Aku bertralala-trilili di kantor. Minggu ini dompetku penuh, apalagi kalau bukan 50 persen dari billing Olivia. Belum pernah dompetku sepenuh ini sejak keluargaku jatuh melarat.
Aku sudah tidak tahan untuk bertemu dengan Erik Budiman yang seminggu ini dinas luar kota, dan menraktirnya di restoran agak mahal, Steakhouse, nanti malam.
Aku memasukkan billing tiga boyfriends dengan teliti. Mereka mendapat pemasukan yang besar pekan ini. Aku juga turut memberi pendapatan yang lumayan, untuk pertama kali dan terakhir kali. Aku bangga sekali.
"Dita, pengin dapat 50 persen lagi?" Gorga menyembul dari balik pintu sembari melempar ponselnya ke atas meja.
Aku mendongak.
"Maksud kamu? Pakai berewok lagi? No way! Lagi pula kalian bertiga juga sedang nggak ada klien...,"
"Olivia maunya kamu." Suara Gorga tampak putus asa.
Aku termangu. "Why me?"
"Dia bilang, dia ada acara keluarga lagi. Dia nggak enak kalau cowoknya ganti, masak belum seminggu sudah ada gandengan baru, sounds like a bitch. Jadi dia maunya kamu. O ya, kamu sebaiknya belajar catur karena sepupu dia mau nantangin kamu main catur. Detail acaranya aku forward ke email."
Gorga seperti biasa tak membutuhkan penolakan. Dia segera berlalu, tanpa mengambil ponselnya.
Aku menggerutu sendirian, sambil membuka e-mail yang baru masuk.
Please serve our precious client:
Name: Olivia Pramita (33). Job: Corporate lawyer. Occasion: Gentlemen Barbershop soft opening @SCBD Building 2nd Fl. Date: Sat 20 Feb-11-13 AM. Cresscode: casual. Contact: 0812121212XX.
Be nice like usual!
-Gorga-
Aku segera pencet tombol reply.
"Karena harus latihan catur, aku mau 75 persen."
Lama Gorga tidak membalas, sebelum satu e-mail masuk lagi. "Deal. Kamu memang gadis nakal."
Aku tersenyum atas pencapaianku. Tak kunyana aku bisa bernegosiasi.
Lalu aku mengirim WA ke Erik: "tolong nanti malam bawa papan catur, ajari aku."
Menurutku, Erik adalah kekasih yang tiada duanya. Kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi. Meski dia sering tugas luar kota belakangan ini, tidak mengkhawatirkanku karena setidaknya sebulan dua kali dia masih mengajakku kencan makan malam di warung nasgor atau bakwan malang.
Aku tahu gajinya sebagai sales supervisor tergantung dari komisi. Ditambah pengeluaran macam-macam seperti kredit kendaraan dan rumah, aku maklum bila dia jarang mengajakku makan di restoran mentereng.
Dan malam ini, setelah menandaskan steak kami, aku minta diajari Erik cara main catur.
"Kantormu aneh, kenapa harus catur?" komentarnya sambil megeluarkan papan catur.
"Ada kompetisi, hadiahnya lumayan, Samsung S7 Edge boo...," jawabku bohong.
Erik tahu aku bekerja dengan Gorga cs, tapi dia tidak tahu bahwa aku juga melakukan penyamaran.
Sesi belajar catur pun dimulai.
"Ingat, sisi kanan adalah pemain putih, dia akan main duluan," ujar Erik menujuk papan berkelir putih-hitam itu.
Lalu dia menata buah catur di petak-petak papan.
"Buah catur ini dapat diumpamakan sebagai pasukan tentara. Pasukan itu memiliki berbagai jenis senjata dan perlengkapan. Ini namanya raja, menteri, benteng, gajah, kuda, dan pion atau bidak. Jumlahnya untuk pemain hitam dan putih sama," ujarnya mengajakku menata buah catur pada tempatnya.
Setelah itu dia mengajari bagaimana cara masing-masing buah catur itu berjalan dan menyerang.
"Ini namanya menteri, dia yang terkuat. Dia boleh melangkah ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang dan juga miring sepanjang diagonal," kata Erik sambil mempraktikkan bagaimana menteri melangkah. Lalu dia menjelaskan buah catur lainnya.
"Nah, kalau ini raja. Raja memegang peranan terpenting dalam permainan catur. Harganya tidak ternilai. Kalau kamu berhasil menangkap raja lawan, maka permainan selesai sudah dan kamu menang. Sebaliknya kalau raja kamu tertangkap oleh musuh, berarti kamu kalah. Oleh karena itu kamu harus jaga raja baik-baik dan membelanya mati-matian. Seperti aku menjaga kamu," jelas Erik ditambah rayuan.
Meski rayuan gombal, tapi tetap saja membuat hatiku meleleh.
Pelajaran catur berakhir seiring dengan tutupnya restoran itu.
"Kita lanjut besok, kita akan bertanding mati-matian," ujarku sambil memakai helm.
"Aduh maaf Sayang, aku besok harus ke Medan sampai Senin. Sori baru kasih tahu," jawab Erik dengan wajah menyesal.