Hari ini, Sabtu pagi pukul 10:15, gue duduk di bangku Stasiun, dengan kantung belanja kecil di tangan.
Meski suasana sekitar tampak ramai, gue tak mendengarnya sama sekali, lagi pula, sepasang earphone tengah terpasang di kedua telinganya, memutar playlist dari lagu band favoritnya, Noah.
Juga, meski telinganya terisolasi, mata gue tetap fokus untuk melihat sekitar, kepada mereka yang keluar masuk Stasiun, terutama kelompok mereka yang keluar, bagaimanapun, ada seseorang yang gue tunggu disini.
Dan memang, tidak sampai lima menit, gue melihat perempuan dengan setelan outfit ala korean style, berjalan keluar Stasiun. Dia sempat melirik kesana-kemari sebelum akhirnya melihat gue dan berjalan mendekat.
Semakin kesini, gue bisa melihat penampilan dia lebih jelas. Kaos putih dengan balutan kemeja warna pastel yang tidak dikancingkan, celana jeans abu-abu dan sneakers putih.
Dia punya rambut hitam kecoklatan sebahu dengan gaya yang gue nggak tahu apa namanya, tapi dia pernah bilang kalo itu lagi trend di Korea atau semacamnya.
Semakin dekat dia kesini, semakin banyak perhatian orang-orang yang ditujukan padanya.
Yah... nggak aneh, lagi pula dia memang cantik, terutama dengan pilihan fashionnya yang match banget sama dia, dan aura polosnya yang entah bagaimana membangkitkan keinginan para cowok untuk melindungi putri cantik ini.
Tapi, ada satu hal yang merusak kecantikannya. Itu adalah matanya, matanya terlihat basah dan sedikit memerah, seolah-olah dia baru saja menangis.
Ada juga sedikit lingkaran hitam kecil di bawahnya, tanda kurangnya jam tidur. Melihat ini, gue menghela napas. 'Astaga, apa lagi ini.'
Gue menyiapkan senyum cerah dan bersiap untuk bicara, namun akhirnya dipotong sama dia. "Beb, Lee Min Joo diselingkuhin..."
Nadanya serak dan mendayu, terlihat jelas akan kesedihannya, tapi buat gue: 'Siapa itu Li Nin Ju?!' Berteriak di dalam hati, gue bicara dengan nada lembut. "Amela sayang, siapa si Li Nin Ju ini? aku nggak kenal dia."
"Ih, masa kamu nggak tahu sih. Juga namanya Lee Min Joo, bukan Li Nin Ju!" jawabnya kesal. "Dia pacarnya Yoo Mia. Karena ada orang yang nggak suka sama hubungan mereka, Lee Min Joo di fitnah yang akhirnya bikin Yoo Mia selingkuh sama orang itu, waaa..."
Diakhir dia menangis, menarik perhatian orang-orang di dalam Stasiun.
'Persetan dengan Li Nin Ju atau apalah itu, gue nggak tahu apapun yang dia omongin!' Mengutuk di dalam hati, gue melihat banyak orang yang menatap kesini dengan ekspresi tidak senang, lebih tepatnya ke gue.
Tatapan mereka seolah mengatakan kalo gue adalah tersangka kejahatan berat karena telah membuat perempuan cantik ini menangis.
Gue punya keinginan kuat untuk bilang ke mereka kalo gue nggak kenal sama perempuan ini dan pergi gitu aja.
Tapi pada akhirnya, gue cuma bisa menghela napas. Lagi pula, ini bukan yang pertama dan tentu juga nggak akan jadi yang terakhir.
"Ok, kamu tenang dulu, coba lihat nih aku bawa apa." Gue memberikan kantung belanja itu ke dia.
Amela mengambil dan melihat ke dalam. Seketika, matanya yang sebelumnya memerah, berbinar dengan gembira.
Dia melirik ke gue dan sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyuman yang bahkan, gue yang sudah sering melihatnya masih merasakan sentakan di dalam hati. 'Damage senyumnya bener-bener nggak ngotak! asli, nggak ngotak! hal-hal penting harus diucapkan dua kali!'
"Moodnya udah balik lagi kan? sekarang yuk berangkat," kata gue, menawarkan tangan.
Amela dengan senang melingkarinya, saat dia sibuk pada isi kantung belanja. "Ih... Bbopki! Oh ini Tteokbokki Balado Exta Pedas! wow wow..."
Gue melirik ke Amela yang sibuk dengan dunianya sendiri.
Cewek gue ini benar-benar suka sama hal-hal yang berbau Korea. Nggak aneh sih, sama kayak kebanyakan cewek zaman sekarang aja.
Meski gue nggak begitu akrab sama Korea-koreaan, tapi setelah pacaran lebih dari dua tahun, gue bisalah paham sedikit-sedikit soal itu.
Sejak kemarin, Whatsapp gue selalu dipenuhi keluh-kesah dia soal drakor baru yang dia tonton. Apapun itu bakal dia share ke gue.
Entah si ini selingkuh sama si itulah, si itu naksir sama si inilah, sampe si ono jalan pakai kaki kanan dulu atau kaki kiri, disebut sama dia!
Gila! asli gila! hal-hal penting harus diucapkan dua kali!
Tapi, meski begitu...
Gue melirik Amela, melihat dia bertingkah seperti anak kecil berisik yang mendapatkan mainan favortinya, senyum lembut merekah di wajah gue seraya bergumam pelan. "Perempuan ini adalah warna dalam hidup gue yang monoton."
"Eh apa?" Amela mengalihkan pandangannya dan bertanya dengan wajah polosnya.
"Nggak kok. Gimana itu, suka?" tanya gue,
"Suka banget dong! yang ini ada di dalam drama..."
Segera, Amela kembali sibuk dengan dunianya saat dia menceritakan drakor mana saja yang pernah menampilkan makanan-makanan yang ada di dalam kantung belanja itu.
Gue terkekeh pelan dan menggelengkan kepala dengan pasrah saat terpaksa harus mendengar semua ocehannya sampai kita ke tempat parkir, dimana mobil gue berada.
Dia baru berhenti mengoceh ketika kita sampai di mobil. Atau itulah yang gue harapkan, bagaimanapun, Amela masih melanjutkan ocehannya meski sudah di dalam.
Gue berniat untuk menyalakan musik, hanya untuk terpaksa mengundurkan niatnya setelah ditatap dingin olehnya.
Di detik ini, gue sudah mulai menggunakan Mode Patung. Fokus aja ke jalan dan mulai menghipnotis diri sendiri bahwa ocehan Amela adalah suara deru mobil, kicauan burung, mamang-mamang yang marah kejebak macet dan sebagainya.
Ini adalah kegiatan rutin mereka untuk Ngedate setiap hari Sabtu. Dan biasanya nggak jauh-jauh dari nonton, makan, dan jalan-jalan di sekitar kota.
Gue parkir di salah-satu Mall yang biasanya kita sering kunjungi, dan segera menuju ke area Bioskop. Berdiri didepan pegawai bioskop, gue bertanya ke Amela. "Kamu mau nonton yang mana."
Amela melirik ke berbagai poster film yang sedang tayang, dan segera menunjuk satu. "Yang itu, aku mau nonton yang itu, pasti bagus."
Gue melihat ke arah yang dia tunjuk, kepada poster film yang berjudul: Suamiku adalah Mantan Pacarku Yang Sekarang Adalah Mantan Suamiku.
'Hah? judul blibet bodoh macam apa itu?' Gue mengerutkan kening, bingung dengan judul film yang sepertinya serumit rumus fisika. Gue bertanya ke Amela. "Emang kamu tahu itu film apa?"
"Eh, nggak tahu."
"..."
Melihat wajah bingung natural Amela, gue mau tak mau berpikir: 'Mungkinkah film bodoh akan otomatis menarik orang bodoh juga? Nggak-nggak, Amela-ku yang manis dan cantik ini nggak bodoh, dia cuma, emm... agak terbelakang aja.'
Pada akhirnya, gue bertanya pada Mbak pegawai bioskopnya.