..,"
"Udahlah resmiin aja."
"Tau nih daripada jadi fitnah."
Sanny dan Kanzo tertunduk malu mereka hanya bisa mendengarkan satu persatu teman-teman di kelasnya menggoda mereka berdua.
Ketika jam istirahat tiba, bisa di bilang sembilan puluh persen murid sekolah pasti akan menuju kantin. Sisanya ada yang hanya di kelas saja atau di luar kelas mengobrol dengan teman-teman mereka. Hanya sebagian kecil yang berada di perpustakaan. Dan sepertinya Fauzan termasuk kedalam golongan orang yang sebagian kecil itu. Fauzan duduk di kursi yang dihadapannya terdapat sebuah meja kayu berbentuk persegi panjang.
Laki-laki itu dengan tenang membaca buku biografi penemu mesin tik. Di sisi meja yang lain duduk Kanzo yang baru saja datang. Fauzan melirik sebentar alisnya mengkerut, ia tahu betul Kanzo tidak suka membaca buku, jadi untuk apa dia kesana.
"Hai," ucap Kanzo.
"Enggak usah sok manis gitu deh. Langsung ke intinya aja, ada apa?" kata Fauzan lalu meletakan buku yang tadi sedang ia baca di atas meja.
"Gue cuma mau bilang makasih. Kalau gak ada lo semalem gue pasti udah abis."
Fauzan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Lo gak usah ge-er. Gue itu nyelametin Sanny bukan Lo. Jadi gak usah bilang terima kasih sama gue," ucap Fauzan.
Kanzo meangguk pelan. "Zan, bisa gak sih hubungan kita kaya dulu lagi. Jadi sahabat yang gila, aneh, selalu berantem tapi hanya dalam hitungan menit kita baikan lagi. Gue kangen masa-masa itu Zan."
Fauzan terdiam mendengarkan Kanzo bicara. Ia jadi mengingat masa ketika ia dan Kanzo merupakan sahabat baik. Namun semua itu hancur ketika terjadi cinta segitiga di antara mereka.
"Lo udah cerita ke Sanny kenapa hubungan kita sekarang jadi kaya gini," kata Fauzan.
"Belum," jawab Kanzo.
"Lo tau kan kalau dia berhak tau, karena semua ini juga menyangkut dia. Jadi mau lo atau gue yang cerita."
Kanzo bersandar pada kursi ia menarik napasnya berpikir sejenak lalu kembali bicara. "Biar gue aja,"
===
Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang pelajar selain mendengar bel pulang sekolah. Koridor sekolah yang semula kosong langsung penuh dengan lautan pelajar berseragam putih abu-abu. Kanzo berlari kecil hingga menabrak beberapa orang di sekitarnya. Ia berusaha mengejar Sanny yang berjalan di depannya.
"San, ikut saya yuk!" ajak Kanzo.
"Kemana?"
"Ada sesuatu yang mau saya ceritain ke kamu," ucap Kanzo.