Hari ini, Rabu tanggal 11 November. Sudah seminggu berlalu sejak launching produk Angst Clothing. Dan sesuai prediksi, produk baru itu meledak di pasaran. Konten promosi yang sebelumnya dibuat, masuk fyp dan telah mendapatkan lebih dari 30 juta views dengan lebih dari dua juta like dan ribuan komen.
Lebih dari itu, banyak akun sosial media lain yang me-reupload video tersebut, membuat pamornya semakin meningkat. Semua akun sosial media brand gue mendapatkan kenaikan jumlah pengikut yang signifikan.
Seperti biasa, gue duduk di ruang kerja, dengan ekspresi gila menatap laptop. Sudut bibir gue terangkat berlebih, membuatnya tampak konyol, tapi gue nggak peduli.
"Hahaha! Sold out!" Tertawa keras, gue memukul meja, terlalu senang dengan apa yang dilihat. Laptop didepan gue menunjukkan data penjualan hari ini, sudah 10.000 pcs produk terjual!
Hari ini adalah puncaknya event 11:11, dan gue baru aja restock gudang kemarin, namun belum sampai 24 jam, semua produk habis terjual! Bahkan dengan potongan harga promo, masih ada lebih dari 800 juta rupiah keuntungan yang diperoleh!
Tak jauh, Lintang yang sedang duduk di tempat kerjanya, menggeleng dengan senyum pahit melihat rekan kerjanya bertingkah gila. Pandangannya beralih ke ponsel di meja rekannya, itu berdering untuk yang kesekian kalinya, namun Devin mengabaikannya, seolah terisolasi dari dunia luar, hanya menatap laptopnya dengan intens.
Jika dia tidak mengenalnya sebelumnya, dia pasti berpikir bahwa orang ini sedang kecanduan judi online. Menghela napas, Lintang memasang earphone ke telinganya, sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
***
"Nggak di angkat lagi?!" Amela dengan kesal menatap dan meremas ponselnya. Dia ingin menghubungi pacarnya untuk menjemputnya selepas kuliah hari ini. Tapi tak peduli berapa kali dia menghubunginya, tidak ada satu pun yang di angkat!
Amela melirik ke jendela luar, dia saat ini sedang berada di dalam mobil Gocar yang dipesannya, mengingat bajingan kesayangannya itu tak merespon, dia tidak memiliki pilihan lain. Sampai di tujuan dan melihat bagunan tiga lantai yang familiar, Amela dengan langkah kesal berjalan cepat, membawa tas belanjaan.
"Beb!" seru Amela saat dia memasuki Outlet, membuat Yuni sedikit terkejut karenanya, dia ingin menyapa Amela hanya untuk dipotong. "Dimana Devin?"
Mendengar nada dingin dan tatapan tajam Amela, Yuni dengan ragu menjawab. "B-Bos Dev, ada di atas."
Amela segera pergi meninggalkan Yuni, hanya untuk kembali setelah beberapa langkah, dia menyerahkan tas belanjanya. "Ini... bagiin sama yang lain," katanya sebelum kembali pergi.
Yuni menatap bolak-balik antara tas belanja ditangannya dan wanita yang berjalan menjauh. Melihat kemarahan di raut wajah Amela, dia mau tak mau berpikir. 'Masalah rumah tangga benar-benar menakutkan.' Dia hanya berdoa semoga Bosnya bisa menyelesaikan masalah rumah tangganya, mengesampingkan pikirannya, Yuni menatap penasaran pada tas belanja ditangannya, dia dengan penuh minat memeriksanya.
Sementara itu, Amela berjalan ke lantai atas, dia melewati lantai dua, mengabaikan Bagas yang menyapanya. Dia sangat kesal saat ini, dia telah menunggu di kampusnya selama lebih dari satu jam, berupaya menghubungi pacarnya, hanya untuk di abaikan!
'Beb, kamu telah membuat Amela yang cantik ini kesel, kamu harus tanggung jawab! hehe...' pikirnya dengan senyum jahat, Amela berjalan naik ke lantai tiga, bersiap untuk memastikan bahwa dirinya akan membuat bajingan itu jera dan tak akan mengabaikan panggilannya lagi.
Sampai di lantai tiga, dia melihat beberapa meja dan bangku di posisikan sedemikian rupa sehingga tampak seperti area kantor yang sederhana. Menatap kedepan, dahinya berkerut saat dia melihat pacarnya tertawa seperti orang gila, tapi dia tidak peduli! dia sendiri juga sedang tidak dalam pikiran yang benar, dia sedang kesal saat ini.
"Beb!" seru Amela. "Kamu itu ya, aku udah telpo-eh?" Amela yang awalnya ingin marah, terdiam setelah menemukan dirinya dipeluk oleh Devin. 'EH!!'
***
Gue tertawa dengan bebas, sampai melihat kedatangan Amela. Tanpa pikir panjang, gue melesat ke depan, segera memeluk bintang keberuntungan gue itu.
"Hahaha... Amelaku tersayang! Yang cantik! Yang manis! Yang imut! Yang gemes!..." Gue yang terjebak dalam euforia kebahagiaan, tak bisa mengontrol diri saat gue memeluk erat wanita ini, dan berputar sambil menyerukan kata-kata memalukan.
Disisi lain, Amela yang terjebak dalam dekapan Devin, hanya bisa meronta. Dia ingin melepaskan diri, namun pacarnya memeluknya terlalu kuat, membuat tubuh mereka terjalin erat. Meski ada sensasi kenyamanan tertentu, dia tetap merasa malu, bagaimanapun, mereka tidak sendirian disini, teman pacarnya sedang duduk menatap mereka!
Lebih dari itu, seruan Devin juga hanya menambah rasa malunya, wajahnya memerah. Di saat dia merasa sudah dalam puncak rasa malunya, Devin mengatupkan kedua pipinya, mengangkat wajahnya, membuatnya melihat wajah pacarnya yang hanya berjarak beberapa inci. Dia menatap mata hitam yang penuh binar pacarnya dan melihat mulutnya terbuka saat dia berbicara dengan gemas. "I love you so so so much..."
Buk! Amela meski belum pernah mengalami serangan jantung, dia yakin bahwa yang dia rasakan saat ini tak berbeda dengan itu, bagaimanapun, jantungnya berdetak sangat cepat seolah akan meledak! Mendapatkan serangan kuat seperti ini, Amela hanya bisa menatap terpesona pacarnya dengan wajah semerah kepiting rebus. Namun, momen intim ini harus diakhiri karena...
"Ehem." Lintang berdehem dengan canggung. "Tolong ya, ini bukan Hotel, dan saya juga bukan nyamuk, jadi tolong kondisikan diri kalian."
Mendengar teguran Lintang, gue tanpa sadar melepas pelukan, membuat Amela mundur selangkah, gue meliriknya, melihatnya menatap ke arah lain, seolah menghindar untuk melihat kesini. "Kamu baru dateng Mel?"
Amela spontan berbalik dan berseru. "Iya! aku udah telpon kamu dari tadi, tapi nggak di angkat." Detik berikutnya, pipinya merona, dengan cepat dia berbalik lagi, menghindari tatapan pacarnya.
"Haha... maaf ya, aku kurang fokus hari ini," kata gue dengan riang.
Amela awalnya kesal saat dia mendengar permintaan maaf yang tidak niat itu, tapi mengingat momen barusan, emosinya menjadi kacau.
'Amela! kamu harus marahin dia! dia udah bikin kamu nunggu lama, ayo Amela Asadel! kamu pasti bisa!' Iblis hatinya berseru memberi saran.
Disaat yang sama, hati Malaikatnya muncul dan berkata. 'Nggak Amela, maafin aja, pacar kamu udah nunjukin betapa cintanya dia sama kamu, coba kamu ingat lagi momen barusan.' pikiran itu membuat Amela kembali mengingat kejadian barusan, membuat hatinya mekar seolah dipenuhi taman bunga di musim semi, rona di pipinya semakin parah.
Dia akhirnya membuat keputusan: Ayo kita maafin dia untuk kali ini, aku ulangi, cuma untuk kali ini! hal-hal penting harus diucapkan dua kali!