Dan persamaan itinerary ini masih berlanjut hingga ke dalam gedung bioskop. Aku terpaksa menyembunyikan separuh wajahku ke balik punggung Erik saat rombongan Oliv memasuki studio dan duduk berderet-deret tepat di depanku.
Padahal aku sengaja memilih film "yang tidak biasa." Maksudku aku dan Erik sepakat menonton jenis film Bollywood yang bukan selera kami, bukan Hollywood seperti biasanya, dengan harapan penontonnya tidak begitu banyak sehingga kami benar-benar merasa 'berdua'.
Film yang hendak kami tonton berjudul R...emmh...bahkan judulnya saja aku tak ingat...sebentar...ya, judulnya Raabta. Pemerannya adalah -- aku coba buka website Blitz dulu -- Deepika Padukone, Kriti Sanon, dan Sushan Singh Rajput.
Mengapa Oliv tidak nonton saja film yang sedang in, ada The Mummy, Wonder Woman, Zombie Fighter, Pirates of The Carribean, atau Detective Conan? Mengapa harus...Rrr....— lihat contekan -- Raabta?
Di sela-sela sinar mata kekesalanku kepada mereka, aku bisa melihat bahwa Oliv dan Ares yang duduk bersebelahan seperti tidak duduk dengan tenang. Mereka seperti berdebat. Tangan keduanya bergerak-gerak, kepala bergerak-gerak, dan wajah serius yang kadang berhadapan. Hingga akhirnya Ivan berdiri dan memisahkan duduk mereka, setelah seseorang dari bangku depan mereka sepertinya mendesis-desis menyuruh mereka diam.
Menjelang pukul 24.00 WIB, acara kencanku dengan Erik selesai. Erik mengantarku pulang.
"Babe, besok pagi aku pergi lagi ya, kamu hati-hati di Jakarta," pamitnya sambil mengecup keningku.
"Yayang juga jangan lirak-lirik ya, awas lho!" pesanku khas cewek posesif.
"Iya..iye...janji...aku bagaikan Rexona, setia setiap saat," jawab Erik, pasti mengutip broadcast WA Group.
###
Esoknya aku bekerja seperti biasa menjadi "manajer" bagi 3 boyfriends.
Percayalah, melakukan pencatatan bukan hal yang rumit dan bukan pekerjaan yang menyibukkan. Satu jam meng-input data, aku sudah menguap-nguap disergap bosan.
Mana pesan WA ke Erik tidak juga dia balas sejak pagi. Ditelepon, ponselnya juga mati. Dia mungkin sedang boarding ganti pesawat di Makassar menuju Maluku.
Hari ini aku bisa-bisa pingsan dibunuh rasa bosan.
Mataku yang 5 watt baru terjaga ketika ponselku berbunyi. Dari Gorga.
"Aku minta tolong sekaliiiii saja," katanya membuka pembicaraan dengan nada menghiba.
Perasaanku langsung tidak enak.
"Olivia minta ditemani lagi. Untuk yang terakhir kali. Katanya ini sangat penting. Nggak bisa diwakilkan ke yang lain, harus kamu."
"Tidak bisa, Gorga, aku sudah buang cambang palsuku," tolakku dengan alasan ngibul. Sekarang aku jadi panik sendiri. Aku sudah kadung ber-say good bye pada Dito.
"Dia minta kamu datang ke kafe di daerah Jababeka, sekitar pukul 3 sore. Kamu dandan yang rapi..."
"Tidak bisa, Gorga, kontrak sudah selesai," aku benar-benar tegas.
"Kamu pasti bisa! Kamu tahu nilai kontrak ini? Aku hargai 5 kali lipat dari bill. Kamu pasti bisa!"
Aku langsung terdiam mendengarnya. 5 Kali? Aduh, kenapa aku tergoda juga? Dasar Gorga perayu ulung!
"10 kali," tawarku setelah hanyut dalam rayuan Gorga.
"7," Gorga tak mau kalah.
"9."
"Ya udah, 8 deh. Deal. Bawa ponsel nomor kemarin, ada di laci meja."
Aku tersenyum lebar. 8 kali dari bill dan setelah itu aku benar-benar berpisah selamanya dari Dito. Ah, nggak apa-apa kan menghidupkan Dito sekaliiii ini saja?
Aku segera bangkit dan mengambil tas besar berisi perlengkapan penyamaranku yang telah kumeseumkan di ruang sebelah.
Aku berdandan seperti kemarin-kemarin. Hmm...sepertinya aku suka tantangan yang membuat adrenalinku naik ini, daripada sekadar mencatat bikin ngantuk seperti tadi.
####
Sekitar pukul 13.00 WB aku telah meluncur ke daerah Kota Baru Jababeka yang terletak di kompleks industri di Cikarang, Bekasi. Ini adalah kota mandiri yang telah lengkap dengan hunian rumah untuk warga lokal maupun ekspatriat, apartemen, perkantoran, pusat belanja, bahkan hotel berbintang. Jauh dari bayangan daerah industri yang panas dan gersang.
Meski Jababeka keren, tapi dalam hati aku kesal mengapa sih ketemuan di 'planet' tetangga? Bukankah di Jakarta banyak meeting point, mulai yang murah hingga kelas atas?
Oliv minta aku datang di sebuah kafe di sebelah kompleks Jababeka Golf and Country Club. Sampai di sana Oliv tampak duduk berdua di sebuah meja di pojokan bersama...Ares.
Keduanya tampak berdebat dengan wajah serius. Tangan keduanya bergerak-gerak. Apa mereka melanjutkan debat semalam di gedung bioskop?