Hari sabtu semuanya masuk sekolah seperti biasa. Ini adalah hari yang di tunggu oleh banyak orang terutama oleh anak kelas 12-C. Sejak tadi pagi mereka sibuk membicarakan soal pesta ulang tahun Kanzo nanti malam. Bukan cuma pestanya yang mereka bicarakan namun tempat dimana pesta itu di adakan. Kanzo adalah anak pertama di sekolah itu yang mengadakan pesta ulang tahun di hotel berbintang lima.
Cewek-cewek di kelas 12-C tengah sibuk membicarakan pakaian apa yang akan mereka kenakan nanti malam. Para wanita itu seolah saling meunggulkan kalau pakaian mereka adalah yang terbaik. Sementara para laki-lakinya sibuk membicarakan dengan siapa mereka datang ke pesta itu.
Ketika semua orang tengah sibuk membicarakan hal yang sudah mereka tunggu. Fauzan terlihat sedang seorang diri di lapangan basket sambil sesekali mendribble bola. Ia terlihat santai seolah tidak begitu tertarik dengan obrolan yang sedang banyak di perbincangkan.
"Zan," ucap Kanzo yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
Fauzan tidak berbalik ia sudah kenal betul suara itu. Fauzan melemparkan bola kedalam ring dan menangkapnya kembali.
"Nanti malam lo dateng kan?" kata Kanzo.
Fauzan memegang bolanya erat. Ia menggerakan kedua bola matanya kesamping berusaha melihat Kanzo namun tidak bisa jika ia tidak berbalik.
"Lo ngundang gue?" tanya Fauzan sambil mendribble bola.
"Ya iyalah! Lo kan sahabat gue masa gak gue undang. Pokoknya lo harus dateng. Kalau bisa lo jemput Venira. Ulang tahun tanpa kehadiran sahabat itu rasanya aneh Zan. Jadi gue mau kalian berdua dateng." Kanzo menepuk pundak Fauzan lalu berbalik meninggalkan Fauzan di sana.
"Hei!" ucap Fauzan laki-laki itu kini berbalik dan melihat Kanzo sudah membelakanginya.
Kanzo membalikan badanya kini kedua laki-laki itu saling berhadapan. Fauzan mengangkat bola basket dengan tangan kanannya.
"Berani?" ucap Fauzan.
Kanzo melihat bola basket yang sedang di taruh di telapak tangan kanan Fauzan. Ia lalu tersenyum ramah pada Fauzan. "Inget terakhir kali kita main. Lo kalah,"
Fauzan tersenyum. "Waktu itu gue mengalah bukan kalah," ucap Fauzan lalu melempar bola pada Kanzo. Kini kedua laki-laki itu bermain bola basket padahal sudah lebih dari dua tahun mereka tidak main bersama. Sesekali mereka tersenyum dan tertawa kecil. Ketegangan di antara mereka seakan sudah mulai cair. Kedua laki-laki itu tidak ada yang mau mengalah. Keringat yang bermunculan di tubuh mereka menjadi bukti kalau mereka begitu menikmati permainan itu.
Alvin berlari menghampiri Sanny yang sedang makan bakso di kantin bersama Tara dan Nadya. Napasnya terengah engah begitu sampai di meja kantin.
"Kenapa lo abis ngeliat setan bencong," ucap Nadya.
Alvin menggelengkan kepalanya. "Kanzo sama Fauzan.." kata Alvin.
"Kenapa? Mereka berantem!!!," kata Sanny.
"Ha! Berantem dimana?" ucap Tara.
"Bukan, bukan berantem. Mereka berdua lagi maen basket di lapangan," ucap Alvin.
"Main basket? Bukannya mereka berdua musuhan ya," ucap Nadya.
Sanny terlihat sangat penasaran gadis itu lalu dengan cepat berlari menuju lapangan. Ia berdiri di pinggir lapangan dan benar saja, Sanny melihat Kanzo dan Fauzan sedang saling memperebutkan bola basket. Sanny tersenyum ia merasa lega karena kedua laki-laki itu akhirnya berbaikan.
Kanzo dan Fauzan terduduk di bawah ring basket. Napas mereka terengah engah. Air keringat keluar melalui pori-pori kulit mereka. Kanzo menggunakan seragam untuk menghapus keringat di wajahnya. Entah siapa yang menang di antara mereka. Tapi kedua laki-laki itu terlihat bahagia. Mungkin itu adalah ungkapan rasa rindu mereka karena sudah lama mereka berdua tidak bermain basket bersama.
Sanny datang sambil membawa dua botol air mineral. Ia menghampiri kedua laki-laki itu dan memberikan botol minum itu pada mereka.
"Jadi udah baikan nih ceritanya," ucap Kanzo.
"Ya bisa dibilang begitu," kata Kanzo.
"Tapi semua ini juga berkat lo sih San," kata Fauzan.
"Kenapa gue?" tanya Sanny.
Fauzan menutup kembali botol itu setelah ia meminum airnya. Ia menatap Sanny yang duduk di dekat Kanzo. "Iya, karena lo yang nyadarin gue kalau sebenarnya Kanzo gak salah apa-apa. Guenya aja yang terlalu mengharapkan sesuatu yang sebenarnya gak akan bisa gue dapetin," ujar Fauzan.
"Kita perlu pelukan gak sih, supaya makin tambah akrab," kata Kanzo.
Fauzan tersenyum ia menunduk lalu menatap sahabatnya itu. "Kayanya gak usah deh," jawabnya.
"Iya, ya kayanya gak usah," kata Kanzo. Dan mereka tertawa geli.
===
Malam hari, bulan sudah memantulkan cahaya matahari. Sanny sudah menggunakan gaun dan sepatu yang di belikan oleh Kanzo. Gadis itu bercermin dan memoleskan beberapa make up di wajahnya. Tidak lupa ia menyemprotkan parfume ke pakaiannya.
Bel rumah Sanny berbunyi Kanzo sudah berada tepat di depan rumah. Thakia membukakan pintu rumahnya, ia lihat Kanzo berdiri di sana dengan mengenakan kemeja hitam dan celana panjang.
"Mau jemput Sanny ya? Ayo masuk," ucap Thakia.
Kanzo masuk dan mengikuti wanita itu dari belakang. Thakia membawa Kanzo untuk menemui orang tuanya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Pah, Mah ada yang mau jemput Sanny nih," ujar Thakia.
"Malam Om, Tante saya Kanzo,"
Surya, Ratna dan Thakia saling memandang satu sama lain,
"Kanzo? Yang punya sepatu item itu. Kok perasaan mukanya beda ya!" ucap Ratna.
"Operasi pelastik ya!" ucap Surya.
Kanzo hanya tersenyum. Ia masih malu-malu karena ini pertama kalinya ia bertemu dengan orang tua Sanny.
"Temen atau pacar?" tanya Surya.
"Temen Om," kata Kanzo.
"Tapi mesra?" kata Surya.
Kanzo menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Enggak, cuma temen aja." Ada perasaan tegang yang ia rasakan. Jatungnya jadi berdebar kencang. Tapi kenapa ia harus merasa seperti itu jika ia hanya bilang teman saja kepada ayahnya Sanny. Ya tentu saja karena ia berbohong, Kanzo memiliki perasaan lebih pada gadis itu. Tapi masa ia harus mengatakannya pada orang tua Sanny.
Sanny Lestari turun dari tangga ia menghampiri Kanzo yang terlihat seperti di interograsi oleh keluarganya.
"Widih menor amat sis, mau kemana?" kata Thakia.
Sanny menoleh ke arah cermin dan melihat wajahnya, semuanya terlihat biasa saja tidak berlebihan seperti yang di bilang kakaknya. Sanny berdesis ke arah kakaknya.
"Enggak kok kamu cantik," kata Kanzo, tiba-tiba suasana jadi hening bahkan suara jangkrik bisa terdengar jelas. Kanzo tersenyum aneh kepada kedua orang tua Sanny yang sedang memperhatikannya dengan tajam.
"Katanya cuma temen," gumam Surya pada istrinya.
Sanny yang merasakan suasana canggung dengan cepat memecah kesunyian. "Emm.. Pah, Mah aku pergi dulu ya," kata Sanny.
"Iya, pulangnya jangan malem-malem ya," ucap Ratna.
"Ini aja udah malem Mah," kata Sanny.
Kanzo berpamitan pada kedua orang tua Sanny. Ia lalu dengan Sanny menuju keluar rumah. Di halaman rumah Sanny sudah terpakir sebuah mobil sport buatan jerman. Kanzo berlari kecil, ia membukakan pintu mobil untuk Sanny.
"Kamu lupa ya, aku ini bukan gadis novel, aku bisa buka pintu mobil sendiri," ucap Sanny.
"Aku udah bisa buka pintu hati kamu. Masa buka pintu mobil aja gak bisa," ucap Kanzo kali ini ia berhasil membuat Sanny kembali tersenyum.
===
Bel rumah Venira berbunyi, gadis itu langsung berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Awalnya ia tersenyum namun ketika melihat siapa yang ada di balik pintu senyumnya perlahan redup. Ia kira Kanzo yang akan menjemputnya ternyata bukan.
"Kenapa kecewa ya? Karena bukan Kanzo yang jemput," ucap Fauzan yang berdiri di depan Venira.
Gadis itu menarik napasnya. Ia mengerjapkan mata, hatinya sedikit kecewa namun ia berusaha untuk menyembunyikan. Tapi Fauzan bisa dengan cepat menangkap mimik wajah kecewa dari Venira.
"Kalau lo gak mau pergi sama gue gak apa-apa, biar gue..."
"Gue pergi sama lo," ucap gadis itu memotong perkataan Fauzan.