Ares mendekati mobilku, lalu membungkuk ke jendela di sebelah kemudi yang telah kubuka.
“Hai bro, apa kabar?” sapanya sambil mengajak “salam komando”.
“Baik. Lo mau ada perlu sama Oliv? Dia baru saja masuk,” jawabku.
“Bukan, aku sengaja cari lo. Gue WA Oliv tadi pengin ngajak jalan lo. Dia bilang gue bisa ketemu lo di rumah dia. Jadi gue ke sini. Ayo kita jalan lagi, bro. Masih sore gini. Ada nobar Inter deket sini...di Brewerkz...yuk jalan! Gue jalan di belakang mobil lo.”
Ares menggebrak pintuku pelan menyuruhku jalan.
“Gue...sudah ngantuk,” jawabku.
“Jangan boong, wajah lo masih bugar gitu...ayo jalan, ini malamnya lelaki, man!”
“Lagipula gue bukan pendukung Inter,” aku mencoba terus menolak Ares.
“Internazionale tidak bisa ditolak! Lo akan jatuh cinta padanya hanya dengan lihat jersey mereka!” jawab Ares yang tiba-tiba masuk ke mobilku dari pintu sebelah.
“Kita naik mobil lo aja. Parkir susah. Ayo, jalan, tunggu apalagi bro…,”
Aku menghela nafas. Bertemu Ares tidak masuk dalam daftarku. Nonton bola apalagi. Apa yang kutahu soal bola? Aku memang pernah sekali menemani Erik nobar, Barcelona entah lawan siapa. Tapi aku justru tertidur di pundaknya.
“Brewerkz di mana?” tanyaku benar-benar tak tahu.
“Sency broo...deket sini kan?”
Hang Lekir ke Senayan City memang tidak begitu jauh.
Brewerkz adalah restoran dan bar. Begitu tiba di pintu masuknya, aroma nobar begitu terasa. Spanduk bertuliskan Interisti Regional Jakarta terpampang segede gaban. Di sebelahnya terdapat spanduk Internonna, hmm... ini pasti fans dari kalangan cewek.
Sebagian besar yang hadir mengenakan kaos Inter garis hitam-biru. Mereka duduk berkelompok dengan teman atau kenalan masing-masing menghadap layar raksasa.
Selain layar besar itu ada juga layar yang lebih kecil sehingga tidak ada penonton yang tidak kebagian untuk menyaksikan pertandingan.
Ares mengajakku duduk ke sembarang kursi yang kosong setelah memesankan kami minuman ringan dan cemilan.
“Lo jagoin siapa?” tanya Ares sambil membuka kaleng softdrinknya.
“Gue...Barcelona,” hanya itu klub yang lewat di otakku.
“Kalo gitu selamat datang di markas besar Interisti! Lo akan jatuh cinta pada kami!” kata Ares setengah berteriak karena suasana cukup ramai.
Peluit baru saja ditiup. Semua mata kini mengarah ke layar.
Huaaemh, pundak siapa ini yang bisa aku jadikan sandaran? Lumayan aku bisa tidur 45 menit.
Tapi tentu saja tidak ada pundak yang bisa kutiduri. Akhirnya selama 45 menit aku mencoba membuka mataku yang selalu ingin terpejam dengan menguliti kacang.
Menit ke-17 suara teriakan terdengar kencang. Gooolll! Hampir semuanya berdiri atau sekadar mengangkat kedua tangannya sambil berteriak sekencang mungkin. Demikian juga Ares yang duduk di sebelahku.
“Woi, jangan makan kacang mulu!” ujarnya sambil meraih tanganku dan mengangkatnya tinggi, mengajakku bergembira bersama yang lain.
Dan teriakan gool itu berulang terus hingga 5 kali dalam waktu 45 menit. Artinya, Inter menjebol lawannya, Atalanta, 5 kali di 45 menit pertama. Dan 5 kali pula Ares mengangkat tanganku agar turut merayakan gol yang tercipta. Ah, membosankan!
Saat istirahat, Ares mengajakku ke luar ruangan untuk merokok. Kami duduk di pinggiran teras di halaman mal. Beberapa orang juga ada di situ untuk merokok.